Chapter 46 : Ray, Jangan khawatir.

81 22 0
                                    

Chapter 46 : Ray, Jangan khawatir.

    Genangan air mata mengabutkan netra gadis itu, teriknya panas tak lagi terasa begitu mengesalkan.

Asik menatap langit cerah dengan kosong, gadis itu tak sadar dengan tatapan yang juga terik dari tumpukan kardus di sisi kanannya.

Jarak keduanya yang tak terlalu jauh membuat lelaki itu mampu mendengar apapun dengan saksama.

Keningnya mengernyit. Dirinya hanya berniat mencari udara segar karena sehabis bertengkar dengan kekasihnya.

Tapi, malah ditemukan dengan seorang gadis yang sepertinya memiliki masalah lebih besar dari dirinya sendiri.

Ia menghela nafas, lalu melemparkannya rokoknya ke lantai, menginjak benda kecil itu seraya terus menatap gadis cantik dengan keringat yang mulai merembes di leher.

Langkah kakinya terdengar samar, terus mendekat diiringi bayangan hitam di bawah kakinya.

Tangan kekarnya merangkul bahu pendek Ifah cepat, bibirnya melengkung. Jarinya pun menaruh sekaleng minuman soda belum terbuka ke samping tangan Ifah.

"Tadi, niatnya ini soda buat gue minum sendiri. Tapi, karena lo keliatannya lebih butuh, jadi ini buat lo," ucapnya dengan senyum manis.

Ifah sedikit terperanjat. Suara ini, suara yang dulunya adalah melodi terindah menurutnya.

Ia dengan tenang menghapus tetesan air dari kedua bola matanya. Tanpa mengalihkan pandangan, ia menjawab rendah, "Ga butuh, makasih."

Tak lupa, tangannya mencoba melepas rangkulan di bahunya. Tapi tak berhasil.

Rayhan terkekeh geli. "Gue awalnya mau mabok pakai ini tadi, supaya biasa lupa sama segala masalah. Lo beneran ga mau?" godanya.

"Gak. Orang bodoh mana yang bakal percaya kalau soda bisa bikin mabuk?"

"Lo ga percaya? Mau gue buktiin?" tantang lelaki itu rendah.

Ifah diam dengan acuh, tak ingin menjawab lagi.

Rayhan segera membuka tutup soda dan meneguknya cepat, berlagak linglung sejenak, lalu tiba-tiba seolah mabuk berat, tangannya menarik lengan Ifah, mengajak gadis itu menari tak jelas.

"Berhenti." Ifah merasa kepalanya sedikit pusing.

Rayhan tersenyum menggoda. "Berhenti? Memangnya kita ngapain?"

"Berhenti, bodoh!"

"Gakk~ Lo harus berhenti nangis dulu, terus mabuk bareng sama gue!"

"Bego," Ifah mengerutkan kening, giginya bergemelatuk kesal. Sial, nafasnya hampir ngos-ngosan.

Lama menahan pening, akhirnya Ifah tak tahan dan mengangguk bodoh. Bibirnya telah pucat pasi, rasanya, segala makanan yang tadi masuk akan keluar lagi.

Rayhan berhenti, lalu memberi sekaleng soda yang sama ke tangan Ifah. "Nih, minum. Pusing, 'kan?"

Ifah meremat bahu lelaki tinggi tampan itu, lalu menggertakkan giginya menjawab, "Cowok bodoh. Orang mual bukannya dikasih air hangat, malah dikasih air soda?"

"Ahaha, kita cuma punya ini. Atau, apa lo mau gue pergi beli air putih ke kantin tiga lantai kebawah?"

"Bajingan. Makasih," judes Ifah meneguk dari kaleng yang sama.

Memang sangat tak tahu diri.

Rayhan terdiam sejenak. Ah, mereka sepertinya habis ciuman tak langsung? Tapi sudahlah, memangnya sejak kapan dirinya peduli akan hal kecil itu?

Menghela nafasnya pelan, lelaki itu kembali merangkul bahu Ifah. Dirinya menunda waktu mabuk mereka karena sepertinya Ifah benar-benar mabuk duluan. "Lo mabuk beneran?"

"Gue pusing gara-gara lo. Brengsek!"

"Waw, kasar. Nangis, nih!"

"Berisik."

Satu kalimat terakhir, Rayhan mengalihkan pandangannya dari wajah Ifah, lalu ikut menatap pemandangan di luar dengan tubuh yang telah ikut terbalut teriknya sinar matahari. "Jangan khawatir. Dia bakal baik-baik aja. Sama kaya anaknya, dia bakal sekuat lo."

Ifah tertegun diam. Netranya mulai basah lagi. "Ya, Papa gue keren, dia pasti ga bakal kenapa-kenapa. Bahkan, hewan buas di perbatasan ga bakal mampu bunuh Papa!"

***

Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang