Chapter 20

57K 4.4K 77
                                        


"Memangnya jam segini kamu mau ke mana?" Reagan mengamati penampilan Sisil yang rapi dan tampak berbeda pagi itu.

"Sekarang masih jam sepuluh, kan? Jemput Kee masih empat jam lagi." Matanya yang biru tajam dan dingin, berulangkali memindai penampilan sekretarisnya.

Sack dress warna hijau daun sage membalut tubuhnya dengan pas. Rambut yang digerai dibuat mengikal diujungnya,  jatuh ke pundaknya dengan cantik. Reagan terpaku. Dia tahu, Sisil adalah wanita yang sangat menarik. Wajahnya perpaduan Jawa-Tionghoa. Hidungnya mancung, bibir berbentuk busur dan mata sipit itu adalah kombinasi yang sulit diabaikan.  Belum lagi sepasang kaki jenjang dan tubuhnya yang semampai. Secara fisik, dia memang masuk dalam kriteria Reagan.

Hanya saja selama ini Reagan memang sibuk untuk menyangkal bahwa dirinya memang tertarik pada Sisil. Terlebih dengan cara wanita itu menghadapi putra sematawayangnya. Melihat bagaimana Kee berlindung dalam dekapan Sisil sewaktu menghindari Malina waktu lalu, membuat Reagan sadar bahwa Sisil sebenarnya mendekati kriteria perempuan yang seharusnya dijadikan sebagai ibu sambung bagi Keegan

Sisil nggak seperti sekretaris Gatra yang terkenal karena berbodi aduhai, atau sekretaris Nares yang centil, atau sekretaris Rifat yang feminis, atau sekretaris pamannya-- Dharma-- yang oon- oon menggemaskan itu.

Sisil cekatan, mulutnya nggak pernah mengeluarkan bantahan, dan satu hal yang paling penting bagi Reagan adalah, Sisil nggak pernah sekali pun modus untuk menggoda dirinya. Sisil tahu batasan antara atasan dan bawahan.

Pada kunjungan pertama mereka ke luar negeri,  Reagan pernah melihat Dito ribut berbelanja suvenir untuk oleh-oleh di toko duty free bandara. Pria itu mengernyitkan dahi keheranan. Pasalnya, sehari sebelumnya Dito sudah membungkus oleh-oleh buat pacar dan adiknya.

"Kamu cari oleh- oleh buat siapa lagi? Your girlfriend? Bukannya sudah?" bertanya si bos dengan alis menukik heran.

"Buat Sisil, Pak. Dia nitip oleh- oleh." Mendengar hal tersebut, kontan membuat sebelah alis Reagan terangkat.

" Who's Sisil ? Your  girlfriend?

"Bukan. Tapi Sisil yang  sekretaris Pak Reagan."

"Oh,"

Atau

Ketika ia pernah gelisah menunggu Dito  yang mendadak menghilang ke arah deretan toko suvenir bandara. memilih-milih barang di toko suvenir bandara ketika mereka sedang berada di Jenewa.   "Kamu dari mana? Kenapa lama sekali? Ini sudah mau boarding."

"Cariin oleh- oleh buat Sisil."

"Do you like her?"

Dengan bengong, Dito menunjuk dirinya sendiri. "Saya?" dengan mimik ngeri. Bukan berarti dia mendiskreditkan rekan kerjanya itu. Justru karena sudah terlalu banyak cowok- cowok dari kantor lain yang nanya- nanya tentang Sisil pada Dito. Bikin lelaki itu malas masuk barisan pengagum Sisil.

Saat itu, Dito menggeleng mantap. "Enggaklah, Pak. Kami profesional. Saya gak berani ganggu rekan kerja. "

Faktanya memang begitu. Sisil lebih dulu berada di Golden Epona ketimbang Dito. Pria itu baru masuk setelah Reagan menjabat sebagai CEO di kantor Ekspedisi dan distribusi itu.

Yang dia sukai dari gadis itu adalah, dia nggak  rese atau sombong dengan senioritasnya. Malah waktu awal- awal Dito masuk dia sempat bilang pada pria itu bahwa dirinya merasa terancam posisinya. Sebab sepertinya bos baru mereka lebih nyaman bekerja dengan sekretaris laki-laki.

Untungnya kontrak Sisil waktu itu belum habis. Jadi sebagai jalan tengah, dari pada perusahaan terkena penalti karena membatalkan kontrak secara sepihak, pihak HRD memutuskan untuk tetap  mempertahankan posisi Sisil, hingga masa kontraknya berakhir pada bulan Desember nanti.

Miss SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang