Sesulit ini menjadi seorang Bukit

19 12 12
                                    

~~~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~~~

"Bagaimana kabar kalian hari ini?" Tanya seorang Guru berjenis kelamin perempuan, usianya sekitar 50 tahun-an. Ia adalah guru mata pelajaran Matematika

"Alhamdulillah, Bu" Semua murid menjawab dengan kompak

"Oke, karena hari Senin kemarin kita sudah melakukan ulangan harian, Jadi sekarang saya akan memberikan kertas jawaban kalian beserta nilainya"

Semuanya mendadak menjadi tegang, karena takut nilai mereka tak seindah ekspetasi. Begitupun Naya yang cemas sambil tak sadar menggigiti kuku-kuku jari tangannya,

Tetapi lain halnya dengan Bukit yang memasang wajah tenang nan damai.

"Aldino!"

Guru mulai memanggil nama murid sesuai absen masing-masing,

"Anaya Karlina!"

Saat tiba giliran Naya, Naya bangkit dan berjalan ragu mengambil kertas jawaban miliknya, lalu kembali ke bangku dan dengan perlahan ia melihat angka yang tercantum di sana,

Nilai menunjukkan angka 95. Naya menarik nafasnya kecewa dan bergumam "Yaah.. 95."

Bukit memperhatikan gerak-gerik Naya dari tadi, dan penasaran nilai berapakah yang membuat Naya menunjukkan wajah kecewanya itu. Apakah nilainya kecil?

Absen terus berlanjut dengan berbagai wajah yang ditunjukkan oleh masing-masing dari teman sekelasnya.

Setelah semua kertas jawaban beserta nilai sudah dibagikan, Bukit heran, mengapa namanya tak disebut? Dan, mana kertas jawabannya?

Dengan berani ia bangkit dari duduknya dan bertanya "Bu! Kertas jawaban saya mana? Kok tidak dibagikan?" Tanyanya.

Sang guru menjawab, "Kertas jawaban? Memangnya kamu masuk pelajaran saya waktu itu? Kamu mengerjakan semua soal?"

"Kamu lupa kalau kamu itu tidak mengikuti ulangan harian matematika?"

"Pasti tahu kan nilainya berapa?"

Ya, Bukit ingat sekarang. Waktu itu ia dikeluarkan gara-gara tercyduk bertanya kepada Naya. Ckckck, kenapa dia bisa lupa.

Bukit bungkam dan kembali duduk di bangku. "Saya heran, mau jadi apa sih kamu? Bagaimana kalau orang tua kamu kecewa nantinya? Orang tua kamu itu bayar kepada saya dan guru-guru di sini untuk membuat kamu menjadi terdidik dan pandai. Ini mah apa. Ulangan harian pelajaran saya aja gak ikut. Nilai PTS waktu itu aja dibawah KKM. Kamu itu harusnya berpikir, ingat orang tua kamu yang susah payah membayar SPP Setiap bulannya..."

Dan banyak lagi nasihat yang dilontarkan oleh guru tadi kepada Bukit. Bukit hanya memasang wajah malas tanpa mendengarkan semua nasihat dari gurunya.

****

Jam istirahat tiba, Bukit dan kedua temannya pergi ke kantin sekolah seperti biasanya. Mereka memilih tempat duduk lalu memesan makanan

"Lu mau apa, Kit?"

BUKIT (END)Where stories live. Discover now