BAB 37

98 8 5
                                    

INTAN melihat refleksi dirinya di hadapan sebuah cermin perak. Rambut lurusnya disikat rapi ke bahu, kemudian tangan naik menyentuh wajahnya yang pucat dan tidak bermaya itu.

" Apakah aku masih punya waktu untuk bertemu dengan baginda buat kali terakhir? " Soal Intan pada diri sendiri.

Krim berwarna merah itu dipandangnya lalu diambil kemudian disapunya rapi atas bibir. Setelah itu, dia menerbitkan sebuah senyuman palsu.

" Suri. Beta mahu berangkat ke alun-alun istana. Taruh solekan pada wajah beta supaya mereka tidak menganggap yang beta sekarang ini sedang tenat. " Arahnya pada Suri. Lantas wanita itu bangun lalu bergerak menuju ke arah Intan.

Alat barangan kemas dan solekan itu disusun rapi sebelum dia menyapu krim berwarna pic itu pada wajah Puteri Mahkota tersebut. Belum sempat Suri menaruhnya, Intan terlebih dahulu menghalang perbuatannya sambil menggeleng perlahan.

" Bukan kamu. Beta mahu Anggun yang lakukannya. "

" Tuanku tidak kisah jika dia tahu tentang keadaan Tuanku? " Balas Suri kemudian Intan mengangguk.

" Buat apa sembunyikannya lagi. Dia sudah tahu dan mungkin sekarang ini dia rasa sakit dan pedih tatkala melihat rakan yang sama-sama membesar dengannya menghidap penyakit yang sukar untuk disembuhkan. Lagi pula, masih ada rahsia antara dia dengan beta yang belum terungkai. " Tenang dia menjawab.

" Baiklah, Tuanku. Hamba akan memanggilnya sekarang juga. "

" Sebaik sahaja dia ke mari, beta mahu kamu dan semua dayang yang menjaga beta dalam kamar ini untuk keluar sebentar. Beri beta peluang untuk meluangkan masa bersama Anggun. " Kata Intan memberi arahan kepada wanita tersebut.

" Menjunjung perintah, Tuanku. "

Jawabnya kemudian segera berdiri lalu berjalan keluar dari kamar beradu Puteri Mahkota tersebut. Intan yang masih berada di dalam mula menunduk, memandang sapu tangannya yang dipenuhi dengan darah pekat.

Tanpa membuang masa, dia lantas menyembunyikannya di bawah meja solek itu agar Anggun tidak berasa resah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kini, Anggun dan Intan bersendirian di dalam kamar itu. Anggun perlahan-lahan berjalan menuju ke arah Intan dengan kegelisahan. Wajahnya yang pucat, mata yang layu dan badannya yang semakin kurus itu sememangnya sudah mampu membuatkan Anggun cukup sedih.

" Taruh solekan ke wajahku. Aku tahu engkau pakar dalam hal ini, Anggun. "

Gadis itu menunduk memandang lantai. Tatkala setitik air mata mencium lantai, dia segera mendongak kembali.

" Apa engkau mahu aku taruh solekan seperti penyanyi opera cina? " Tanya Anggun lalu dibalas dengan tawa kecil Intan.

" Jika itu antara solekan yang membuatkanmu berasa puas, maka lakukan lah. "

Anggun berdecit lalu melabuhkan punggungnya di hadapan Intan. Alat solek dipandang satu persatu sebelum memandang wajah sahabatnya itu.

" Sepertinya engkau sudah lelah dengan dunia, Intan. " Ujar gadis itu.

" Engkau juga sama. Malah engkau sudah lelah sejak bertahun-tahun lalu. Entah bagaimana engkau boleh bertahan sehingga ke hari ini. "

Anggun tersenyum palsu lalu mengambil rentang yang sudah diselaputi krim berwarna pic itu. Perlahan-lahan dia menaruhnya di seluruh wajah Intan.

" Mengapa engkau memutuskan untuk bekerja sebagai dayang istana? " Soalnya dengan mata tertutup.

Tindakan Anggun terhenti seketika.

" Untuk melakukan khianat? "

" Jika itu bukan niatku, maka aku sudah berbohong. " Balas Anggun kemudian menggerakkan semula rentang itu.

Puas Ku Merayu [H]Where stories live. Discover now