Chapter 33 : Ledek-able.

85 22 0
                                    

Chapter 33 : Ledek-able.

❝ HAPPY READING ❞
🦋

"Hah? Menurut gue?"

Ifah menganga tak percaya. Bulu kuduknya seketika berdiri, membayangkan hal-hal buruk yang saat itu menjadi skenario di otaknya.

"A-apa jangan-jangan Om Dero masih suka sama Papa Sean?!" teriaknya penuh kejutan.

Ia menatap kosong pada pagar putih se dada di depannya, lalu melirih, "Sial... Apa gue bakal punya keluarga jalur belok kanan belok kiri?!"

Melihat wajah pucat Ifah, Daffa tanpa sadar tersenyum tak berarti. "Ya enggak, lah. Kan itu cuma rumor ga jelas sejak sekian tahun lalu, bodoh."

Daffa berbalik, mengambil motor maticnya, terlihat seperti ia akan menuju ke suatu tempat juga.

Ifah terdiam, rasanya lega ketika mendengar bahwa Papa dan Om Dero tidak memiliki hubungan apa-apa.

Daffa menatap Ifah penuh arti. "Naik," perintahnya tak terbantah.

Ifah mengernyit bingung, alisnya terangkat sebelah. "Apanya?"

"Lo. Naik, ke sini," Daffa menghela nafas sembari menunjuk jok motor yang kosong di belakang tubuhnya.

"Ngapain?"

"Ya, duduk, lah," ujar Daffa malas. "Lo kenapa? Perekat di otak lo lagi longgar, ya?" ledeknya.

"Maksud gue itu, ngapain gue duduk disana? Emang lo mau nganterin gue kerumah? Ga usah anterin gue. Deket, kok." Ifah berjalan kedepan, tanpa menunggu penjelasan Daffa.

Daffa mengangkat alisnya. Kenapa otak Ifah sepertinya sedang bermasalah?

"Ikut gue, ke rumah temen."

Ifah terhenti, lalu berbalik dengan ekspresi malas, menatap wajah tampan Daffa dengan tak berminat. "Ngapain? Besok masih Ujian, ga bisa."

"Naik. Temenin gue jemput buku di rumah Raka." Daffa seolah tak mendengar penolakan Ifah, lelaki dengan pakaian santai khas anak rumahan itu menepuk jok motornya lagi.

"Ga. Ga mau."

Daffa memicingkan matanya, menatap tajam pada gadis kecil dengan kucing di pelukannya itu. "Naik atau gue seret?"

Dan akhirnya, dengan keterpaksaan yamg kuat, Ifah harus ikut serta dan naik motor dengan Singa di pelukannya.

Asik menikmati angin sore di jalan, Ifah tiba-tiba teringat sesuatu yang penting.

Segera, tangannya menepuk pundak Daffa dengan lembut, membuat lelaki tampan itu sedikit melirik di kaca spion motor. "Apa?" tanya Daffa berteriak.

"Berhenti di toko makanan kucing sebentar, ya?" balas Ifah berteriak. Tapi, suaranya terlalu keras hingga membuat telinga Daffa terasa sedikit berdengung.

Daffa melirik Ifah di kaca spion, ekspresinya sedikit meringis, tapi juga sedikit kesal. "Oke."

Beberapa menit kemudian.

"Ngapain?" Daffa menatap Ifah yang baru keluar dari toko makanan kucing terdekat, di tangan gadis itu seperti tengah tergenggam bungkusan yang entah apa isinya.

"Beli kasur." Ifah menatap Daffa sinis, seolah meledek kebodohan yang tidak lelaki itu sadari. "Ya beli makanan Singa, lah," lanjutnya.

"Oh, kirain beli makanan buat lo jadiin cemilan," ledek Daffa tak terima.

"Bacot. Ayo cepet, katanya mau kerumah Raka, 'kan? Lama banget, kaya keong," Ifah pun membalas ikut tak terima.

Daffa menggerutu pelan, "Ngeledek mulu. Diem ga bikin orang lain mikir kalau lo bodoh."

Ifah menyipitkan mata, lalu tangannya memukul bahu lebar Daffa keras. "Kedengaran! Makanya, jangan jadi cowok yang Ledek-able."

"Diem. Ngomong sekali lagi, lo gue lempar ke jembatan deket rumah Raka."

Saat mendengar nama Raka, Ifah seketika tersadar. Sekali lagi, tangannya menepuk bahu Daffa kasar. "Woi! Bukannya rumah Raka deket, ya? Ini kok ga sampai-sampai?!"

Daffa berbalik dengan tenang, lalu menatap Ifah malas. Bibir lelaki itu bergerak-gerak ingin mencaci. Tapi tak jadi, karena tak ingin melukai hati Ifah. Ucapan yang keluar dari mulutnya pun terdengar berbeda, "Iya, deket. Tapi toko makanan kucing yang kejauhan."

***

ENJOY!

Beginilah, cerita tak jelas tanpa alur pasti.

Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin