IL ~ 04 ✅

28.4K 1.7K 75
                                    

IL ~ 04
.
.
.
ALFIANT SUKI | POV
.
.
.
Sudah hampir 2 minggu sejak kejadian di taman, aku tidak pernah ketemu dengan Pangeran Elmo lagi. Hal itu dapat dimaklumi karena kelas kami tidak pernah saling berhubungan. Murid-murid di kelas khusus mempunyai segala fasilitas sendiri yang menunjang kegiatan belajar mengajarnya. Mereka punya kelas bahasa, biologi bahkan lapangan basket mini yang ada di atap gedung. Pokoknya terasa berada di 'pulau' pribadi. Fasilitas mereka sangat lengkap dan pastinya kualitas terbaik.

Berbeda jauh dengan fasilitas yang kami miliki. Ruang kelas yang kami tempati standar, sama dengan sekolah lain. Begitupun fasilitas ruang prakteknya. Namun ada keuntungan tersendiri dengan adanya kelas khusus tadi. Kami dapat menikmati fasilitas yang sama walaupun 'bekas'.

Ya, fasilitas yang kami nikmati sekarang berasal dari barang-barang yang dulunya digunakan murid kelas khusus. Setiap semester, kelas khusus mengganti barang-barang yang ada di ruang praktek atau kelas dengan yang baru. Kepala sekolah kami tidak mau membuang barang-barang bekas yang dibeli dengan harga mahal itu. Sebagai gantinya, kami di kelas reguler lah yang menikmatinya.

Dan seperti saat ini, kami sedang berada di kelas bahasa. Kami sedang mendengarkan materi pelajaran yang disampaikan melalui layar komputer di masing-masing bilik. Jangan mengira kelas reguler maka sistem pengajaran standar. Sekali lagi, kita diuntungkan dengan status sekolah internasional yang disandang. Para pengajar disini punya gelar kependidikan yang gak bisa diremehkan. Beberapa pengajar kami bahkan bergelar profesor. Walau kami kelas reguler tapi kami juga punya kelas khusus untuk anak-anak yang punya kecerdasan diatas rata-rata. Dan jika seorang murid meraih peringkat pertama di kelas khusus reguler, dia bisa 'mencicipi' kelas khusus di atas.

"Kau udah tahu materi ini?" bisik Hotma sambil mendekat ke arahku.

Aku menggeleng dan mengangkat bahu. "Entahlah. Ini bener-bener materi baru yang gak aku prediksi sebelumnya."

"Andai kamu masih berhubungan dengannya, kita gak akan kebingungan seperti ini." bisiknya lagi. Kali ini lebih pelan sehingga seperti tanpa suara.

Aku mendelik kesal dan menoleh kearahnya. Hotma menjauhkan wajahnya seraya menahan senyumnya setelah melihat reaksiku.

"Yah...dia kan bisa berbagi materi pelajaran dengan kita. Biasanya anak-anak atas udah dapet materi pelajaran lengkap saat mereka masuk di hari pertama." Mengacuhkan sikapku tadi.

"Kamu pura-pura ato bener-bener lupa sih? Nothing happen between us!" desisku.

"Nah, itulah sayangnya. Coba waktu itu kamu minta nomor telponnya, kan kita bisa tanya materi ini." Cengiran lebarnya membuatku semakin kesal, mengacuhkan penjelasanku.

Aku sudah menceritakan kejadian di taman pada Hotma dan Rian. Bahkan aku mengatakan tak mau bertemu lagi dengannya. Rasa malu dan takut telah membuatku menghindarinya. Untungnya kelas kami tak pernah 'bersentuhan' sehingga kemungkinan bertemu kembali sangat kecil bahkan zero.

"Kenapa kamu juga gak tanya nomor teleponnya? Kan kamu juga ketemu dia?" tanyaku balik.

"Loh, yang lebih lama sama dia kan kamu, Al? Aku kan cuma sebentar ngomong ama dia lalu disuruh nganter surat izin ke BP." Masuk akal sih!

Aku diam tak mengindahkan ucapan Hotma. "If nothing happen, why you look upset? Lagi PMS ya?" godanya lagi.

Aku cepat-cepat mengenakan headset, menghindari pertanyaan Hotma. Ya, sejak kejadian itu, aku lebih sering melamun dan uring-uringan. Aku sendiri bingung dengan sikapku ini. Seperti ada perasaan bersalah dan rindu yang datang bersamaan.

INCREDIBLE LOVE [BxB] #1 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang