Tampang Kee terus cemberut sepanjang acara Halloween di sekolahnya hari itu.
Selain karena tidak ada Sisil, dia badmood lantaran Dayana yang ikut mendampingi dengan berdandan ala Barbie versi sedang hangout di mal siang- siang, malah jadi penarik perhatian orang-orang yang menghadiri acara di sekolah Kee tersebut. Lebih-lebih kaum Adam yang dengan terang-terangan memperlihatkan ketertarikan mereka pada Barbie KW tersebut.
Lebih parah dari itu semua, tante Kee itu malah sibuk flirting dengan Mr. Dimas, guru IT di sekolahnya. Dia tahu , tantenya itu memang suka cari perhatian, terlebih dari lawan jenis. Tapi Kee benar- benar malu dengan kelakuan auntie nya kali ini.
Dalam balutan low rise pant warna biru dan atasan crop top warna pink. Rambutnya yang panjang diikat jadi dua. Sudah begitu, perutnya kelihatan ke mana- mana. Dan dia pede- pede saja dengan hal itu.
Kee menatap kesal pada ayahnya.
"Apa itu?" tanya Reagan, bermaksud menanyakan ekspresi jengkel putranya yang jelas- jelas diarahkan padanya.
"Kenapa dia ikut?"
Reagan yang pakai kostum hitam- hitam bermaksud jadi Hawkeye versi Jeremy Renner. Matanya kelewat biru dan rambutnya pirang, malah menambah daya tarik pria tersebut. Tapi dari sekian banyak karakter untuk dijadikan cosplay, hanya itu yang sanggup dikenakan Reagan tanpa kehilangan wibawa sebagai seorang pria dewasa.
"Seharusnya Daddy bawa Sisil. Bukan Barbie. Aku tidak suka Barbie!" Kee bertingkah laku menyebalkan akhir- akhir ini. Sudah dua mingguan dirinya nggak melihat Sisil. Setiap kali Reagan datang menjenguknya, bocah itu nggak pernah absen untuk menanyakan di mana Sisil berada.
"Aku juga tidak." Jawab Reagan acuh tak acuh. Dia lebih suka berada di ranjangnya yang besar dan nyaman. Kalau bisa bersama Sisil juga.
"Warna pink itu bikin aku sakit mata."
"Aku juga."
Kee menoleh ke arah Reagan. "Jadi sebenarnya di mana Sisil berada? Kenapa Daddy tidak pernah bawa dia buat jenguk aku."
Reagan mendesah. Karena harga dirinya yang tinggi, dan ketidaksukaannya ditinggalkan oleh siapa pun, pria itu jadi nggak pernah sekalipun menghubungi Sisil.
Setiap kali pria itu teringat sosoknya, pelariannya adalah alkohol. Sehingga membuatnya jadi lebih akrab dengan Nares dan Rifat. Semingguan ini mereka bertiga sering hangout bareng. Kalau Nares sedang nggak berkencan dengan komputernya. Tapi kalau pria itu sedang sibuk memancangkan matanya pada benda elektronik tersebut, terpaksa Reagan hanya berdua saja dengan Rifat yang punya mulut besar itu.
Seminggu pertama Sisil pergi, Reagan menghabiskan malam-malam di kantornya dengan sebotol wiski Irlandia hingga mabuk lalu tertidur, berharap ia bisa melepaskan bayangan Sisil yang nggak mau lepas dari kepalanya. Namun begitu ia membuka matanya saat pagi tiba, kembali lagi sosok Sisil memasuki kepalanya tanpa ampun.
Di setiap hubungan yang ia jalin dengan para wanita, selalu Reagan lah yang melangkah keluar terlebih dahulu. Sejak di Norwegia, Jerman, US, hingga ke Jakarta, Reagan selalu berusaha untuk nggak meninggalkan rasa sakit pada mantan teman kencannya.
Ia selalu bisa membujuk mereka untuk tidak ribut-ribut setelah hubungan itu berakhir. Sekarang, begitu Sisil meninggalkan dirinya, entah mengapa ada perasaan nggak terima. Bukannya dia berniat meninggalkan gadis itu. Toh dirinya sudah berniat untuk melamar Sisil. Seminggu ia menunggu gadis itu kembali dari Ambarawa. Namun begitu, mengetahui bahwa Sisil tidak juga kembali ke Jakarta, membuat jantung Reagan seperti ditusuk-tusuk rasanya.

BINABASA MO ANG
Miss Secretary
ChickLitMenjadi sekretaris seorang Reagan Maximillian Aldrich bukan sesuatu yang mudah. Pria itu kadang nggak berbicara dan membuat Sisilia Renata susah menerjemahkan apa maksudnya. Bagi Reagan Maximillian Aldrich, kebutuhannya sudah terpenuhi dengan adany...