49. Pacaran (Tamat)

7.3K 759 196
                                    

Gavin masih terheran-heran dengan sistem penyembuhan tubuh Bella. Entah emang prosesnya lebih cepat dari orang lain, atau Bella yang terlalu bodoh amat akan kondisinya. 3 minggu saja belum, tapi Bella sudah tidak mau memakai penyangga dan menggunakan tangannya tanpa sungkan. Dia bergerak ke sana-kemari seperti orang yang tidak pernah mengalami cidera.

"Ini bisa dipikirin ulang, mungkin nggak perlu ke sana sekarang."

"Kalo nggak mau ikut nggak papa, gue cuma mau pinjam motornya kok." Bella menggigit ikat rambut, sementara kedua tangannya meraup semua rambut dan merapikannya. Ia mengambil ikat rambut itu dan membuat ponytail.

Gavin tak mengalihkan pandangan barang sedikit pun. Bella memang tidak seperti dulu saat awal kenal. Di mana segala hal yang menempel di tubuhnya penuh dengan perhitungan agar selalu melambangkan kefeminiman. Sekarang Bella lebih santai. Gavin lebih sering melihat Bella memakai celana training dan kaos lengan pendek dibanding gaun. Dia juga kadang mencepol asal rambutnya tanpa memperhitungkan cermin dan sisir seperti dulu lagi.

Namun, memang pada dasarnya Bella punya auranya sendiri. Mau apa pun yang dia kenakan, dia tetap cantik. Bahkan semakin hari rasanya dia semakin cantik saja. Gavin semakin kesusahan menahan perasaannya.

Gavin memang bertekad tidak akan menyerah, tapi karena Bella tidak merespon, tetap saja hasilnya tidak ada kemajuan. Perasaannya tidak berbalas. Belum.

"Mana kuncinya?"

"Berangkat sekarang?" Gavin merogoh saku seraya mendekat ke arah motornya.

Bella menahan lengan Gavin. "Gue yang bawa motornya."

"Nggak." Gavin bukan orang yang akan merasa gengsi karena cewek lebih kuat dari dia, Gavin tidak bisa membiarkan Bella yang belum jelas sembuh itu melakukan hal-hal yang aneh.

"Nggak bakal dibikin lecet kok." Bella memasang wajah memohon.

"Nanti gue biarin lo peluk-peluk gue," bujuknya mengedip-ngedipkan mata.

Gavin memasang tatapan datar. "Meskipun itu hal yang gue inginkan, tapi gue lebih ingin cewek yang bahkan nggak pasti udah sembuh atau nggak ini diem aja di belakang."

"Vin."

Gavin sedikit membungkuk di depan Bella. Tanpa menunggu persetujuan dia menggendong cewek itu. Dia pun berjalan ke arah motor dan menaikinya. Secara otomatis Bella pun duduk pada jok di belakangnya.

Bella berdecak. "Gue nggak bakal pegangan sama lo!"

"Nggak papa." Gavin menyalakan motornya, dia pun melaju meninggalkan pekarangan rumah Bella.

Tempat yang mereka tuju cukup terpencil. Sedikit pemukiman dengan badan jalan yang tidak cukup bagus. Bella mengingkari ucapannya. Pada akhirnya kedua lengannya melingkar pada perut Gavin. Dia bahkan menaruh dagu di bahu cowok itu.

Bella menatap nyalang ke depan. Ini adalah hal terakhir yang harus dirinya bereskan. Setelah ini, Bella bisa menikmati kehidupannya yang damai. Bella pernah melarikan diri, ternyata itu bukan solusi. Bella harus benar-benar menghadapinya dulu lalu memutuskan semuanya jika ingin memulai yang baru.

"Belok kiri apa lurus?" tanya Gavin begitu mereka menemui pertigaan. Tidak mengandalkan map, jadi sepenuhnya Bella yang mengarahkan jalan.

"Kiri, nanti yang ada gerbang hitam sama pohon gede."

Gavin menurut, tak sampai lima menit mereka pun akhirnya sampai. Bella turun lebih dulu, ia merogoh kunci lalu membuka gerbang yang berderit kencang saat didorong. Pekarangan rumah itu luas, meskipun daun-daun kering tidak bertebaran, tapi suasananya cukup menjelaskan jika rumah itu tidak ditinggali. Setidaknya sebelum tiga minggu terakhir ini.

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now