42. Mulai Membaik(?)

4.1K 654 81
                                    

Bella tidak bisa menahan dirinya, ia menangis sejadi-jadi. Menumpahkan segala beban yang menekan hatinya selama ini. Gavin tidak banyak bertanya, dia hanya memeluk Bella, dan meyakinkan bahwa dia tidak sendiri lagi. Membuat dada Bella menghangat sekaligus mengurangi rasa takutnya. Perasaan yang belum pernah Bella rasakan sebelumnya. Meskipun tidak banyak, tapi dia merasa aman.

Bella menggigit bibirnya menahan sisa-sisa isakannya. Lalu perlahan mengurai pelukan itu. Bella tak berani mendongak, ia berjalan ke arah pagar jembatan lalu memandang kosong di sana.

Tak lama sebuah motor datang. Seorang pria yang membawa kotak besar menghampiri dengan tergesa. Tanpa menoleh, Bella menunjuk Gavin. Pria itu pun langsung mendekati Gavin dan mengeluarkan peralatan-peralatan medisnya.

"Tangan dia juga luka, Mas," ucap Gavin menunjuk ke arah Bella. Bermaksud agar Bella diobati lebih dulu.

Revan melihat ke arah Bella, melihat cewek itu yang diam membatu, Revan pun kembali pada Gavin dan menyunggingkan senyum. "Sekarang kita tangani Masnya dulu ya."

Gavin hendak menolak, tapi pria 30 tahunan yang ramah itu seketika berubah. Dia mencengkeram tangan Gavin dengan sorot mata yang berubah tajam. Seperti dua orang yang berbeda.

"Di-am," ejanya dengan dingin.

Gavin pun menyerah. Ia membuka bajunya lalu duduk memunggungi dokter itu. Posisinya kini menghadap ke arah Bella. Yang diam dengan tangan bertumpu, sementara wajahnya mendongak menatap bulan. Sebagian wajahnya terkena cahaya, sementara sisanya menjadi siluet.

Cantik dengan aura yang tangguh. Gavin tidak menyangka jika Bella punya titik terendah seperti tadi dia lihat. Dengan senyum manisnya, dengan sorot mata kuatnya, dengan segala tingkah riangnya, Bella pandai menyembunyikan segalanya dan memanipulasi pikiran orang.

Bella tiba-tiba menoleh, mungkin sadar diperhatikan. Pandangan mereka bertemu dan untuk beberapa saat mereka saling diam. Sebelum Bella menyerah  dan menundukkan pandangan. Seolah masih banyak kemelut yang bersarang dalam kepalanya. Gavin ingin tahu, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara. Bella perlu ketenangannya lebih dulu.

"Gue pergi dulu," ucap Bella seraya memalingkan muka. Dia pun langsung melangkah pergi dari sana.

Gavin hendak mengejar, tapi Revan dengan cepat menahan bahu cowok itu.

"Billa panggil saya biar biar obatin kamu, kalau kamu pergi, sama aja kamu nggak ngehargain dia."

Gavin berdecih. Memangnya luka dia lebih penting.

"Kalo nggak nurut, Billa bakal semakin jaga jarak dari kamu.

Gavin menoleh pada dokter itu dengan raut kesal. "Mas Anak Billa?"

Revan memasang muka kaget. Ia menunjuk wajahnya dengan penuh pertanyaan. "Muka saya emang kelihatan kayak bayi sampe cocok jadi anak dari perempuan yang bahkan masih SMA?"

Gavin kembali menghadap ke depan. "Lupain aja."

oOo

Bella terus berjalan menapaki jalanan sepi dengan wajah yang terus mendongak. Menatap bulan yang terus mengikuti ke mana pun dia melangkah. Satu-satunya yang menjadi saksi atas segala hal yang Bella lakukan. Satu-satunya yang tahu segala tentang Bella.

Dari dulu, Bella tidak pernah menunjukkan dirinya sepenuhnya, kepada siapa pun. Anak-anak Billa hanya tahu bahwa mereka diurus, mereka tidak tahu dari mana Bella mendapatkan uang untuk mengurus mereka itu.

Para preman hanya menganggap Bella orang yang haus kekuasaan, tanpa tahu jika Bella punya Anak yang jika digabungnkan, para preman itu tidak ada artinya.

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now