Calon Mertua

18 12 11
                                    

~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~~~

Hari demi hari Bukit jalani dengan perasaan yang datar. Ia memang tak bersyukur atas restu dari Ibunya, ia malah ingin Ibunya menyuruhnya untuk cepat-cepat menikah. Memang aneh anak itu.

Hari-hari biasa telah dimulai kembali. Bukit menjalani semester 2 dengan bahagia. Mau bagaimanapun ia harus memanfaatkan dan mengenang masa-masa sekolahnya, jika tidak, ia takkan mempunyai kenangan apapun, dan itu akan rugi menurutnya.

Bukit mencoba menjalani hari dengan semangat lebih, ya walaupun terkadang ia sering khilaf saat melihat Naya, tetapi ia menanamkan kalimat ini dalam dirinya, "Bentar lagi Kit, sabar."

Pagi hari ini adalah hari Senin, ya, waktunya Upacara bendera, hal yang wajib di negara kita ini, Indonesia. Bukit yang biasanya tak memakai sabuk dan sering membiarkan kancing baju atasnya terbuka, sekarang ingin mengubah habitat buruknya,

Bukit mengaitkan kancingnya, tapi masih membiarkan kancing bagian atas untuk terbuka, karena menurutnya jika ia mengaitkan semua kancingnya, itu terlihat seperti anak cacingan.

Jari-jemarinya menyisir rambut dengan minyak rambut, agar terlihat rapih. Lalu tak lupa juga memakai parfum di baju dan sekitar lehernya, setelah siap, ia pun segera ke rumah Naya.

"Nay, Aku udah di depan" Kata Bukit di telpon

Naya menjawab agar Bukit menunggunya sebentar, sebab ia akan membeli suruhan Ayahnya. Bukit setuju dan mengajukan untuk menunggu Naya di depan rumahnya

Saat sampai tujuan, Bukit berdiri di depan pintu, menunggu Naya yang masih diluar membeli entah apa itu untuk Ayahnya. Bukit tak menyadari saat Pak Mahdi keluar dari rumah, ia kaget melihat Bukit

"Loh, ngapain disitu? Lu nungguin si Naya??" Tanya beliau

Bukit mengangguk dan tersenyum, "Iya Pak"

"Oh, dia lagi gua suruh beli itu dulu bentaran, gak apa-apa kan ya??"

"Iya, gak apa-apa"

"Yaudah sini masuk dulu, tungguinnya di dalem aja. Malu, dikira orang-orang ntar gua kejem banget gak bolehin lu masuk. Udah sini masuk"

Bukit mengangguk lagi, lalu ikut masuk dengan Pak Mahdi.

Mereka berdua duduk saling berhadapan di kursi ruang tengah. Pak Mahdi melihat Bukit dengan teliti

"Gua ngerasa ada yang aneh sama Lu, Kit"

"Lah? Aneh gimana dah, Pak?"

"Aneh. Lu tau aneh kan? Gua bilang Aneh, bukan nyeleneh! Lah kuping lu kenapa dah?"

Bukit menelan ludahnya sendiri. Ia tak mau berdebat saat ini, biarlah Pak Mahdi melakukan apapun sesukanya.

"Lu kayak keliatan bersih gitu. Dulu mah gua liat tuh, elu kucel banget. Kayak yang kagak diurus. Sekarang Mak lu udah ngurus? Alhamdulillah dah"

BUKIT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang