Special Chapter, Most Special!

166 18 0
                                    

Special Chapter, Most Special!

   Senin pagi, menjadi hari dimana Ifah dan Daffa akhirnya memutuskan untuk hadir di sebuah acara reuni SMA angkatan Ifah.

Gaun hitam sedikit dihias menjadi pakaian yang Ifah pilih tuk pergi ke acara kali ini.

"Kamu udah selesai, Yang?"

"Udah," Ifah membalikkan tubuhnya, "Gaunnya cantik 'kan?"

Daffa sedikit melotot, mana boleh secantik ini! "Ga usah pergi."

"LOH?! KOK GITU?"

"Kamu jelek banget. Mending aku sendiri aja ya yang dateng kesana?" alih Daffa tanpa merasa berslaah. Mata genitnya itu masih menatap Ifah bagai harimau yang ingin memangsa sesuatu. "Tidur aja disini."

Sebentar... Sepertinya Ifah mulai mengerti. Gadis itu menyeringai pelan dan menyibakkan rambutnya ke belakang tubuh. "Kalau gitu kamu juga ga boleh pergi."

Cengo, Daffa menyipitkan matanya penuh urgensi. "Yaudah kalau gitu, ga jadi aja kita berangkatnya," acuhnya tak peduli. "Lagipula ini kan acara reunian kamu."

"... Sayang, Kamu malam ini tidur di luar."

Begitu saja. Ifah meraih tasnya dan pergi menuju mobil di depan halaman rumah. Tak memperdulikan Daffa yang sudah kepalang panik di belakang sana. Lelaki itu memanggil nama Ifah berulang kali.

Apa-apaan?! Hanya bercanda, tapi dirinya sudah disuruh tidur diluar begini..

"Naik, kita masih harus pergi." Ifah menaruh tasnya di atas paha. Tanpa menatap Daffa, dirinya bergumam pelan, "Decy masih harus kita musnahkan."

Benar, Decy.

Perempuan itu telah kembali ke rumah beberapa waktu yang lalu, hanya sebentar, sekitar dua bulan penuh karena dirinya yang akan menikah.

"Loh? Kenapa Decy dateng ke acara reunian angkatan kalian?" Daffa bingung.

"Calon suaminya itu teman kelasku dulu," ucap Ifah dengan bahu sedikit terangkat. "Aku kepengen benyek-benyek tuh cewek, berani banget dulu sampai ngatain Mama dan Aku!"

* * *
Hirup pikuk adalah apa yang memasuki pendengaran Ifah kala dirinya mulai menginjakkan kaki di dalam sebuah ruangan cafe indoor.

Satu cafe besar ini telah di booking oleh orang-orang paling kaya dalam jajaran angkatan mereka, hanya untuk melakukan reuni ini, katanya melepas rindu.

Ifah dan Daffa yang memasuki pintu sedari tadi tidaklah terlalu menarik perhatian. Mereka datang sama seperti orang lain yang bahkan telah bersama anak-anaknya.

Dari jauh, samar-samar terdengar percakapan dari meja yang akan Ifah tuju.

"Maaf sebelumnya, kalian kan bakal nikahnya bulan depan nih."

Nikah? Ifah saling bersitatap dengan Daffa, siapa yang akan menikah?

"Hai, maaf sedikit telat," sela Ifah setelah menduduki bokongnya di salah satu kursi. Berdampingan dengan Daffa tentu saja. "Tapi, siapa yang bakal nikah?" tanyanya melanjutkan.

Atensi orang-orang di meja itu teralih padanya seketika. Terkekeh pelan, sang penanya tadi menunjuk seorang perempuan dengan perut membuncit di seberang meja. "Ini, si Zio sama pacarnya."

Oh.. pacar? Pantas saja pertanyaan tadi keluar begitu saja.. perut perempuan itu telah membuncit, sekitar usia 7 bulan.

"Ah, ngejawab pertanyaan Lo tadi." Zio membuat perhatian kembali datang padanya. Lelaki itu terkekeh pelan, menaruh tangannya dan mengelus lembut di kepala perempuan itu. "Gue udah nikah sekitar satu tahun yang lalu, pantes dong kalau Decy udah hamil?"

Decy? Barulah Ifah menyadari kalau wanita itu adalah perempuan yang dirinya berniat tuk balas dendam hari ini. Tatapan dan gerak-gerik Decy telah terlalu banyak yang berubah, terlebih kepalanya juga menunduk dan tangan yang mengelus perut buncitnya.

Sekitar Ifah masih berjalan seperti biasanya, kecuali tatapan gadis itu dengan Decy yang bertubrukan terkunci.

"Loh? Udah nikah terus ngapain nikah lagi sebulan ke depan?" Masih dari orang yang sama.

Zio semakin terkekeh, mungkin tak berniat menahan diri sama sekali. "Bukan nikahnya yang dua kali, itu resepsinya doang. Biasalah, ngidam bini gue sedikit rada-rada."

Decy memerah malu, tangannya mencubit perut Zio sedikit keras. Apa-apaan malah bahas beginian?

Daffa tersenyum kecil, tangannya menggenggam jemari Ifah dengan sesekali mengelus lembut. Dia mendekat, lalu berbisik di telinga istrinya nakal. "Cie, samaan nih."

Reflek Ifah mengelus perutnya pelan. "Yang, nanti kalau anak kita malah temenan sama anak Decy gimana?" bisiknya panik. Perutnya yang sedikit menonjol terasa di tangan perempuan itu. "Takutnya malah ngasih pengaruh buruk!"

Satu meja pun terdiam. Suara Ifah sedikit tidak ditahan. Tapi perkataanya yang kasar dan tak sopan malah membuat Decy terkekeh. "Anak gue cowok, gue doain semoga anak Lo cewek terus nanti kita besanan."

AAAA TIDAK BISA! Begini ekspresi Ifah [😨].

* * *
"Gue minta maaf, waktu itu tindakan yang udah gue lakuin memang udah melebihi garis wajar."

Ifah menunduk, mencuci tangannya du westafel kamar mandi Cafe. "Itu tau."

Decy mengelus perutnya, kebiasaan. Matanya juga menatap perut Ifah yang belum jelas sama sekali. "Gue perempuan, Lo juga, Gue lagi hamil, dan Lo juga lagi mengandung. Hati-hati, kalau jadi orang pendendam pas hamil nanti anaknya ikutan," ledek Decy sengaja.

Tapi itu sukses membuat Ifah termenung. Kata orang jaman dahulu kan memang begitu? Matanya melirik kilat pada wajah Decy, entah mengapa ekspresi wanita itu bagai meledeknya, Ifah kesal.

Terburu-buru Ifah meraih tisu dari samping westafel, mengelap tangannya. Lalu mengulurkan ke depan tubuh Decy. "Maaf diterima. Anak gue ga boleh jadi dendaman kaya Lo."

"Bagus!" Decy tersenyum sumringah, tangannya ikut terulur dan menjabat Ifah dengan penuh semangat. Lupa kalau tangannya masih ada gel sabun. "Eh—"

"DECY, TANGAN GUE!"

Oops.

*******

RILL TAMAT!
Ekspresi Ifah pas tangannya kena gel sabun sekali lagi padahal baru selesai nyuci tangan : [😯😦😨😰😭]

Daffa yang berdiri di luar kamar mandi cewek pas denger istrinya teriak : [😨🧐🤔😱]

Decy pas sadar kalau dirinya bikin ulah lagi : [😩🤓]

🤍

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Where stories live. Discover now