Chapter 60 : Ending.

210 25 0
                                    

Chapter 60 : Ending.

"Gimana? Lolos?" Wajah Daffa tertera jelas di ponsel Ifah, ekspresinya sangat penuh akan harapan. "Lolos dong??"

Ifah terkekeh manis, ia menunjukkan ponselnya yang satu lagi, menunjukkan sebuah tulisan dengan background biru. "LOLOSS!" teriaknya girang.

Nampak Daffa di sisi lain tersenyum sumringah dengan tangan membentuk kepalan yang diangkat tinggi. "Yeeay! Jadi... Kapan kamu kesini?"

Ifah tertawa kecil. "Kan baru lolos sekarang. Ngebet banget mau ketemu cepet-cepet?"

"Iyaa! Kangen. Banget!" Daffa mengerucutkan bibirnya. Bahunya turun lesu. "Maaf, ya, bulan kemaren ga bisa pulang."

"It's okay, sayang," ucap Ifah dengan kepala disembunyikan dari kamera. "Aku kayanya kesana dua minggu lagi. Dua minggu ini mau nemenin Papa dirumah."

Senyum Daffa semakin melebar. Ah, ia sangat ingin meremas pipi Ifah yang kini semakin tembam. "Iya. Sampaiin salam aku buat Papa. Oke?"

"Okee." Ifah melambai mengucapkan selamat tinggal. Ia mengirim kiss bye. "Dadahh, jangan telepon dulu. Aku mau ketemu Papa."

"Ya. Nanti kalau kangen aku chat, kamu yang mulai panggilannya."

"Siip. Dadahh!"

Ifah tersenyum haru. Ah, dirinya sudah menahan diri untuk menangis bahagia sejak tadi. Netranya melirik ponsel, melihat tulisan Lolos di universitas ** jurusan Ilmu Komunikasi. "Lolos. Daffa Alkana Raja, kekasih hatimu datang~~"

Terduduk tiba-tiba, Ifah berdiri dam berjalan menuju ruangan lain di rumahnya. Ia memasuki kamar sang ibu, lalu berucap sembari menggenggam tangan halus Zakka yang tengah mengambil barang-barang Sean. "Ma, aku lolos."

"Alhamdulillah, Kak. Mama mau ke rumah sakit dulu. Kamu mau ngasih tau Papa juga, kan?" Zakka tersenyum lembut.

Meski tak terlalu terbiasa tanpa Sean, wanita paruh baya itu tetap menjalani hidupnya seperti biasa, mencoba seolah tak terjadi apa-apa.

Ifah mengangguk mengiyakan.

"Yaudah, ajak adek juga kali, ya?" saran Zakka.

***

"Papa gantengnya akuu. Udah sekian minggu sejak Papa cuma tiduran disini. Papa ga kangen aku, adek, atau mama gitu?" Ifah menggenggam jemari Sean sedikit keras.

Selain suara lembutnya, suara mesin pendeteksi detak jantung di samping bangsal juga menjadi satu-satunya suara lain.

"Padahal papa sehat-sehat aja, tapi kok terus tiduran kaya gini?"

Netra Ifah memburam, rasanya ia ingin menangis lagi. "Ayo, Papa harus bisa bangun, ya? Adek udah mau masuk SMA, loh."

Ia tersenyum lembut, mengecup punggung tangan Sean yang terus memejamkan mata. "Aku... Lolos SNMPTN di universitas yang sama kaya tempat kuliahnya Daffa. Izinkan aku untuk lanjutin nuntut ilmu kesana, ya, Pa? Aku janji bakal pulang bawa nama yang lebih baik."

"Dan, meskipun Daffa adalah laki-laki yang aku sukai. Tapi, Papa tetep bakal jadi laki-laki pertama yang aku cintai. Daffa ga akan bisa gantiin posisi Papa di hati aku."

***

Menyeret kopernya keluar dari bandara. Seorang gadis cantik dengan kacamata hitam bertengger di hidungnya itu kini sibuk melirik kesana kemari, mencari sesosok laki-laki yang tadi telah berjanji akan menjemputnya disini.

Ia lepaskan pegangan koper, lalu dihidupkannya ponsel dan menekan panggilan telepon pada Daffa di ujung lain.

Saat tersambung, belum sempat Ifah berbicara, Daffa telah memotongnya lebih dulu, "Balik badan."

Ifah reflek berbalik, dan sebuah pelukan hangat segera menyambutnya.

Daffa mengecup kepala Ifah berulangkali, menyatakan rasa rindu yang lama terpendam di dalam hati. "Kangenn~ Pengen aku remukkin tulangmu terus aku gabungin ke badanku sendiri!"

"Ih, kejam banget," protes Ifah. Tangannya ikut melilit pinggang Daffa erat.

Indra penciumannya dapat merasakan aroma parfum familiar. Dan telinganya seolah hanya bisa mendengat suara Daffa. "Wangi, seperti biasa," pujinya mengendus leher kekasihnya.

Daffa terkekeh geli. "Geli."

"Ya gimana. Kangen banget sama kamu."

"Yaudah, iya. Nih endus sampai puas." Daffa memamerkan lehernya ke arah Ifah. Bibirnya menyeringai geli ketika Ifah benar-benar menenggelamkan kepalanya di perpotongan leher Daffa. "Malah beneran?"

"Hmm~ Alafyu, Daffa jelek muka hasil makai borax~"

"Hahaha. Alafyu tu, Ifah. pendek pesek yang hidungnya tenggelam ke dalam daging~"

Mulai saat ini, mungkin mengendus leher Daffa adalah sebuah candu bagi Ifah.

Dan mengecup kepala Ifah, telah menjadi candu yang sangat menyiksa bagi Daffa. Dari dulu, saat ini, hingga nanti, akan terus menjadi hal memabukkan yang Daffa jadikan Candu.

**

YEAYY ENDINGG!

Apakah endingnya tidak sesuai harapan? Terlalu buru-buru? Terlalu tidak ngefeel?

Maaf yh.

Nanti akoh revisi. 😆✌️💘.

Insya'allah ada extra partnya.

Aii <3

ADDICTED || DAFFA [Tamat]Where stories live. Discover now