Suasana seketika berubah canggung. Reagan sendiri merasa bahwa dirinya nggak seharusnya berada di tempat ini. Melihat kedekatan Sisil dengan putranya sekali lagi. Bahkan menjadi saksi lamaran sang putra kepada mantan sekretarisnya.
"Pak Reagan?" Sisil menyapa pria itu dengan heran. Ia pikir Reagan nggak akan balik ke ruang rawat inap Kee.
"Saya bawain kamu kopi sama sarapan." Wajahnya nggak menampakkan ekspresi apa pun. Membuat Sisil bertanya-tanya, apakah pria itu tadi sempat mendengarkan lamaran Kee padanya?
"Oh, terimakasih. "
Reagan meletakkan bawaannya ke atas meja di depan sofa. Kee mengamati interaksi kedua orang itu. Dia sebenarnya hanya ingin selalu bersama-sama dengan Sisil. Stefanie mengatakan padanya bahwa Papa dan mamanya menikah. Oleh karena itu, mereka selalu bersama-sama. "Kalau kamu mau seseorang terus bersama-sama kamu, berarti harus menikah, Kee. Supaya bisa tinggal bareng. Supaya bisa sama-sama terus. Seperti Mama sama Papaku."
Maka dari itu, Kee meminta Sisil untuk menikah dengannya. Karena dia nggak mau lagi kehilangan Sisil. Setelah Sisil pergi, Kee sering membuat ulah. Embah jasi sering memarahinya. Bude Jumi? Kee nggak bisa mengobrol dengan perempuan tua itu.
Kee memang sayang Bude Jumi dan Embah. Kee juga sayang Stefanie dan Sisil. Tapi Kee lebih ingin selalu bersama Sisil. Karena Sisil sama seperti Embah. Dia selalu berusaha mengajak Kee ngobrol-ngobrol. Stefanie juga sih sebenarnya, tapi kan Stefanie harus pulang ke rumahnya. Sementara Kee bisa meminta Sisil terus menemaninya.
"Kamu bisa pulang sebentar kalau mau," ucap Reagan, "saya bisa antar kamu. "
"Saya bisa naik taksi saja, Pak. "
Dua orang perawat masuk mendorong troli makanan. Dengan wajah cerah mereka menyapa Reagan, Sisil, dan terakhir Kee yang menyuguhkan wajah cemberutnya.
"Selamat pagi, Mas Kee. Gimana pagi ini? Merasa enakan? Sekarang kita lihat apakah kamu sudah boleh mandi. " Suster kemudian mengecek suhu tubuh Kee. Sementara suster satunya lagi sibuk memindahkan isi troli ke meja untuk makan.
"Oke. Kamu bisa membasuh badan dengan waslap dulu, oke! Mau suster bantu?"
"Aku ingin dibantu Sisil saja." Ucap Kee mantap.
Suster kemudian tersenyum penuh pengertian. Lalu perempuan muda berseragam terusan biru muda itu membalikkan tubuhnya ke arah Sisil. "Ibu bisa pakai air hangat dari kamar mandi. Baskom ada di rak. Waslap ada di lemari di dalam kamar mandi. Nggak perlu pakai sabun dulu ya, Bu."
Sisil mengangguk paham.
"Nanti sore Mas Kee bisa mandi kalau suhu tubuhnya sudah stabil," sambut Suster yang satunya lagi, yang kini sudah tegak di tepi pembaringan Kee. "Asal Mas Kee makan banyak. Nanti pasti cepat sembuh. " Meski dia suster itu mengobral senyuman, hal itu rupanya nggak berefek pada Kee. Bocah itu tetap diam dan cemberut. Sedikit-sedikit menoleh ke arah Sisil.
Kedua suster itu akhirnya berpamitan, sebelum mengatakan bahwa dokter anak akan berkunjung pukul delapan nanti.
***
"Aku tidak suka makanannya, Sisil. Aku mau makan Honey stars-ku. Sama susu dan panekuk bikinan Bude Jumi!" Kee menunjukkan kekeraskepalaannya. Membuat Sisil pusing bukan main.
Selama tinggal bersama Deviana, Kee memang dibiasakan untuk sarapan sereal, susu dan panekuk. Kadang juga telur rebus. Jadi begitu melihat bubur ayam dengan kuah kuning yang sejujurnya bikin Sisil sendiri jadi ngiler itu, Kee langsung saja melancarkan protesnya.
"Kalau begitu, kapan kamu sembuh? Makanan ini bikin badan kamu bertenaga. Tenaga itu dipake buat melawan virus yang sedang menyerang kamu lho, Kee!" bujuk Sisil.

BINABASA MO ANG
Miss Secretary
ChickLitMenjadi sekretaris seorang Reagan Maximillian Aldrich bukan sesuatu yang mudah. Pria itu kadang nggak berbicara dan membuat Sisilia Renata susah menerjemahkan apa maksudnya. Bagi Reagan Maximillian Aldrich, kebutuhannya sudah terpenuhi dengan adany...