IL ~ 24 ✅

8.3K 655 28
                                    

ELMO NATHAEL | POV

Aku menatap tubuh yang terbaring di atas tempat tidur di rumah sakit ini. Matanya terpejam dan lengan kirinya tertancap jarum infus. Ia terlihat tenang dalam tidurnya dan tak terpengaruh dengan apapun disekitarnya.

Kuhela nafas panjang. Kuputar tubuhku dan menghadap jendela besar dibelakangku tadi. Pemandangan yang kulihat diluar jendela begitu gelap karena memang saat ini senja sudah menghilang diujung bumi. Saat kutengadahkan kepala, aku melihat banyak bintang bertebaran dilangit yang gelap. Menciptakan kerlip yang menakjubkan. Diantara ratusan bintang yang kulihat, ada dua bintang besar yang berkelip-kelip indah. Sayangnya kedua bintang itu tak saling mendekat namun juga tidak menjauh. Mereka berkelip bergantian seakan-akan mereka bersaudara.

Kutajamkan mataku melihat keindahan kedua bintang tersebut. Kedua lenganku bersilang didada. Lama juga aku perhatikan kedua bintang besar tersebut hingga tanpa sadar seseorang sudah masuk keruangan ini.

"Yang Mulia." sapanya sopan.

Aku berjengit kaget lalu refleks menoleh. Ryo telah berdiri diujung tempat tidur saat aku membalikkan badan.

"Sudah kau kerjakan yang aku minta?" tanyaku.

"Sudah, Yang Mulia. Secara khusus saya sudah menghadap head master dan menjelaskan mengapa anda dan juga Prince Alfiant tidak masuk sekolah sesuai jadwal. Mereka juga menitipkan permohonan maaf karena tidak bisa menemui anda berdua disini. Tapi mereka mendoakan Prince Alfiant cepat sadar." papar Ryo.

Aku mengangguk. Lalu kupalingkan mataku menatap Marcus yang masih tertidur pulas. Dan ia tidak sedang berakting tidur tapi benar-benar tertidur.

"Apa Prince Alfiant akan sadar?" Kupalingkan wajahku menatap Ryo tajam.

"Apa kau berharap dia mati?" tanyaku ketus. Entah apa warna wajahku tapi aku merasa marah dan panas disana.

Ryo langsung membungkukkan badannya. "Maafkan saya, Pangeran. Saya tidak ber-"

Aku mendengus keras dan berjalan mendekatinya. Kedua telapak tanganku mengepal disamping tubuhku. Ryo masih membungkukkan badannya.

"Pertanyaanmu itu seakan tidak menginginkan ia sadar." potongku dingin. Aku tak tahu apa yang terlukis diwajah Ryo karena ia tak juga menegakkan badannya.

"Alfiant akan segera sadar. Dan itu tak lama lagi. Jadi kau boleh kecewa karena harapanmu tidak terwujud." lanjutku sarkas. Kulihat tubuh Ryo sedikit bergetar didepan perutku.

Kulangkahkan kaki menuju tempat tidur Marcus dan duduk disana. Aku mengangkat tangan kanannya yang bebas dan mengecupnya. Dari sudut mataku, kulihat Ryo sudah menegakkan badannya dan memandangku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Segurat senyum tipis samar tersungging diwajahku. Got you!

"Sekarang kau bisa beristirahat. Kau pasti masih jetlag karena perjalanan jauh tadi. Besok baru kita bicara." perintahku. Aku masih menatap wajah Marcus namun sudut mataku menangkap Ryo yang menatapku tajam. Namun kemudian wajahnya berubah menjadi flat seperti biasa.

"Baiklah, Yang Mulia. Saya akan menemui anda besok." Lalu Ryo menganggukkan kepalanya dan berjalan keluar ruangan. Saat kudengar suara pintu membuka dan menutup, kulepaskan genggamanku pada tangan Marcus. Marcus tak bereaksi apapun dengan apa yang kulakukan.

Aku bangkit dari tempat tidur Marcus menuju pembaringanku sendiri. Sejak Alfiant selesai operasi, aku memutuskan untuk tidur diruangan yang sama dengannya. Ada untungnya gelar kebangsawanan yang kupunya. Aku jadi punya akses dan tentu saja fasilitas khusus dimanapun aku berada. Termasuk menempatkan sebuah tempat tidur untukku beristirahat.

INCREDIBLE LOVE [BxB] #1 ✔Where stories live. Discover now