"Jadi sekarang fix, lo udah nggak jadi budak si bos ganteng lagi?" Pretty meraup segenggam basreng dan memasukkannya ke dalam mulutnya secara bersamaan.Gila sih kalau si Ijul tetap bertahan dengan pacar yang sudah mirip buto ijo ini. Tetapi memang si Pretty ini sudah biasa saja di depan Ijul. Pria yang jadi kekasihnya itu juga udah nggak kaget lagi kalau punya pacar yang mulutnya mirip Arapaima Gigas, setiap mangap, semua sumber makanan masuk ke mulutnya.
Sampai di sini, sebenarnya Sisil agak bingung mengisi waktu luangnya di siang hari. Karena event- event yang harus dijaganya rata- rata berlangsung saat akhir pekan atau pada tanggal tertentu.
Mona sih enak, dia dapat Motor show yang akan dimulai besok, selama dua minggu full. "Terus selama nggak kerja lo mau ngapain dong? Bengong? Bisa emang? Lo kan udah kebiasa dihajar sama kesibukan? Nggak mati gaya tuh?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Pretty, itu juga yang tengah berputar- di kepalanya. Dia harus segera mencari pekerjaan. Kalau nggak mau mati bosan. Sebaiknya mulai hari ini dia mulai berburu dan menyebar surat lamaran pekerjaan.
Mungkin nggak harus di kantor besar setara Golden Epona. Mungkin juga nggak harus jadi sekretaris. Entah ia bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan lain atau nggak.
Setelah lulus dari akademi sekretaris, Sisil langsung bekerja di bidangnya tersebut. Awalnya menjadi sekretaris seorang pengusaha wanita di Semarang. Hanya bertahan satu tahun karena wanita itu akhirnya pindah ke Kuala Lumpur bersama suaminya. Sementara bisnis, dipegang oleh anak wanita tersebut. Lalu karena ingin melupakan Gagas, dia akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Jakarta. Dua kali pindah kerja, dan dua-duanya adalah sekretaris juga. Yang pertama adalah sekretaris umum, lalu sekretaris manajer.
Oleh karena itu, Sisil akrab dengan pekerjaan mengorganisir, mengatur jadwal, sampai melakukan tugas yang remeh- temeh. Sekarang setelah dirinya jadi pengangguran dengan prospek gelap, Sisil jadi kembali merasa galau.
Sementara ini, masalah uang makan dan keperluan sehari-harinya, Sisil nggak perlu khawatir. Di rekeningnya terkumpul uang yang nggak sedikit, hasil dari berhemat. Belum lagi dia akan menggelar garage sale besok.
"Mendingan lo jual lewat marketplace, saja. Gampang."
"Tapi lakunya lama. Gue butuh duitnya cepet. "
"Ya udah. Lo gelar deh lapak di depan kampus- kampus tuh."
Sisil tampak berpikir. Sekarang dia nggak lagi punya mobil. Mungkin dia akan minta bantuan salah satu temannya yang mempunyai kendaraan beroda empat tersebut.
Dia sudah mengepak barang- barang branded pemberian Daya dan orang- orang kantor ke dalam satu kardus yang bisa memuat raksasa saking besarnya. Gadis itu tercenung sesaat.
Anggaplah masalah garage sale kelar, yang jadi permasalahan sebenarnya adalah, dia akan jadi pengangguran di siang hari. Fakta itu sebenarnya terdengar sangat mengerikan baginya. Ya Tuhan. Sekarang ia pengangguran! Dengan beban segunung di pundak. Kuliah Tara, masalah Mama, semuanya seperti mengepungnya pada saat yang bersamaan. Sisil meraup rambutnya. Rasanya dia mampu saja mendadak berubah jadi gila saat ini juga.
Sisil mengalihkan pikirannya dengan memikirkan beberapa keahlian yang dia punya. Mencuci baju, setrika, memasak, mengemudi, yang terakhir ini ia dapatkan berkat jadi sopir Kee selama hampir setahun.
Pertama- tama, mencuci baju, jelas harus dicoret dari daftar, Tante kos punya usaha laundry yang sekalian sama setrikanya, oleh karena itu, opsi kedua juga harus dicoret. Memasak? Masakan Sisil bukannya nggak enak. Malah tergolong enak, tapi dia belum pernah memikirkan untuk mengais pundi- pundi rupiah dari masakannya itu. Lagi pula dia mau jualan di mana? Di sekitaran tempat kos ini warung makan bejibun jumlahnya.

ESTÁS LEYENDO
Miss Secretary
Chick-LitMenjadi sekretaris seorang Reagan Maximillian Aldrich bukan sesuatu yang mudah. Pria itu kadang nggak berbicara dan membuat Sisilia Renata susah menerjemahkan apa maksudnya. Bagi Reagan Maximillian Aldrich, kebutuhannya sudah terpenuhi dengan adany...