46. ¡Maldito seas!

3K 446 32
                                    

Pintu kokoh itu terbuka. Begitu kaki Bella melangkah melewati bingkainya, suasana yang sangat bertolak belakang menyambutnya. Banyak sekali orang dengan segala keberisikannya. Suara pukulan saling bersahutan dengan sorak penonton yang bersemangat

Bella melihat ke atas ring. Dua orang laki-laki yang tengah bertarung dengan keringat dan darah yang sudah bercampur. Pemandangan yang sudah dua tahun ini Bella tinggalkan. Bella memejamkan mata, dadanya terasa ditekan lagi. Namun, ia cepat-cepat mengatur napas, menepis perasaan buruk itu.

Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Itu bukan salah Bella.

Mata Bella kembali terbuka lalu kembali melanjutkan langkah, melewati celah antara orang-orang yang bereuforia tinggi berkat tontonannya.

"Billa!" pekik Alfian dengan mata yang berbinar. Mulutnya sedikit menganga tidak percaya. Dia bahkan begitu saja meninggalkan kursi kebanggaannya demi menghampiri Bella. Meskipun kebanyakan terfokus pada atas ring, ada beberapa yang menyaksikan mereka. Rautnya aneh, Alfian yang berada di posisi tinggi, bisa-bisanya terburu-buru menghampiri orang biasa seperti Bella.

"Kekuatan cinta memang nggak bisa diremehkan. Papa bangga sama kamu." Alfian menepuk-nepuk bahu Bella yang dengan cepat ditepis oleh cewek itu.

Senyum Alfian masih lebar tanpa merasa tersinggung. "Kamu mau ganti baju dulu? Papa udah siapin," ucapnya setelah melihat Bella yang masih memakai gaun untuk penilaian audisi.

Bella terlalu kesal untuk menjawab, ia hanya mengikuti orang Alfian menuju ruang ganti.

"Billa." Alfian menahan tangan Billa dan membuat langkahnya terhambat.

"Papa janji, nanti di Puteri Indonesia, Papa bakal dukung penuh kamu." Intonasi menyebalkan Alfian hilang, dia terdengar benar-benar serius juga tulus.

"Siapin mental aja buat kesepian di penjara." Bella menghempaskan tangan itu lalu melanjutkan langkah.

oOo

Kaos lengan pendek dengan celana training. Seperti dulu, Alfian mengingat dengan baik pakaian yang Bella suka saat bertanding. Ukurannya pun masih sama, meski tentu sekarang tidak terlihat pas di tubuh Bella. Kaosnya terlihat kebesaran karena Bella yang sudah tidak punya gumpalan otot lagi. Bella harus menarik kuat tali celananya karena ukuran pinggangnya yang sudah menyusut. Setidaknya ini tidak semerepotkan saat dia memakai gaun.

Bella keluar dari ruangan itu, kembali berbaur dengan segala keriuhan di arena. Bella menerima kain yang disodorkan lalu mulai melilitkan pada kedua tangannya. Dia duduk pada bangku untuk menunggu pertandingan yang hanya tinggal menghitung jari. Satu orang di atas sana sudah benar-benar kewalahan.

"Bukannya yang baju merah itu udah layak buat diangkat sebagai pemenangnya?"

"Dulu iya, sekarang berbeda. Sejak insiden kamu ...." Alfian menjeda dan melihat raut Bella dengan hati-hati. Mendapati Bella yang biasa saja, Alfian pun melanjutkan ucapannya.

"Aturan memang bertambah. Bukan hanya soal unggul poin, tapi saat lawannya benar-benar nggak mampu bangkit. Kesempatan waktu mereka berbaring ditambah."

"Gila!" umpat Bella dengan tangan yang mengepal kuat. Dengan sistem poin saja itu sama artinya salah satu terkapar. Jika ada perpanjangan waktu, itu bukan memberi kesempatan pada yang kalah, tapi semakin membuatnya tersudut berkali-kali lipat. Mereka sengaja melakukan penyiksaan itu.

"Maaf Papa baru bilang sekarang. Jadi, kamu semangat ya bertarungnya."

"Benar-benar orang nggak punya otak."

Alfian tersenyum. "Papa terima pujiannya."

Sorakan semakin heboh saat pemenang ditentukan. Semua berselebrasi atas kemenangannya. Melupakan satu orang yang benar-benar tidak bisa apa-apa yang dibawa dengan tandu.

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now