26. Sakit

4.9K 773 76
                                    

"Perusahaan keluarga Gavin pernah collapse, nyaris bener-bener tamat hingga akhirnya mendapatkan suntikan dana dari keluarga Clara. Perusahaannya berhasil pulih bahkan bisa mencapai kesuksesan luar biasa, tapi nggak ada bukti perusahaan keluarga Gavin mengembalikan dananya."

Bella menopang dagunya dengan mata yang masih terpaku ke arah depan. Jemarinya terlihat bergerak menari-nari.

"Keluarga Clara yang menolak, dengan alasan mereka kerabat, jadi nggak perlu mengembalikannya."

Persetan membantu dengan ikhlas. Meskipun Bella awam tentang bisnis, tapi setidaknya di tahu bahwa orang sukses berbisnis karena punya prinsip yang tegas antara bisnis dan sesuatu yang berbau kekeluargaan.

"Mereka menolak biar keluarga Gavin nggak berani bikin suara."

Di samping itu ada juga bom waktu pasti, yang bisa menghancurkan keluarga Gavin hanya dalam sekejap.

Bella melemaskan tubuhnya pada sandaran kursi sepenuhnya. Matanya menatap kumpulan data di layar laptop yang dirinya analisis.

"Bentar deh Mabella Wulandari." Bella berucap pada dirinya sendiri.

"Ini itu bukan urusan lo 'kan ya? Jadi kenapa lo harus pusing-pusing baca hal yang jelas bukan keahlian otak lo ini?"

Perhatian Bella kemudian teralih pada ponselnya yang berdenting beberapa kali. Panjang umur, orang yang dipikirkannya mengirim pesan.

Gavin:

Besok gue jemput pagi.

Siap-siapnya jangan lama. Nggak perlu dandan-dandan yang ribet.

Iya, besok gue bakal ke sekolah dengan tampilan gembel.

Beneran?

Enggaklah! Gila aja -_-

Udah cantik kok.

oOo

Kalian pernah membaca novel atau menonton film yang mana tiba-tiba menemui plot twist yang benar-benar berkesan memaksa? Sangat-sangat mendadak sampai kalian tidak bisa mencerna dan hanya cengo saja?

Bella kini tengah mengalaminya. Ketika terbangun karena seorang dokter mau memeriksa. Belum lagi keningnya yang sudah ditempeli handuk kecil yang terjatuh saat dia bangun. Bella menggaruk kepalanya yang tidak gatal melihat dokter yang bahkan masih memakai piyama tidurnya--kebetulan dia tetangga Bella, tengah berbicara pada Venni yang memasang wajah panik.

Bella yang masih terduduk di ranjang itu hanya celingak-celinguk dengan bingung.

"Bella harus banyak istirahat dan banyak makan," ucap pria paruh baya itu seraya memasukkan stetoskopnya pada saku baju

"Bella nggak papa kok, Dok," sela Bella dengan cepat. Soal istirahat dirinya siap melaksanakan, tapi yang kedua itu tidak.

"Jangan ngeyel kamu! Kamu dengar kata Dokter tadi? Kamu itu kekurangan nutrisi, meski belum diperiksa secara akurat perkiraan gula darah kamu itu rendah, lambung kamu sekarang nggak sehat. Masih mau bilang nggak papa?" Venni menatap putrinya itu galak. Semuanya tentu berdasar karena dia begitu menyayangi Bella. Dia sangat khawatir

Semalam karena dirinya tidak bisa tidur akhirnya dia melakukan beberapa pekerjaan termasuk melipat baju. Saat Venni menyimpan baju Bella, ia melihat selimut putrinya itu sedikit melorot ke lantai. Sebagai seorang ibu, nalurinya bergerak untuk menyelimuti Bella dengan benar. Betapa kagetnya dia ketika tidak sengaja bersinggungan dengan tubuh Bella yang sangat panas.

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now