Chapter 24

53.7K 4.6K 105
                                        


"Kacau banget ya tadi keadaannya?"

Carr bertanya dengan wajah simpati. Mereka kini duduk di lantai tiga bangunan tersebut. Di ruang makan pribadi yang bernuansa cokelat kayu.

"Lo sendirian?" lanjut Carr , Sisil mengangguk. Pria itu membuka sebotol Perrier dingin dan mengangsurkannya pada Sisil yang kelihatan baru saja ditarik dari gua alien dan sedang merasa shock berat.

Pria itu mengangguk, sembari memperhatikan Sisil yang minum sambil melamun, setelah menuang isi botol ke dalam gelas yang tersedia di atas meja. "Lo kebetulan ada di sini, atau memang ada janji?"

Carr mengangkat bahu. "Tadinya ada janji," ujarnya, "tapi bisa dibatalin sih."

"Kencan panas?"

"Kalau mengulik sesuatu dari gue bisa bikin lo seneng, then, memang iya," Carr mengangguk, merebahkan punggung pada sandaran sofa. "Gue memang seharusnya lagi ada kencan panas. Shirin Neala. Nggak kenal kan?"

Sisil menggeleng lemah.

"Ya jelas lo nggak kenal." Carrick bermaksud menggoda Sisil supaya gadis itu melupakan kejadian tadi. Dia tahu lelaki yang bersama Sisil tadi. Theofilus Kartadinata. Orangnya memang rada- rada mesum. Banyak rekan Carrick di dunia entertain yang dijadikan sebagai target lelaki itu. Termasuk Daya, adik perempuannya sendiri.

"Kenal Theo dari mana?"

"Dikenalin temen,"

Carrick manggut-manggut. Dia paham. Mungkin Theo cuma melihat peluangnya karena tahu bahwa Sisil sekarang nggak bekerja lagi di GE. Otomatis lelaki itu berpikir bahwa Sisil pasti membutuhkan uang dengan cara cepat.

"Tahun lalu tiba-tiba itu cowok DM Daya."

Sisil meringis. "Gue sebenarnya nggak bermaksud jual diri kok." Sisil seperti tahu ke mana arah pembicaraan Carrick. Barangkali lelaki itu menilai bahwa Sisil sudah putus asa. "Gue nggak seputusasa itu juga."

"I know. Jangan tersinggung. Gue nggak bermaksud untuk menuduh lo begitu." Carrick menekankan. "Jadi setelah kabur dari Golden Epona dan nyokap gue, sekarang kegiatan lo apa nih?"

"Gue lagi nyari-nyari kerjaan. Sambil jadi SPG gitu deh kalau lagi ada acara."

"Sayang banget gue udah ada manajer, Sil. Kalau belum, gue pasti mau banget pakai elo. Si Daya juga udah ada Viv. Hubungan mereka tuh kayak love- hate gitu. Ribut melulu tapi Daya bisa apa kalau enggak ada Viv." Cara Carrick menyebut nama asisten Daya itu terdengar seolah-olah dirinya memuja nama tersebut.

Sisil diam saja. Dia merasa bahwa hidup orang-orang di sekitarnya tetap berjalan normal. Hanya dirinya saja yang kacau. Ritme hidupnya pun berubah setelah kini dirinya jadi pengangguran.

Biasanya dia bangun pagi dengan semangat seorang pejuang rupiah. Mengebut ke Menteng, lanjut ke Tangerang Selatan. Ditemani omelan Kee yang merasa bahwa gaya menyetir Sisil kurang aman.

Dia bahkan merindukan tugas-tugas remeh-temeh yang dibebankan padanya. Mengambil pakaian si bos yang dry clean. Mengantar Jaguar si Bos ke bengkel untuk servis bulanan dan cuci mobil. Pontang-panting ke toko bunga, ke toko kado, atau memesan makan siang dan lain sebagainya. Setelah menganggur begini, Sisil malah merindukan pekerjaannya yang nggak sesuai job desk itu.

Kejadian dengan Theo tadi adalah puncak dari segalanya. Sisil nggak hanya merasa lelah. Ia juga putus asa. Berminggu- minggu sudah dia menyebar lamaran pekerjaan ke sejumlah perusahaan. Tapi sepertinya Reagan memang menunjukkan taringnya saat ini. Belum ada satupun panggilan kerja yang mampir.

Sempat terbetik dalam kepalanya agar dia pulang saja ke Ambarawa. Tapi, ia masih memikirkan perkataan Tara di telepon. Bahwa belakangan, mama sudah terlalu sering absen mengajar.

Miss SecretaryWhere stories live. Discover now