Chapter 8

55.7K 4.2K 18
                                        


"Ya Ampun, Ras..." Sisil membekap mulut, selesai ia mendengar cerita Laras yang tragis.

Hening menyelimuti kamar yang beraroma nasi goreng tersebut. Kos yang ditempati Sisil memang ada dapur dan kamar mandi dalam. Dulunya ia sempat tinggal di kamar biasa yang ada di lantai empat bangunan berleter L tersebut. Namun, karena banyaknya aktivitas yang harus dikerjakan serta memungkinkannya untuk pulang terlambat, Sisil memilih pindah ke lantai dua yang rata- rata memiliki kamar mandi dalam dan dapur.

Dengan begitu, mau mandi kapan saja dia bebas. Lagi pula harganya juga tidak terlalu mahal. Dia pindah sewaktu sudah dapat tambahan gaji dari mengantar jemput Keegan enam bulan yang lalu.

"Terus sekarang  gimana, Ras? Lo masih bakalan tetap masuk kantor, kan?" Sisil bertanya dengan raut khawatir. Dia mencemaskan kondisi Laras pasca kejadian itu. Masalah besar kini mengancam sahabatnya.

Laras menundukkan wajah. Kekalutan tampak di wajahnya yang ayu. Laras memang tidak berkulit putih. Bahkan cenderung sawo matang. Meskipun begitu, kulitnya amat halus dan bening. Tingginya 165 sentimeter, bertubuh sintal.

Selain Pak Gatra, masih banyak yang diam- diam melirik gadis itu. Bahkan rata- rata berasal dari jajaran manajerial perusahaan tempat mereka bekerja. Juga perusahaan lain yang menyewa gedung tersebut sebagai kantor.

Begitu pun dengan hubungan gadis itu dan Satria Yudhakara . Mereka berpacaran sejak SMA. Satria adalah kakak kelas Laras ketika masih di Jogja. Delapan tahun sudah mereka menjalin kasih. Sempat LDR karena Satria mendapatkan pekerjaan  di Jakarta, sebelum pria itu melanjutkan program pascasarjana lalu pindah ke Bandung. Sementara saat itu,  Laras bekerja sebagai sekretaris manajer pemasaran di sebuah perusahaan distribusi makanan ringan di Semarang.

Dua tahun yang lalu, Laras mendapatkan kesempatan itu. Kembali berada dekat Satria. Ia diterima di sebuah perusahaan consumer goods. Namun hanya bertahan satu tahun sebelum pindah ke Golden Epona.

"Selama ini gue selalu menghindari hubungan dengan atasan. Karena ya gue ngerasa itu nggak ada gunanya. Malah nambah- nambahin masalah. " Tutur Laras kemudian.

Sedikit memecah keheningan yang melingkupi ruangan berukuran 6 meter persegi  tersebut. Sisil sama sekali nggak bisa membuka mulutnya.  Syok masih membuatnya nggak mampu untuk membuka mulut.

Hubungan sekretaris dan atasannya memang terkesan klise. Diakui atau tidak, memang mereka lah yang menghabiskan banyak waktu dengan para bos, ketimbang dengan para istri- istri mereka di rumah. Maka dari itu stigma pekerjaan sebagai sekretaris terkadang menuai cibiran.

Tidak jarang kebersamaan  bos dan sekretaris memunculkan kecurigaan. Apalagi kalau bos harus lembur sampai larut malam. Orang pertama yang dituduh oleh para istri sah adalah sekretaris mereka. Sehingga pada akhirnya, sekretaris lah yang dianggap merusak keharmonisan rumahtangga bos.

Padahal, banyak juga sekretaris yang berpikir lurus. Betul-betul niat bekerja. Nggak sekedar jual bodi dan senyuman ke atasan. Tapi segala sesuatu yang sudah terlanjur dipukul rata, memang susah untuk diluruskan .

Laras contohnya, gadis itu tidak pernah mengenakan pakaian yang provokatif atau mengundang. Cara berbusananya yang paling sopan di antara Yuna, Nadya, Meita, yang terkadang masih mengandalkan atasan berdada rendah atau rok pensil yang dengan kentara mencetak bentuk bokong mereka.

Gadis itu selalu mengenakan blus atau kemeja yang dilapisi dengan blazer serta rok sepanjang betis yang tidak terlalu ketat. Kadang-kadang dia malah memakai celana panjang. Laras nggak mempedulikan apakah dia tampak seksi atau menggoda. Dia cenderung selalu memilih outfit yang menutupi asetnya.

Barangkali karena tubuhnya yang sintal, jadi  semua pakaian jatuhnya menggoda ketika dikenakan Laras, mungkin saja hal itu yang membuat mata para lelaki masih sempat jelalatan.

Miss SecretaryWhere stories live. Discover now