23. Serangan Tak Terduga

3.9K 721 28
                                    

Jola menelan suapan terakhirnya lalu bangkit berdiri. Tangannya meraih piring kotor berikut gelas yang sudah dirinya gunakan ke arah wastafel. Cewek berzodiak virgo itu memasang senyum cerah dengan gerak tubuh yang terlihat riang.

"Jola berangkat dulu ya."

Gavin yang masih menikmati sarapannya itu seketika mendongak. "Bentar, ini masih ada." Gavin mengetuk piringnya yang masih terisi banyak.

"Kakak lanjutin aja, aku pergi sendiri."

"Masih ngambek?" Sejak pertanyaan soal Clara kemarin, Jola sama sekali belum berbicara dengan dirinya lagi. Dia bahkan mengurung diri di kamar.

"Nggak tuh."

"Terus?"

"Eh tapi aku bakal beneran ngambek kalo kakak nggak jemput Kak Bella."

"Bella?" Gavin mengernyit.

"Pokoknya gitu. Jola pergi dulu." Jola menyunggingkan senyum misterius. Tangannya  merapat gemas. Dari dahinya seolah tertulis hal manis seperti saat dia membaca novel romansa.

"Eh, nggak cium Mama dulu?" heran Gita, tapi putrinya itu sudah melenggang pergi dengan rambut bergoyang ke kiri dan kanan.

Dalam ruang makan itu tersisa Gavin dan Gita. Wanita berkepala empat itu menatap putranya dengan sedikit menyipit.

"Bella itu pacar kamu 'kan ya?"

"Pura-pura," ralat Gavin. Rautnya mendadak lemas. Dia bahkan sampai menghela napas.

"Iya, maksud Mama itu." Gita mencondongkan wajahnya. Garis bibirnya mulai melengkungkan senyum. "Kata Jola dia cantik banget, ajak main ke sini dong."

"Iya."

"Kapan?" Gita membelalak dengan raut antusias. "Mama bakal suruh Papa buat di rumah.

"Maksud aku iya, dia cantik banget."

Senyum Gita meluruh. "Maksud kamu, kamu nggak bakal bawa Bella ke sini?"

Gavin meletakkan sendoknya, dia sedikit menunduk dengan tatapan yang sulit diartikan. "Mama nggak mau 'kan hal buruk terjadi sama Jola?"

"Iya." Nada suara Gita lebih pada heran. Gavin tak mungkin menayangkan hal yang pasti, ada hal lain yang dia maksud.

"Keluarga Bella juga nggak mau terjadi hal buruk sama Bella."

"Maksudnya?" Gita menatap putranya penuh tanya. Firasatnya mengatakan ini akan menjadi hal yang tidak baik

"Gavin bukan pengaruh baik buat Bella." Gavin menunduk lesu sebelum memilih bangkit dan meninggalkan makanannya yang belum habis.

Gita menatap kepergiannya Gavin dengan bibir terbuka tanpa adanya kalimat yang bisa ia ucapkan.

oOo

Bella bersandar pada gerbang rumahnya. Kakinya mengetuk-ngetuk sementara wajahnya mulai terlihat kesal. Sesekali Bella melirik jam tangannya lalu berakhir mendengkus ketika belum juga melihat tanda-tanda kedatangan Gavin dari jalan sana.

"Udah cuma whatsapp sebait, malah lama datengnya." Bella meniup ke arah atas, membuat poni tipisnya itu berterbangan. Setelahnya Bella menyesal, lalu berakhir merapikan ke samping daripada berponi tipis yang aneh.

"Hey Neng, lagi nunggu mangsa buat dipalak ya?" ucap Dhika yang diiringi dengan tawanya. Cowok itu memakai setelan untuk lari pagi lengkap dengan handuk kecil untuk menyeka keringatnya.

"Gue sumpahin ketemu banci."

Dhika menatap sinis. Bola matanya menyorot dari atas ke bawah, berulang kali hingga Bella merasa kesal karena diremehkan.

Pacaran [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang