A-MW. 29

34.2K 1.8K 79
                                    

"Ayahh!" Zira berlari mendekati pria tampan yang baru saja turun dari mobil di depan sekolahnya.

"Papi," riang Alix lalu berlari mendekat kearah Arga.

Grep.

Zira memeluk kaki Arga erat, air mata mengalir tak tertahankan karena terharu menyadari bahwa sosok yang dia rindukan, Ayahnya, telah datang menjemputnya di depan sekolah. Kelegaan dan kebahagiaan menyelinap ke dalam hatinya.

Arga tampak jelas terkejut dengan tindakan tiba-tiba Zira. Tubuh pria itu membeku. Di benaknya, muncul pertanyaan tajam, kenapa Zira bisa berada di sini?

Arga dengan lembut mendorong tubuh Zira, melihat wajah cantik yang dipenuhi oleh air mata dan tatapan rindu yang tulus terpancar dalam matanya.

"Ayah, Zira rinduu," lirih Zira dengan suara lembut yang menusuk hati.

"Papi, ayo pulang," ajak Alix setelah sampai didepan Arga, tak lupa Lia berada disebelahnya.

Arga tersadar lalu menatap Alix dan Lia secara bergantian, senyum pria itu mengembang. "Gimana sekolahnya?"

"Seruu, Papi!" 

"Asikkk, Om!"

Arga mengangguk lalu pandangannya kembali menatap Zira yang masih menangis.

"Ayah tidak bertanya pada Zira?" Lirih Zira.

"Zir--"

"Arga," panggil seseorang.

"Dian?" gumam Arga, rasa heran tergambar di wajahnya ketika melihat Dian yang tampak kelelahan, ekspresi penuh beban fikiran yang begitu mencolok. Sesaat, ia memikirkan apa yang mungkin telah terjadi.

Arga menggeleng, dia harus berbicara serius dengan pria di depannya mengenai Zira yang bersekolah di sini.

"Gue perlu bicara, kita ke cafe yang tak jauh dari sini," ucap Arga.

"Ayah, Zira mau ikut Ayah!" Ujar Zira saat melihat Arga menuntun Alix dan Lia menuju mobil pria itu.

Arga menoleh. "Kamu ikut Om Dian, kita ketemu di sana!" Ketusnya lalu dia melanjutkan langkahnya.

"ENGGAK!" Zira berlari mengejar Arga.

"Zira, ikut Om saja!" Ujar Dian.

"Ayah, Zira mohon!!"

"Ayah! Ayah!"

"Papi, sebaiknya Zira ajak saja, kasihan," celetuk Alix.

"Tidak Alix, dia orang asing," balas Arga.

"Papi, Zira teman Alix sama seperti Lia! Ayoo cepat ajak Zira," paksanya.

Arga menghela napas, lalu menatap kearah luar jendela mobilnya, dimana Zira tampak memukul-mukul pintu mobilnya sembari menangis.

"Ar, ajak aja kasihan!" Ucap Dian diluar sana. 

Arga membuka kaca mobilnya. "Lo juga ikut Dian, cepet masuk! Mobil lo nanti di urus," kesalnya.

Dian terpaksa mengangguk.
_________________ 

Dian menghela napasnya kasar setelah mendengar pertanyaan sinis dari Arga. 

"Sorry, gue tau gue salah. Setelah ini gue janji Monic dan Zira enggak akan ngeganggu lo lagi. Gue sama Monic bulan depan nikah," ucap Dian, perkataannya membuat Arga terkejut. 

"Gue tau lo kaget dan bingung, makannya gue jelasin sekarang. Hm, sorry, tapi lo--" Dian menatap Arga tidak enak.

Arga berdecak. "Gak, gue udah gak punya perasaan apa-apa lagi sama dia."

Dian mengangguk lega.

"Ar, sebenarnya gue nikahin Monic bukan cinta, tapi karena bentuk tanggung jawab gue. Anak yang dikandung Monic itu anak gue," jelasnya, yang lagi-lagi membuat Arga terkejut. Kenyataan apa lagi ini?

Apakah Arga marah dengan kenyataan ini? Jelas saja tidak, pria itu hanya kecewa pada sosok pria di depannya.

"Gue tau lo kecewa, Ar. Tapi hubungan gue sama dia ga se-spesial itu. Gue pikir dia gak akan hamil setelah malam dimana lo dan dia mabuk," ucapnya lagi.

Dian menarik napasnya kasar untuk melanjutkan ucapannya.

"Gue baru tau dua hari yang lalu dimana gue datang ke apartement nya Monic. Wanita gila itu nekat bunuh diri sampe bayi dalam kandungannya meninggal, dan kabar buruknya dia gak bisa hamil lagi," Dian mendongak keatas untuk menahan air matanya.

"Monic hampir depresi karena lo pasti gak mau lagi sama dia, dan gak ada lagi laki-laki yang mau sama dia karena mengingat kondisinya. Makannya gue memutuskan untuk menikahinya," tambahnya, menyampaikan alasan dibalik keputusannya untuk menikahi Monica. 

Arga menunduk mendengar penjelasan Dian. Apakah ini karma? Jika karma Monica semenyakitkan ini, bagaimana dengan dirinya?

'Tuhan,' jeritnya dalam hati.

Arga mendongak menatap Dian. "Keputusan lo tepat, gue harap lo gak nyakitin dia meski lo gak cinta sama dia," ucap Arga.

Arga sesekali menatap kearah Alix yang seperti tengah membujuk Zira.

Tempat duduk mereka memang berbeda, meski begitu Arga meminta salah satu bawahannya untuk menjaga mereka terutama Alix. 

"Gue janji, Ar. Gue boleh minta bantuan lo kan? Lo tau sendiri gue gak setajir lo," ucap Dian di akhiri kekehan.

Arga mengangguk. Jelas saja dia akan membantu Dian, bagaimanapun Dian sahabat terbaiknya. 

"Gue juga bakal bilang pelan-pelan ke Zira, kalau lo bukan Ayahnya," ucap Dian.

"Harus, gue gak mau Eva marah," ucapnya.

"Kemarin-kemarin Zira masih di apartement lo, gue belum ngasih ke Monic karena takut wanita itu nekat lagi. Tapi rencananya gue bakal bawa dia, jadi aparteme--"

"Santai aja, apartement itu gue kasih buat lo, anggap aja hadiah pernikahan lo," Arga memotong ucapan Dian.

"Seriuss?"

Arga mengangguk.
_________________

Aku up🔥
Endingnya masih lama kok, karma Arga belum tiba🤭

ARGANTARA|•| MENGULANG WAKTU (SELESAI)Where stories live. Discover now