33. Sosok yang Sama

3.4K 646 74
                                    

Alfian memiringkan wajahnya. Menelisik penampilan Bella secara keseluruhan dan mengerjap beberapa kali. "Kamu berubah banyak," ucapnya kemudian menyunggingkan senyum.

"Papa kaget waktu liat tanda tangan kamu."

"Sampe diam-diam nyari tau." Bella berujar dengan sinis yang membuat Alfian tertawa.

Dia memang orang yang sama, pikirnya.

"Karena Papa kangen kamu, dan sangat tidak menyangka kalau kamu jauh lebih kangen ke Papa sampe yang pertama datengin kayak gini." Alfian merentangkan tangannya, seolah menantikan sebuah pelukan.

Bella menatap datar. "Om tau 'kan maksud tujuan saya di sini?"

"Oh, bukan buat kasih pelukan?" Alfian mengetuk dagu di telunjuk. "Kalau begitu karena kamu kesal anak Papa nggak sengaja nyinggung kamu yang lagi bersantai?"

Bella menatap datar. "Oke-oke, biarkan Papa berpikir sebentar." Kening Alfian berkerut-kerut yang kemudian berubah menjadi binar antusias.

"Bella ya?" Alfian tersenyum lebar. "Kenapa Papa nggak sadar padahal kamu cuma ngubah nama setipis itu? Apa ini hasil doa kamu yang dari dulu suka ngatain Papa bodoh ya?"

"Jadi, udah ngerti?"

Alfian mengangguk. "Dua putri Papa lagi rebutan cowok yang sama."

Bella memutar bola mata dengan helaan napas. "Terima uang dari Chandra." Alfian tidak bisa diajak basa-basi

"Nggak bisa sayang, itu keinginan putri Papa. Kamu tahu sendiri Papa itu suka melakukan apa pun yang diinginkan sama putrinya. Cinta Papa terlalu besar. Kamu tau itu."

"Terima," ujar Bella dengan penekanan tajam.

"Kalau kamu mau Gavin, kamu bisa bersaing sehat sama Clara, Papa janji nggak bakal bantu dia soal urusan itu."

"Utang budi adalah bukti bantuan Om pada Clara."

Alfian tertawa jenaka. "Kamu tau Papa bukan orang yang suka memperhitungkan hal begitu. Gavinnya saja yang tidak enakan padahal Papa memang hanya membantu.

"Kalau soal Clara yang mengambil celah dari sana, ya dia memang agak licik, tapi Papa nggak punya tanggung jawab untuk isi kepala seseorang 'kan? Intinya kamu 'kan tau uang bukan masalah buat Papa."

Bella memutar bola mata dengan muak. "Sayangnya saja juga tau Om bukan orang yang sudi jatuh sendirian."

Alfian tertawa lebih kencang, sekarang dia bahkan sambil bertepuk tangan. "Kamu semakin pintar, selalu mengagumkan seperti biasa."

"Saya serius, terima lagi uang itu."

Alfian terdiam beberapa saat. Raut jenakanya perlahan menghilang terganti dengan keseriusan. Keinginan Bella tidak mudah tergoyahkan. Dan dia sangat tahu bagaimana Bella akan berusaha keras, melakukan segala cara sampai terwujud.

Alfian berjalan lebih dekat, meraih tangan Bella kemudian menangkupnya dengan lembut. Selayaknya seorang ayah yang penuh cinta pada putrinya.

"Jika kamu kembali. Saat itu Papa akan putuskan segala hal yang berhubungan sama keluarga Gavin."

Bella menarik tangannya. "Nggak perlu. Karena saya ke sini buat kasih perintah, bukan negosiasi."

Suara langkah yang mendekat menarik perhatian. Perempuan-perempuan tadi sudah kembali dengan bawaan masing-masing. Ada yang membawa flashdisk, sampai dokumen nyata berbentuk kertas.

"Apa ini?" Alfian terlihat kaget. Ia pun menatap Bella menuntut jawaban. Dirinya pikir Bella datang sendirian.

Bella mengangkat bahu dengan cuek. "Kelihatannya?"

Pacaran [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang