45. Tembok Penghalang

3.1K 461 24
                                    

Sesuai dengan tekadnya, Bella menjalani hidup dengan lebih baik dan menikmatinya. Tidak ada lagi yang dia lewatkan, terlebih dia juga semakin menunjukkan apa yang dia rasakan.

Hari ini adalah seleksi daerah Miss Teenager yang Bella ikuti. Bella sudah merias wajahnya. Tidak perlu jasa artist, Bella sudah cukup mahir di bidang yang disebut kecantikan. Bella pun cukup percaya diri bahwa dirinya akan terpilih dan masuk karantina untuk seleksi nasional nantinya.

Bella menatap pantulan dirinya di cermin. Semuanya sempurna. Apalagi berkat gaun yang Zara belikan, itu benar-benar membantu meningkatkan pesonanya.

"Bell, taksinya udah ada." Suara Venni terdengar dari arah luar. Bella pun segera mengambil tas di atas kasur lalu bergegas keluar.

"Beneran Mama nggak boleh ikut?" tanya Venni begitu mereka berhadapan di depan pintu.

Bella menggeleng tegas, jawaban yang masih sama seperti terakhir kalinya. "Ini tahapannya masih bawah. Mama capek-capek datang, eh takutnya Bella malah patahin ekspektasi Mama. Lagian 'kan Mama udah ditungguin sama tante Rena."

"Mama nggak naruh ekspektasi apa pun kok. Meski kamu gagal, kamu yang udah ada di tahap ini aja Mama bangga banget."

"Pokoknya nanti. Kalo Bella lolos, Mama boleh lihat." Bella melakukan cipika-cipiki lalu melambai untuk pergi. Bella memasuki taksi yang sudah dipesannya. Menyimpan tasnya di samping lalu mulai menikmati perjalanan dari jendela.

Senyum Bella masih setia merekah. Entah itu ketika masih di area perumahannya yang lenggang, hingga mulai memasuki jalan raya di mana kendaraan yang ditumpanginya melambat, mengikuti ritme pergerakan kendaraan lain yang memang padat.

Bella mengetuk-ngetukkan kuku telunjuknya pada jendela. Dia sedikit bersenandung mengiringi pandangannya yang menjelajah ke luar sana. Kendaraan yang padat, suara bising klakson, asap kendaraan, hingga anak-anak jalanan yang menghampiri dari satu mobil ke mobil yang lain. Tidak ada terlihat wah memang, tapi karena hati Bella yang tengah bersemangat, Bella tetap menyukainya

Sayangnya, ponsel yang berdering membuat Bella harus meninggalkan sejenak hal itu. Ia membuka tasnya lalu mengangkat panggilan yang ternyata dari Zara.

"Billa udah berangkat?" Suara penuh riang dan semangat itu menyambutnya.

"Udah, lagi di jalan."

"Gue udah nyampe dong."

"Telepon buat pamer doang?" ucap Bella dengan nada yang sarkas.

Zara terdengar tertawa. "Gue nungguin di depan. Pokoknya kalo dari jauh liat yang cantik-cantik pake baju marun, langsung samperin ya."

"Tunggu di dalem aja elah. Gue nggak bakal diculik ini. "

"Bukan gitu, gue nggak yakin sama Billa yang nggak pake jasa salon."

"Gue bisa."

"Pokoknya harus dicek dulu."

"Terserah."

Bella pun mematikan sambungan teleponnya sepihak. Baru saja memasukan setengah ponselnya pada tas, benda itu sudah berbunyi lagi.

Bella mengangkatnya dan bersiap mengeluarkan kalimat omelan, tapi suara yang berbeda dari seberang sana membuatnya terdiam.

"Kamu di mana, Sayang?"

Tingkah Zara sebelumnya memang menyebalkan, tapi Bella tak sampai bawa ke hati, tapi kalimat yang barusan masuk ke gendang telinganya benar-benar merubah suasana hati Bella berubah seketika.

"Mau lo apa sih, Om?" Bella sudah sudah membangun energi positif beberapa hari ini, tapi mengingat Alfian yang belum juga melaksanakan permintaannya dan justru malah membuat keributan, Bella kesal.

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now