34. Dia Sebenarnya

3.9K 662 71
                                    

Aku nangis banget pas nulis part Venni ini. Tapi nggak tau feelnya nyampe ke kalian apa nggak, soalnya aku nulis sambil sibuk lapin ingus. 🙃

oOo

Venni menyodorkan teh hangat pada Gavin berikut beberapa cemilan. Sempat khawatir karena sebelumnya Gavin tidak mau diajak masuk. Ia pikir terjadi masalah seperti Gavin dan Bella putus. Namun, begitu mendengar mereka akan menonton konser bersama, Venni menjadi lega.

"Bella mandinya lama, beneran lama sampe bisa dikategoriin hal yang nggak perlu ditungguin."

Gavin tertawa kecil. "Nggak papa kok, Tan. Lagian salah Gavin yang nggak bikin janji dulu sama belanya."

"Kamu itu baik banget ya, beruntung banget Bella bisa deket sama kamu."

"Tante berlebihan, Gavin nggak sebaik itu kok."

Venni terlihat menarik napas dan memasang senyum. Raut wajahnya berubah serius. "Tante nitip Bella sama kamu ya."

Tapi Billa jelas bisa menjaga dirinya sendiri, jauh lebih hebat dari Gavin.

"Bella selalu bahas Puteri Indonesia, itu emang cita-cita Bella dari kecil ya, Tan?" Gavin hanya punya sedikit kesabaran. Ia tidak bisa menahan diri untuk mencari tahu hal lebih dari Bella/Billa.

Venni tertawa kecil seraya menggeleng. "Iya, itu memang keinginan dia."

Gavin terheran akan gestur tubuh Venni yang tidak sesuai dengan kalimat yang diucapkannya itu. Atau Gavin saja yang terlambat menyadari. Seharusnya Gavin curiga dari dulu saat Venni menggambarkan Bella sebagai orang yang sangat rapuh. Seharusnya Gavin sadar jika kata-katanya terlalu tidak masuk akal.

"Waktu kecil Bella gimana, Tan? Pasti lucu banget ya."

"Haha ... iya bener banget. Dia lucu. Dari kecil dia selalu jadi bahan pujian orang."  Venni bercerita dengan penuh semangat. Ia pun menunjuk salah satu foto pada dinding.

"Apalagi di masa ini, nih."

Venni menunjuk foto Dhika yang berusia sekitar 5 tahunan. Memakai seragam karate seraya mengacungkan mendali.

"Itu Bella?"

"Iya, semua foto di sini Bella. Anak Tante emang agak aneh. Dhika nggak mau foto waktu kecilnya dipajang, Bella nggak mau foto gedenya yang dipajang, padahal yang kayak begini berharga banget 'kan ya." Venni yang semula bersemangat bercerita itu perlahan terdiam, menyadari situasinya.

"Jadi, semua foto ini Bella, bukan Bang Dhika."

"Eu ... Vin. Selama ini Bella itu suka ... sama Dhika, dia ... suka niruin gitu, jadi ikut-ikutan, itu cuma gaya-gayaan aja kok. Anak Tante yang lemah kayak gitu 'kan nggak mungkin juara karate haha ...." Venni tertawa hambar seraya menepuk-nepuk lengan Gavin.

"Jadi Billa benar-benar penampilan kayak gini dulu."

"Iya, Billa suka ...." Venni menggigit bibirnya ia menunduk dengan tangan yang meremas. Dirinya berhasil terpancing lagi.

"Vin, sepertinya Tante agak nggak enak badan, Tante ke kamar dulu ya."

"Tante sebentar." Gavin mencegah.

"Jadi Bella itu Billa?"

Venni memucat. Dia dilanda kebingungan juga takut. Tanpa sengaja dia malah membongkar yang ingin Bella tutupi. Apa Gavin akan membenci Bella setelah ini? Apa putrinya itu akan patah hati lagi? Terlebih sekarang Venni sendiri yang menjadi pemicunya.

"Gavin nggak tau apa yang Tante takutin, tapi Gavin janji Gavin bukan mau nyakitin, Gavin sayang sama putri Tante."

Venni sedikit luluh mendengarnya. Ia menatap Gavin yang kini mulai menundukkan wajah. Anak itu tidak terlihat berbohong, justru dia terlihat sangat tulus akan perkataannya.

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now