IL ~ 25 ✅

7.8K 643 31
                                    

ELMO NATHAEL | POV

Aku duduk disamping pembaringan Marcus saat kudengar suara pintu terbuka perlahan. Dengan cepat kuraih tangan Marcus untuk kugenggam dan menciuminya. Mataku tetap focus pada wajah Marcus saat kudengar suaranya.

"Mereka ada sini, Yang Mulia." Tanpa menoleh-pun aku sudah tahu siapa yang memberitahukanku.

"Selamat pagi,Yang Mulia Pangeran." sapa seseorang yang membuatku tersenyum kecil. Aku memalingkan wajahku untuk menatapnya.

"Selamat pagi Kolonel Suarez dan dr. Anton." balasku. Keduanya mengangguk sopan padaku. Begitu pula dua orang perawat pria yang kemarin mengikuti kami. Ben melirik pada genggaman tanganku dan Marcus. Ia mengerling samar. Aku mengalihkan mataku pada wajah Marcus lagi.

"Jika anda ijinkan, saya akan memeriksanya, Yang Mulia." kata dr. Anton yang tiba-tiba sudah berada disebelah tempat tidur Marcus. Aku mengangguk tanpa melepaskan genggamanku.

Dr. Anton mulai memeriksa Marcus dibantu oleh salah satu perawat. Sementara perawat satunya terlihat sedang membereskan tempat tidurku. Aku meliriknya sekilas dan menangkap sesuatu yang diselipkannya dibawah bantalku. Untungnya ada tirai yang mengitari tempat tidurku sehingga hanya aku yang bisa melihatnya. Kualihkan mataku pada dr. Anton yang ternyata memperhatikan gerakan mataku.

"Dia stabil, Yang Mulia." kata dr. Anton. Aku mengangguk lirih. Aku memang memasang wajah sedih dihadapan semua orang yang berada diruangan ini.

"Tapi kapan dia sadar, dokter?" tanyaku penasaran. Kuberikan tatapn sedih pada dr. Anton yang dibalasnya dengan tatapan prihatin(?).

"Saya tidak bisa memberikan jawaban pasti, Yang Mulia." jawab Anton. Aku mendesah. Pikiranku berselancar pada kondisi Alfiant dan kurasa Anton juga menyadarinya.

"Kita semua berharap Pangeran Alfiant akan cepat sadar. Kita hanya bisa menunggu 'keajaiban' itu, Yang Mulia." lanjut dr. Anton. Lalu ia membalikkan badan dan berhadapan dengan perawat dibelangnya. Aku mendengar ia memberikan catatan tentang kondisi Marcus. Kupalingkan wajah untuk menyembunyikan senyum geli.

"Kalau begitu kita keluar dulu, Yang Mulia." pamit dr. Anton. Kutegakkan badanku dan berdiri menghadap orang-orang yang sejak tadi berdiri diujung tempat tidur Marcus. Aku kembali memasang wajah sedih. Ben menatapku datar seperti biasa sedangkan dr. Anton memberi senyuman tulus.

"Terima Kasih, dokter. Dan juga untuk anda, Kolonel Suarez." Kujabat tangan kedua orang tersebut. Ryo juga mengikuti gerakanku dengan menjabat tangan keduanya.

"Itu tugas kami, Yang Mulia." ujar Ben. Aku mengangguk sopan. Tatapan tegas Ben seolah memberikan isyarat samar. Aku mengangkat segaris senyum tipis sambil melirik Ryo.

Saat semuanya pergi dari ruangan Marcus, Ryo mendekatiku. Dilengan kanannya terselip beberapa folder transparan. Didalamnya terdapat beberapa kertas print.

"Ini beberapa dokuman yang anda minta, Yang Mulia. Termasuk tugas-tugas sekolah yang baru diberikan lewat email." jelas Ryo.

Aku menghela nafas lalu melewatinya menuju sofa berbentuk L yang ada diruangan ini. Ditengahnya ada sebuah meja kecil yang menemani sofa tersebut. Aku duduk di sofa yang panjang sementara Ryo disebelahku. Sebuah notebook dan tablet sudah tersedia diatas meja. Tak lama kemudian, kami larut dalam pekerjaan yang telah menanti.



*****



"Apa anda menginginkan makanan special, Yang Mulia?" Tanya Ryo. Aku menggeleng seraya merebahkan kepalaku diatas puncak sofa. Kelelahan menggelanyutiku karena sejak pagi berkutat pada dokumen dan berkas-berkas yang menyita perhatianku.

INCREDIBLE LOVE [BxB] #1 ✔Where stories live. Discover now