Part 40

9.9K 799 25
                                        

Setelah mengetahui dirinya hamil, mulanya Sisil merasa bingung. Lalu sedih dan kecewa pada dirinya sendiri. Namun bukankah itu adalah sebuah konsekuensi dari perbuatannya dengan Reagan? Meski dilandasi atas rasa cinta, paling nggak dari pihaknya, namun tetap saja sex selalu melahirkan sebuah permasalahan baru.

Anak. Secara umur, mungkin Sisil seharusnya sudah siap dengan kehadiran seorang anak. Akan tetapi, secara mental, dirinya sama sekali belum siap. Belum lagi dirinya baru saja diterima bekerja. Marika mungkin punya selera yang liberal, akan tetapi nggak semua orang mau menoleransi pegawai yang hamil. Apalagi yang hamil tanpa suami seperti dirinya.

Viv akhirnya membantu Sisil untuk menelepon Pretty. Sisil pun menceritakan kondisi yang dihadapinya saat ini. Tentang dirinya yang baru saja diterima bekerja di Mark's Collection.

"Gue tahu. Itu punya salah satu cucunya Bu Arthalia Sandjaja kan? " Viv manggut-manggut. "Setahuku dia lesbian. Tapi keluarganya belum tahu. Karena dia belum coming out soal orientasi seksualnya."

Mendengar hal itu, kontan menimbulkan perasaan was-was di benak Sisil. Apakah dia jatuh di tempat yang salah kali ini? Tapi setahunya, seorang lesbian sekalipun nggak akan sembarangan memilih pasangan.

"Bukannya Reagan sempat dijodohin sama salah satu dari dua cucu perempuan Arthalia ya ?"

"Masa?" tanya Sisil polos. Dia benar-benar nggak merasa ingat pernah mengirim bunga atau hadiah ke Marika. Padahal, biasanya Reagan selalu meminta Sisil untuk mengirimkan hadiah pada perempuan -perempuan yang disodorkan Deviana pada Reagan. "Kok gue enggak ingat ya?"

"Kayaknya waktu itu lo udah nggak di sana lagi, deh. Kejadiannya udah lewat sekitar dua bulananlah. Carrick kok yang cerita."

Sisil hanya tercenung.

"Kalau memang itu punya Reagan, saran gue lo kasih tahu dia deh, Sil."

"Buat apa? Dia belum tentu mau mengakui kalau ini anaknya." Suara Sisil terdengar pahit.

"Tapi kan dia berhak untuk tahu, kalau bakal jadi ayah. Bagaimana pun, dia tetap punya andil. "

Sisil membayangkan bahwa dirinya sudah pasti akan ditolak mentah-mentah oleh Reagan. Atau, kalaupun lelaki itu mau mengakui bahwa yang sedang dikandung Sisil adalah benihnya, tentu saja pria itu akan memilih jalan yang mudah.

Pertama-tama, dia akan menyarankan agar Sisil melakukan aborsi. Atau dia akan bertanggungjawab penuh secara finansial asalkan Sisil nggak menuntutnya untuk menjadi Bapak dengan jalan pernikahan.

Well, pria itu memang sempat menawarkan pernikahan. Tapi tawaran itu adalah untuk menghalau para perempuan yang disodorkan oleh ibu tirinya, dan supaya ada yang mengasuh Keegan . Reagan belum pernah mengatakan bahwa dirinya ingin menambah momongan. Bahkan  dia juga belum pernah menyatakan bahwa dirinya mencintai Sisil.

Dan pernikahan tanpa cinta adalah hal terakhir yang bisa dipikirkan oleh Sisil. Meski dia nggak tahu pemecahan masalahnya tanpa melibatkan sebuah pernikahan. Karena tinggal di negara yang masih menjunjung tinggi adat ketimuran, hamil di luar nikah akan membuat Sisil dihujat dan dihakimi.

Melihat tampang Sisil yang sengsara, Viv langsung meraih tangan gadis itu dan memeganginya. "Untuk sekarang, tell me, apa yang bisa gue bantu?"

"Gue ada tugas buat bikin Carr mau jadi model catwalk di acara Marika akhir bulan ini. Sori kalau gue terkesan memanfaatkan elo. Tapi kalau lo bisa, tolong bujuk Carr supaya dia bersedia." Ujar Sisil dengan suara lemah.

Dua orang berseragam perawat memasuki ruangan. Mereka mengatakan akan melakukan pemeriksaan. Yang dilihat Sisil terakhir kali adalah anggukan Viv dan sorot mata yang meyakinkan.

Miss SecretaryWhere stories live. Discover now