10. MTNI

4.2K 771 55
                                    

"Ta! Ta! Ke sini!"

"Ryn bagian gue ih!"

"Nay! Itu tuh arah ring kita!"

"Je, ngapa lo malah megangin baju gue?!"

Bella menggeleng, menyaksikan teman-temannya yang tengah bergerombol di tengah lapangan. Katanya sih Basket, tapi lebih mirip seperti kelompok ayam yang memperebutkan satu cacing. Tak peduli mematuk siapa, mau lawan atau kawan, semua ditrabas.

"Kenapa ya cewek kalo main bola suka gitu?" Bella yang duduk di bawah pohon itu menopang dagu melihat kerancuan yang dilakukan anak-anak cewek kelasnya itu. Para anak laki-laki sudah teriak-teriak memberi arahan, tapi malah dianggap tim hore-hore untuk menambah semangat mendapatkan bola.

"Kalau kamu emang paham, sana ikut, bukan di sini."

Bella mendongak lalu mendapati Pak Restu--guru olahraga mereka yang kini berdiri tidak terlalu jauh darinya.

"Nggak bisa lah, Pak," ucap Bella seraya memeluk kakinya. Menariknya lebih merapat agar tidak terkena sinar matahari.

Guru itu menghela napas. "Kamu itu tinggi padahal, tapi kenapa nggak suka olahraga. Saya heran."

"Bukan nggak suka, Pak. Kalau jam olahraganya nggak tengah hari begini, saya juga mau. Malah seneng bisa bakar kalori." Bella sudah pernah mengajukan usul untuk digantinya jam olahraga, tapi suaranya tidak terlalu kuat untuk membuat perubahan.

"Makalah kamu yang minggu lalu belum dikumpulin."

Bella menunjukkan deretan giginya. "Nanti gabung sama yang minggu ini ya, Pak?"

"Iya-iya terserah, saya malah mulai bosan lihat makalah dari kamu."

Karena Bella tak pernah mau ikut kegiatan olahraga di lapangan dan memilih berteduh, sebagai gantinya untuk mendapat nilai Bella akan membuat makalah tentang materi setiap minggunya. 'Setiap minggu', bayangkan saja ini sudah pertengahan semester 2, bagaimana Pak Restu tidak bosan.

"Nih."

Bella mengernyit begitu Pak Restu mengulurkan sebuah kertas padanya.

"Ambil."

Bella pun menerimanya. Matanya seketika membelalak begitu melihat bahwa kertas itu adalah formulir pendaftaran MTNI atau Miss Teenager Indonesia.

"Pak?"

Pria itu mengangguk-angguk. "Meski di pelajaran saya kamu itu yang paling minus, tapi bukan berarti kamu gagal dari semuanya."

"Bapak...." Mata Bella terlihat berbinar-binar penuh haru

"Sudah-sudah, nggak perlu seterharu itu. Saya nemunya nggak sengaja kok."

Bella menahan senyumnya. Bella tentu tahu tentang kompetisi ini, ia pernah mempelajari alur pendaftarannya. Jadi, tidak mungkin Pak Restu hanya sekedar tidak sengaja. Guru seperti ini nih perlu diviralkan. Bukan hanya menghakimi murid, tapi membantu mendorong dalam potensi yang dipunya.

"Makasih ya, Pak."

Pak Restu mengibas-ngibaskan tangannya. "Persiapin yang bener, kamu nggak wajib banggain sekolah, yang penting kamu nikmatin prosesnya."

Bella mengangguk-angguk dengan raut cerah. Iaterus memandangi kertas di tangannya itu. Pada lembar di sebelahnya ada keterangan mengenai ketentuan-ketentuan kompetisinya.

Tanpa disangka, bola yang tengah diperebutkan malah tertendang jauh keluar dan mengarah pada Bella. Semua sudah melotot tegang, tapi dengan santainya Bella menangkap bola yang hanya tinggal beberapa centi lagi dari kepalannya itu. Dia bahkan tidak mengalihkan pandangan dan masih fokus membaca poin-poin dalan formulir itu.

Pacaran [TAMAT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz