Chapter 37

69.7K 5K 401
                                        

"Jadi kapan kamu balik ke Jakarta, Sil? Ini sudah dua minggu, memangnya ndak dicariin atasan kamu?" tanya Mama. Pada Minggu pagi itu, Sisil menemani Mama jogging keliling sekitar rumah.

Biasanya pulangnya sekalian belanja di tukang sayur, atau beli sarapan kalau hari itu Mama malas masak. "Aduh Mama kayak Tara saja. Kemarin anak itu juga nanyain kapan Sisil balik ke Jakarta. Memangnya Mama sudah bosan lihat Sisil di sini?"

"Aduh ya bukan begitu, dong. Mama jelas suka kalau kamu ada di sini. Rumah jadi tambah rame. "

Sepertinya Mama sudah mengendus kalau Sisil sedang dalam masalah. Memang dua mingguan ini Mama diam saja. Maksudnya, beliau nggak menanyakan tentang pekerjaan Sisil. Namun yang namanya orangtua memang mustahil untuk dibohongi. Mama seperti punya indera ke enam pada anak-anaknya. Meski Sisil hanya anak tiri, akan tetapi hubungan keduanya memang dekat sejak dulu. Tidak ada jarak. Bagi Widya, Sisil adalah anak kandungnya. Sama dengan Tara.

"Kalau ada masalah, kamu bilang Mama. Kalau kerja di Jakarta sudah bikin kamu nggak nyaman, kamu selalu boleh pulang ke sini. Di Semarang juga banyak perusahaan besar. Ndak kalah sama yang di Jakarta. Memang gajinya ndak sebanyak di tempat kamu, tapi kan kita jadi dekat."

Sisil tampak ragu. "Gimana sama sekolah Tara, Ma?"

"Soal itu, kamu ndak perlu kuatir, Sil."  Mama memegang pundak Sisil dengan lembut. "Mama sudah siapkan dana khusus buat sekolahnya Tara. Uangnya dari yang kamu kirim setiap bulan." Tutur Mamanya dengan suara yang mendamaikan hati Sisil yang kremungsung. Gusar. Gelisah.

"Mama terimakasih sama kamu, karena kamu sudah berjuang demi Tara. Demi Mama. Kamu rela banting tulang demi adikmu. Itu bikin Mama benar-benar merasa bahwa membesarkan kamu itu adalah anugerah yang akan Mama syukuri sampai kapanpun."

Sisil tergugu dalam pelukan ibunya. "Sil, kalau memang ada masalah, kamu ngomong sama Mama. Apa yang bikin kamu betah di tempat terpencil begini?"

"Sisil sepertinya jatuh cinta, Ma..." Ungkap gadis itu ragu. Membuat Mama malah terkekeh-kekeh. "Kok malah ketawa sih?" Sisil cemberut.

"Mama cuma bahagia. Karena kamu akhirnya jatuh cinta. Dan siapapun lelaki yang kamu taksir itu, Mama cuma berharap bahwa kamu bisa bahagia."

"Tapi gara-gara dia Sisil jadi ngajuin surat resign."

" Lha kenapa?"

"Dia nawarin Sisil buat nikah kontrak. "

Mama hanya menyimak. Mereka sudah kembali melangkah. Di depan sana sudah ada tukang sayur yang menggelar dagangannya di gerbang kompleks perumahan tempat Sisil dan keluarganya tinggal.

Mama akhirnya nggak mengeluarkan komentar apa pun. Beliau tampak berpikir. "Ma, jangan jadi pikiran Mama ya, soal itu. Sisil udah nolak kok. Sisil sudah bilang ke dia kalau memang serius, Sisil minta dia untuk datang nemuin Mama."

****

"Kenapa sih, nggak telepon Sisil saja? Jadinya kan ngerepotin gue ini?!" Daya cemberut. Sejak tadi, adik tiri Reagan itu cuma bisa protes dan menggerutu.

Sebenarnya dia sedang dihukum oleh Deviana, karena ulahnya yang begitu meresahkan. Foto-fotonya sedang berpesta liar di atas kapal pesiar yang berlayar di Selandia Baru itu menyebar bagai jamur di musim penghujan.

Miss SecretaryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora