Chapter 16

52.1K 4.3K 45
                                        

"Kamu suka banget baca  buku ya, Kee?" Sisil duduk dengan kedua tangannya yang terlipat di atas meja, memperhatikan gerak- gerik bocah tujuh tahun yang tengah serius membaca buku ensiklopedianya

Kee melirik Sisil dengan mata menyipit. Lirikan yang seolah mengatakan kamu- bodoh- atau- bagaimana- itu berhasil membungkam Sisil.

"Aku biasa aja sama buku. Aku hanya butuh isi bukunya. Ilmunya."

"Tapi buku segitu banyak," tangan Sisil dengan panik melambai ke arah rak- rak setinggi langit- langit yang penuh dengan jajaran buku dari berbagai macam genre. "Emang udah kamu baca semua?"

Bola mata Keegan berputar. "Aku mulai baca itu ketika umur 3 Sisil. Mbah yang kenalin aku sama buku."

Sisil manggut- manggut. "Nah, sekarang bisa kamu diam? Aku harus konsentrasi menyelesaikan tiga puluh halaman pertamaku. " Ujarnya keki.

Sisil mengangkat kedua bahunya. Pikirannya dan Kee memang nggak sama. Nggak satu frekuensi.

Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Suara Bude Jumi kemudian menyusul. "Mas Kee, Mbak Sisil ini Bude bikin prol tape, sama es teh." Sisil menoleh sekilas ke arah pintu.

Tentu saja Sisil akan menyukai prol tape, tapi gimana sama bocah bule ini? Sebab belum pernah Sisil melihat bule yang makan tape.

"Aku mau, Bude. Bawa masuk ke sini!" Kee berseru. Sisil yang mendengarnya langsung syok.

Lah ini anak  bule suka prol tape?

"Kamu kenapa megap- megap- gitu, Sisil?"

"Kamu suka... sama tape?"

Lagi, Kee memutar bola matanya. "Pertanyaan bodoh macam apa itu? Memang tidak boleh kalau aku suka prol tape? Sebenarnya aku lebih suka buatan mbah. Lebih enak. Tapi belakangan mbah sibuk ngikutin grandaddy."  Wajah bocah itu berubah murung.

Sisil tahu, Kee sangat dekat dengan Bu Devia ketimbang ayah kandungnya sendiri. Tapi karena Bu Devia juga punya tugas untuk mendampingi Pak James setiap ada kunjungan ke luar kota atau luar negeri, jadilah Kee harus pasrah hanya ditemani Bude Jum, Mbak Wanti dan sekarang Sisil.

Keberadaan Sisil di rumah itu tak lain adalah untuk momong Kee. Belakangan, Bu Devia sudah semakin percaya pada Sisil. Terlebih, Kee juga meski menolak untuk mengakui terlihat begitu nyaman dengan kehadiran Sisil sebagai ganti neneknya.

Jadi, ketika mengantar Kee ke rumah Menteng tadi, Bu Devia sekalian ngomong ke Sisil. "Saya dan Pak James ada flight ke Hong Kong. Lusa baru pulang. Kee bilang dia mau kamu saja yang nungguin. Sama saya nitip si Daya ya, Sil. Belakangan ini jarang ketemu. Bilang ke dia, kalau saya pulang dari Hong Kong, dia harus ada di rumah. Kalau enggak, papinya betulan mau jodohin dia sama salah satu koleganya. "

Untungnya kalau lagi nginap di rumah Bu Devia, ada poin plus yang nggak bisa dilewatkan begitu saja sama Sisil. Masakan Bude Jumi yang juara banget itu. Jadi, meskipun sedikit bete karena nggak bisa leha-leha di kos setelah pulang kerja, paling nggak dia bisa kenyang di rumah Menteng ini.

Soalnya kalau di kantor dia sudah kenyang makan hati. Diomelin melulu sama bos. Bahkan sudah sampai pada tahap eneg dan pengin muntah.

"Kamu nggak punya kerjaan lain selain nanya- nanyain aku?" Keegan mendongak ke arah Sisil yang masih nggak beranjak dari karpet tebal hangat yang sejak setengah jam belakangan jadi tempat gegoleran buat gadis itu.

Sisil melebarkan pupil. "Sebenarnya aku lapar sih, Kee." Ujar gadis itu sembari mengelus perutnya yang rata. "Kok prol tapenya belum nyampe ya?" Sisil bertanya. Lebih pada dirinya sendiri.

Miss SecretaryWhere stories live. Discover now