Part 39

11.5K 974 52
                                        

Sisil menghentikan mobilnya di pelataran parkir sebuah minimarket 24 jam. Dia merasa sangat kehausan. Saat ini dirinya berada di kawasan Mega Kuningan, tempat apartemen pribadi Carrick berada.

Gadis itu belum menelepon Carrick. Dalam hatinya masih bercokol keraguan. Takut kalau-kalau bertemu Carrick, maka lelaki itu akan menggeret Sisil ke Menteng atau lebih parah dari itu, mengadu pada saudaranya bahwa Sisil sudah berada di Jakarta.

Dengan langkah gontai, Sisil masuk ke mini market, niatnya mau mengambil minuman isotonik supaya dia agak bertenaga. Ketika membuka pintu kaca, udara dingin yang menguar dari AC langsung menerpa kulitnya. Untuk sesaat lamanya, Sisil agak limbung. Dia tidak tahu apa yang terjadi sesudahnya. Karena dia merasakan semuanya menjadi gelap. Telinganya sempat menangkap teriakan melengking yang keluar dari mulut seseorang. Tapi Sisil sama sekali nggak bisa membuka kelopak matanya yang bagai ditempel dengan lem tembak.

***

Siang itu, Reagan meluangkan waktu untuk menjemput Kee. Meski tetap meminta bantuan Dito sebagai sopir, karena sejak pertama kali tiba di Jakarta, Reagan sudah merasa bahwa kultur mengemudi di Jakarta sama seperti dalam latar film-film bertema gangster. Alias awut-awutan.

Belum lagi macetnya yang seperti jalan tak berujung. Bagi Reagan yang pemuja efisiensi, dia menyukai keteraturan. Maka dari itu, dia jarang mau mengemudikan mobil sendiri kecuali ketika sedang berkencan.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Di titik-titik rawan kemacetan, bibirnya menipis dengan raut jengkel. Dito yang mengawasi hal tersebut dari rear view mirror, mendesah resah. Lelaki itu sebenarnya sudah mau bocor mengenai keberadaan Sisil di Jakarta. Tapi karena masih merasa bersalah pada mantan rekan sejawatnya itu, Dito memilih untuk bungkam saja.

Dua minggu belakangan, dia kerap menjadi saksi betapa tersiksanya si bos. Dia tahu bahwa si bos kerap mengurung diri di ruangannya setelah jam kerja berakhir. Dan karena Ditolah yang bertugas untuk membersihkan ruangan Reagan, lelaki itu jadi tahu, bahwa malam-malam Reagan belakangan banyak dihabiskan dengan berbotol-botol alkohol.

Mobil bergerak perlahan, begitu kemacetan agak sedikit terurai. Namun tangan Reagan masih mengepal erat. Hingga buku-buku jarinya memutih. Kemudian ia melemparkan pandangan ke luar jendela. Sejauh mata memandang, yang bisa dilihat hanyalah hamparan mobil-mobil yang berjibaku menghadapi kemacetan yang semakin  menggila.

Tanpa sadar, pikirannya kembali pada sosok mantan sekretarisnya. Ternyata inilah yang harus Sisil hadapi setiap harinya ketika bolak-balik menjemput Kee dari sekolahnya. Reagan tahu, mobil secanggih apapun tidak akan banyak berguna bila terjebak di tengah lautan mobil lainnya, plus terik matahari yang membara, membuat udara Jakarta yang gerah jadi semakin pengap.

Namun seingatnya dia tidak pernah mendengar keluhan terlontar dari mulut perempuan itu. Bahkan ketika hubungan mereka jadi semakin membaik. Hingga pada tahap mereka sempat berbagi tempat tidur dan kehangatan tubuh.

Mengingat momen-momen tersebut, entah mengapa Reagan merasakan udara yang semakin meningkat suhunya. Ia yakin wajahnya kini sudah memerah.

Sebetulnya mudah saja mencari Sisil. Cukup dengan dia meminta Dito untuk pergi ke bagian personalia. Di sana pasti menyimpan data-data Sisil. Termasuk di mana tempat tinggal perempuan itu.

Setelah itu, dia bisa melamar Sisil pada orangtuanya. Menikahi gadis itu dan membawanya kembali tinggal di Jakarta. Atau di tempat lain yang ada Sisilnya.

Tapi bagaimana kalau Sisil ingin menetap di kota kelahirannya? Well, Golden Epona memang memiliki kantor cabang di Tegal, Semarang, Surabaya dan Pasuruan. Hanya saja, posisinya sebagai CEO, tidak bisa serta-merta mudah mengambil keputusan untuk pindah ke cabang.

Miss SecretaryWhere stories live. Discover now