24. Rumah Gavin

4K 745 102
                                    

Gavin hendak mengantar Bella pulang, tapi di tengah perjalanan Bella terpikir akan kemungkinan respon 'hebat' yang diberikan oleh keluarganya. Syukur-syukur mereka iba, tapi sayangnya itu masuk ke ranah kemustahilan. Daripada Bella memutar otak untuk menormalkan pandangan Gavin nantinya, Bella pun meminta Gavin untuk mengantar membeli baju saja.

Bella tidak tahu seperti apa pemikiran Gavin, yang jelas dia malah membawa Bella ke rumahnya. Apa boleh buat, Bella pun tidak tahan dengan kejelekan dirinya

Bella diperkenankan mandi di kamar Jola, dia juga dipinjamkan baju cewek itu. Sayangnya karena tinggi tubuh yang berbeda jauh, gaun yang seharusnya di atas garis lutut itu malah jadi setengah paha. Bukan jelek, malah lebih terlihat manis. Roknya jadi lebih mengembang berkat lekuk  pinggang tajam yang Bella punya.

"Cantik banget, Bella," puji Gita dengan senyum yang manis. Dia menghampiri Bella yang tengah menggosok rambut dengan handuk.

"Sini, Tante bantu keringin rambutnya."

"Nggak papa Tante, Bella bisa sendiri kok."

"Nggak papa." Gita meraih bahu Bella kemudian membuatnya terduduk pada bangku rias. Menghadap cermin berbentuk oval dengan ukiran di sekelilingnya.
Senyum senantiasa menghiasi wajah Gita. Tangan kanannya menyalakan hair dryer, sementara tangan yang lain mengurai rambut yang tergabung karena basah.

Di lain sisi atensi Bella ditarik habis. Tak sedikit pun pandanganya teralih atas apa yang Gita lalukan. Dari cermin Bella melihat bagaimana Gita menyentuh rambutnya, mengusap dengan lembut, sesuatu yang ... belum pernah Bella rasakan sebelumnya.

Mamanya tidak pernah melakukan hal itu padanya.

Tapi tunggu, membayangkan Venni bersikap seperti Gita ... Bella tiba-tiba merasa mual.

Memang benar, Tuhan sudah menempatkan segala sesuatu dengan adil. Manusia cukup menerima dan mensyukurinya.

"Rambut Bella bagus banget ya, perawatannya apa aja?"

"Gitu-gitu aja kok, Tan." Bella memilih jawaban netral. Jika dijelaskan yang ada Bella akan terlihat seperti pegawai salon yang tengah promosi.

Gita mengusap pipi Bella dengan gemas. "Tau nggak, baru tadi pagi Tante nanya Gavin kapan ajak Bella main ke sini, eh Gavin bilang nggak bakal. Tapi belum ada satu jam Gavin malah bawa Bella ke sini, ya meskipun bukan karena hal baik. Menurut Bella ini takdir bukan?"

"Mungkin kebetulan aja, Tan." Bella tersenyum kecil dengan wajah sedikit menunduk.

"Bella sopan banget ya."

Tangan Bella meremas kecil. Ia ingin merasa senang, tapi sosok dalam dirinya sudah terbahak menertawai.

"Jola orangnya cerah banget ya?" tanya Bella mengalihkan topik. Tidak ingin Gita sampai melihat keanehan dari dirinya. Atau wanita itu menemukan jika Bella tidak sesopan pendapat dia itu.

"Kamu pasti nilai dari tempelan warna-warni yang banyak banget 'kan? Dia memang suka membuat catatan. Segala hal yang dia temui pasti ditulis di sticky note " Gita menatap ruang kamar putrinya itu.

"Kalo sama yang kenal deket sih emang berisik, tapi di luar itu, disapa pun dia nggak bakal nyaut." Gita tertawa kecil. "Eh ini rambut kamu mau ditata apa digerai aja?"

"Digerai aja, Tan."

Gita pun mulai menyisir rambut Bella yang sudah kering itu. Gerakannya benar-benar sangat lembut hingga Bella tidak merasakan rambutnya tertarik.

"Beres, udah cantik."

Bella menoleh pada wanita itu. "Makasih ya, Tan."

Gita mengangguk. "Ya udah, kita keluar yuk."

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now