Chapter 17 : Permintaan maaf.

128 27 0
                                    

Chapter 17 : Permintaan maaf.

❝ HAPPY READING ❞
🦋

"Ga sebanyak itu juga kali, Yah," bantah Daffa.

Dero melempar kain lap ke wajah tampan anaknya. "Apanya yang gak sebanyak itu?! Bahkan lebih banyak juga bisa!"

"Y-ya gimana--"

"Kamu itu, bikin Ayah malu saja. Sean jadi ngatain ayah ga bisa didik anak, tau?"

Dero berbalik pergi, tingkahnya yang tak ingin diganggu itu membuat citranya sebagai lelaki sangar sedikit hilang.

"Abang, besok minta maaf sama Ifah, oke? Liat tuh, Ayahmu sampai ngambek begitu."

Daffa mengangguk malas. Ia tadi itu khilaf.

"Sekalian, beliin coklat atau permen gitu supaya kamu lebih kelihatan tulus."

Daffa. "..."

***

Esok harinya, Ifah berangkat dengan diantar oleh Papa Sean.

Dan seperti dugaan, Ifah kembali dibombardir oleh berbagai pertanyaan mengenai sang ayah.

"Stop, itu bokap gue, bukan abang gue! Please lah!" teriak Ifah kesal.

Membuat kelas menjadi hening sebentar, lalu seorang gadis lainnya yang terlihat polis pun berucap tiba-tiba, "Ifah, mau jadi anak tiri aku, nggak?"

"Hah?!"

"AHAHHAAHAHA!"

Ifah seketika terdiam. Membiarkan tawa semakin menggelegar di sekitarnya.

***

"Gue minta maaf soal kemaren," pinta Daffa dengan ekspresi seperti biasanya, datar.

Ifah mengernyit jijik. "Tapi muka lo keliatan kaya ga nyesel sama sekali, tuh?"

"Nih, maaf." Daffa memberikan sebungkus benda tak diketahui ke tangan Ifah secara paksa.

Ifah terdiam di tempat, mencoba menahan agar dirinya tak mengumpati lelaki itu.

Daffa pun dengan tenangnya berlalu tanpa berbalik.

"Dia ngasih gue apa, ya?" Ifah mengintip isi di dalam plastik, namun sesuatu yang ia temukan membuat gadis itu segera merasa kesal kembali. "Cowok bego. Ngebujuk cewe yang lagi ngambek bukannya pakai coklat, bunga, atau permen. Ini malah pakai pembalut?!"

Benar saja. Pembalut wanita dengan merk yang berbeda-beda terdapat di dalam sana, sekitar empat sampai lima buah.

"Yang jadi istrinya pasti ngerasa tertekan terus tiap hari. Tapi gapapa, seenggaknya gue ga perlu beli lagi buat empat bulan kedepan."

**

Ifah menatap Daffa yang saat itu tengah makan bertiga dengan teman-temannya di kantin.

Gadis itu dengan nekat berjalan ke sisi meja yang saat itu Daffa jadikan alas piringnya.

Ia mengulurkan tangan, memberi sekaleng minuman soda. "Nih, makasih yang tadi."

"Hm."

Seperti biasa. Daffa menjadi dingin bak kulkas 99 pintu ketika di sisi orang yang tak terlalu ia kenal. Ralat, Daffa hanya malas berinteraksi.

"Cih," decak Ifah sebelum pergi.

Respon seperti apa yang ia harapkan dari lelaki sok cool ini?

Raka menatap interaksi singkat itu, lantas ia pun dengan cepat merebut sekaleng minuman soda itu dari tangan Daffa.

*Klek!

*Glek.. glek.

"Enak, makasih bro," katanya sok polos pada Daffa yang terdiam dan Rafa yang mengernyit jijik.

"Ya iya lah enak, orang gratis begitu, kok!"

Raka segera cengengesan sembari menepuk keras punggung kembarannya itu.

Sementara itu, Daffa yang saat ini menjadi korban hanya mampu terdiam diri.

***

Di sisi lain.

Decy saat ini tengah duduk dengan santai bersama teman-temannya di kantin belakang.

Gadis itu terlihat tengah di dalam mood yang buruk. Bibirnya terus mengerucut dan seperti akan 'senggol bacok'.

"Lo tau, ga, sih? Cowok yang pas itu kita jadiin bahan, udah berhasil jadi punya gue. Sekarang, mana duit yang kalian janjiin?" tanya seorang gadis berambut pendek pada temannya yang lain.

***

ENJOY!

Maaf apabila ada typo..

Sekarang hari ke-3!!

Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang