Chapter 23 : Panggil Abang!

102 21 0
                                    

Chapter 23 : Panggil Abang!

❝ HAPPY READING ❞
🦋

"Yaudahlah, kali ini gue minta tolong buat anterin lagi, ya, Put?" pinta Ifah memohon.

Gadis itu terlihat tidak khawatir dengan pelaku yang telah membocorkan ban motornya.

Putri ingin merutuk dan mencaci kebodohan sahabatnya, tapi tak jadi karena dirinya tak ingin hati mungil Ifah malah terluka. "Yaudah, ayo. Sesuai aplikasi, 'kan, neng?"

"Iya, om. Anterin sampai depan pintu kamar, ya?"

"Oke, neng."

***

"Kenapa dianter sama Putri lagi, Kak?" Zakka menatap sang putri heran.

Ifah terdiam sejenak, ragu-ragu apakah harus memberi tahu orangtuanya atau tidak.

Zakka yang telah menunggu jawaban pun mengangkat alisnya. "Kenapa?"

"Mama, ga bakal marah, 'kan?" tanya Ifah was-was.

Zakka menggeleng. Ifah pun segera menghela nafasnya.

"Motor kakak bocor lagi..." Suaranya sangat kecil. Zakka tak mendengar ucapan itu.

"Ga denger, kak. Suaramu kok tumben halus begitu?"

"Motor kakak bocor lagi, maa."

Seketika, Zakka menatap sang putri curiga. "Beneran bocor, atau kamu jual motornya terus coba cari alasan lain?"

Ifah melotot. "Ya beneran bocor, ma.."

"Kok bisa bocor lagi? Kan beberaa waktu lalu baru aja abis ganti ban baru??"

Ifah menggeleng pelan, ia sedikit takut akan terkena amukan dari sang ibu.

"Kamu ga tau? Sadar bocornya sejak kapan?"

"Tadi, pas mau pulang. Pas pergi masih baik-baik aja, kok!"

Sean yang baru muncul dari arah taman belakang rumah pun penasaran akan hal yang tengah dibahas di sana. "Kenapa, Ma, Kak?"

Zakka terdiam sejenak, lalu memberikan teh hangat di tangannya kepada Sean. "Itu, motor si kakak bocor lagi katanya."

"Bocor? Lagi?"

Ifah mengangguk malu. "I-iya, Pa."

"Kok bisa?" Menatap seragam putrinya, Sean menghela nafas sejenak. "Yasudah, kita minta bengkelnya om Fauzan buat perbaikin lagi. Kakak ke atas dulu, mandi terus ganti baju."

Ifah menunduk. "Iya. Maaf, ya, Pa. Aku ngerepotin Papa lagi."

"Ga ngerepotin, Kak. Sana ke atas."

***

Daffa keluar dari kelasnya, menuruni tangga lalu berjalan menuju parkiran.

Saat sampai di baris tempat kejadian tadi, ia menatap jendela kelasnya di atas sana lalu kembali menatap satu motor matic yang tertinggal di tempat sama. "Untung parkiran sebelah sini belum dikasih penutup atas. Tapi ... Ini motor kaya familiar, dah?"

Berpikir sejenak. Daffa tersadar ketika melihat sebuah stiker Panda di motor matic itu.

"Oh. Motornya si bocah pesek?" Menatap ban yang tengah habis angin, ia kembali teringat kejadian tadi. "Tapi, kenapa malah ada yang bocorin dengan sengaja gini?"

Asik memikirkan wajah dua gadis yang familiar tadi, ia tak sadar bahwa dua orang pria datang dari belakangnya menggunakan sebuah mobil angkut.

"Permisi, dek. Saya mau ambil motor ini."

Daffa terkejut sejenak. Lalu mengangguk sebelum berlalu pergi menuju motornya sendiri.

"Hidupin, terus naikin ke atas mobil," perintah salah satu diantara mereka.

"Oke, bos."

Daffa pun berlalu saat motor Ifah telah selesai dinaikkan ke atas mobil. Ia tak ingin ikut campur dahulu.

Lihat nanti. Mungkin tiba-tiba ia memiliki rasa simpati lalu membantu Ifah menyelesaikan masalah ini.

***

Esok harinya. Ifah pun terpaksa harus duduk di boncengan motor Daffa lagi.

Ia awalnya tak ingin. Tapi mama pun Tante Wendi memaksa agar ia mau.

"Gue--"

Ifah berniat akan meminta turun di tempat dulu ia diturunkan Daffa. Tapi, lelaki itu malah berlagak santai dan membonceng Ifah hingga sampai di parkiran belakang.

"Sampai. Turun," perintah Daffa santai. Ia melepas helmnya dan menata rambutnya lagi.

"Tumben mau nurun in di dalam sekolah?" tanya Ifah ragu-ragu.

Daffa melirik wajah gadis itu yang sedikit pucat karena udara pagi ini yang dingin. "Gapapa. Cukup diem dan berterimakasih aja sih, apa susahnya?"

Memutar bola matanya malas. Ifah berucap tak ikhlas, "Yaudah, makasih, Daf."

"Abang," koreksi Daffa lagi.

"Banyak mau, lo."

Daffa mencekam lengan Ifah saat gadis itu berniat pergi. "Ga akan gue lepasin. Sebelum lo bilang makasih pakai 'Abang'."

"Lepas, gak?!"

Ifah panik, menatap sekeliling, ramai akan siswa-siswi yang baru datang. Hampir semuanya menatap kedua insan itu dengan mata bagai tercerahkan.

"Gak," ketus Daffa.

***

ENJOY!

Hari ke-4(?)
Ó.Ò

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ