Chapter 53 : Jadian?

91 21 0
                                    

Chapter 53 : Jadian?

"Kenapa sama Papa gue?"

Ifah menenteng dua ice cream cup. Ia barusan secara samar mendengar Daffa menyebut nama Papanya.

Daffa meneguk ludahnya pelan, tiba-tiba pesan Sean bergema di telinganya seolah mengingatkan. Ia menggeleng dengan senyum jahil yang berusaha lelaki itu terbitkan di sudut bibirnya. "Kapan gue nyebut Papa lo?"

"Itu barusan--"

Daffa menyeringai senang, ketika netranya melihat sudut bibir Ifah telah mengerucut, sepertinya kesal?

"Gue nyebut nama mertua gue doang, kok," potongnya.

Ifah mengerjap berulang kali, masih loading, lalu tiba-tiba mengernyit bingung. "Hah? Sejak kapan Naviza jadian sama lo?"

Setengah ucapan lagi ia ucapkan dengan kesal, "Sial! Lo jadi pedofil, hah?!"

Daffa menggaruk lehernya yang tak gatal, bibir remaja laki-laki itu terkatup rapat, netranya menatap acak pada lingkungan sekitar.

Melihat ekspresi Daffa yang seperti malu-malu, Ifah semakin mengernyitkan keningnya tak suka. "Ih goblok! Lo beneran jadian sama adek gue?!"

Entahlah, rasanya sedikit kesal dan panas di bagian dada. Ifah tak terlalu memikirkan jika memang keduanya bersama, tapi perasaan tercubit di hatinya membuat gadis itu bertingkah seolah marah.

Daffa menjilat bibir bawahnya, lalu menyeret Ifah untuk duduk di kursi yang disediakan toko ice cream itu.

Ia berucap santai saat Ifah telah mencoba tenang dengan menggigit setiap sisi ice creamnya, "Bukan Naviza, tapi Lo."

"Hah? Gue? Emang gue kenapa?" Ifah menggigit sendok plastik keras, seolah bisa mematahkan benda itu dengan keras. "Ngomong tuh yang jelas. Jangan hah, hoh, hah, hoh doang."

Daffa menunduk, mengunyah ice creamnya tenang. Otaknya kembali menggemakan ucapan Sean, dan hatinya pun ikut seolah memberi bisikan, "Jadian. Nanti lo bisa jagain dia kapanpun lo mampu."

Ia melirik gadis berkepang satu di depannya, entah kapan Ifah mengganti gaya rambut. Terlihat berbeda dari yang di sekolah tadi.

Ifah, dengan santai terus memakan makanannya, tak sadar akan tangan Daffa yang mendekat, lalu sedikit terperanjat ketika tangan dingin itu mencubit pipinya.

Belum cukup terkejut, Ifah sekali lagi melebarkan pupil matanya ketika mendengar ungkapan Daffa.

"Lo, Sanjaya Iffah Pradipta. Dan gue, Daffa Alkana Raja. Resmi jadian hari ini."

"..."

***

Di sebuah apartemen lantai sekian belas, dengan cahaya lampu yamg bersinar terang dari luar.

Langit jingga yang cerah menjadi pemandangan di luar. Tapi, suasana di dalam salah satu apartemen itu malah sedikit turun hingga hampir beku.

"Papa kecewa sama kamu, Des. Seharusnya kamu ga terlalu bergantung sama uang seperti ini! Lulus tes yang gak begitu susah aja ga bisa?"

Decy menunduk, netranya menatap kedua lututnya yang bertumpu di lantai. Lalu terkadang melirik papanya yang tengah duduk di atas sofa.

Posisinya... Ia bersimpuh di lantai, dan papanya duduk di sofa dengan satu kaki diatas kaki yang lain.

Bulu matanya terkadang bergetar. Dan bibirnya pun terus ia jilat karena merasa dehidrasi, nafasnya sedikit tercekat, takut-takut menatap sang papa. "Maaf, Pa," lirihnya.

"Bukan cuma kamu ga lolos tes, tapi kamu juga lagi ngejebak adik kelasmu, 'kan. Tahu apa konsekuensinya?"

Ziga menyipitkan matanya kala mengingat aduan saudarinya tempo hari mengenai anak perempuannya yang mulai bertingkah lagi.

"Kamu semakin berani, ya? Satunya karena pacarmu suka sama dia, dan yang satu lagi karena baju renangmu robek di tangan dia?" lanjut lelaki paruh baya itu.

"B-bukan gitu--"

"Kamu sadar kalau kamu ga bisa dan ga akan pernah bisa buat bohongin Papa, 'kan?"

Decy mengangguk reflek.

Ziga tersenyum lebar, lalu berucap sembari berdiri tegak se-meter di depan tubuh Decy yang masih bersimpuh. "Lalu kenapa kamu masih berusaha buat nyangkal dan menyalahkan fakta itu...?"

***

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang