A-MW. 37

28.8K 1.5K 53
                                    

Flashback on.
__________

Dian Saputra, sosok yang tak hanya sekadar teman, melainkan juga tangan kanan Arga yang senantiasa menyertai langkahnya di setiap perjalanan. Dian telah menjadi lebih dari sekadar sahabat; ia adalah saudara sejati. Bahkan, hubungan yang terjalin begitu erat sehingga tidak hanya Arga yang merasakannya, tetapi bahkan Gibran pun sudah menempatkan Dian seolah-olah menjadi anak kandungnya.

Gibran menatap Dian dengan air mata yang menetes. Hatinya sedih melihat keadaan Dian yang sangat memperhatinkan.

"Cepat bawa--"

"Tunggu!" Cegah Dian dengan suara lirihnya.

"Saya sudah tidak kuat lagi, Papah!" Dian menatap sosok pria yang selama ini selalu membantunya.

"Tolong sampaikan maafku untuk Arga," Dian meneteskan air matanya. "Saya tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya merasa kasihan pada Zira, selama ini Zira hanya tau Arga Ayahnya. Sebelumnya Saya sudah menjelaskan berulang kali jika Arga bukan Ayahnya, tapi Zira malah histeris."

"Papah, makasih udah mau bantu Saya selama ini. Makasih udah sayang sama Saya. Pah, Saya boleh minta satu permintaan untuk terakhir kalinya?" 

Gibran mengusap air matanya lalu mengangguk.

"Titip Zira. Hito dan Monic sudah tidak memiliki keluarga lagi. Tolong jangan taruh Zira di panti asuhan Pah. Zira sebenarnya anak yang baik. Tapi izinkan Zira tinggal sama Papah, semua kebutuhan dan biaya, Papah bisa jual apartement dan mobil-mobil saya, juga Saya memiliki tabungan sekitar 2 M , papah bisa ambil untuk kebutuhan Zira." Ucap Dian. Dian sudah begitu sayang pada Zira.

"Kamu bicara apa? Kamu yang akan mengurus Zira, Dian!" Ucap Gibran tak suka karena itu seakan-akan Dian akan pergi.

Dian tersenyum lalu tak lama matanya tertutup dengan perlahan.

Flashback of

"Aww!" pekik Zira tiba-tiba ketika rambutnya ditarik.

Dengan nada lirih, Zira berseru, "Nenek?"

Namun, Asri hanya merespon dengan decakan kesal, "Jangan panggil saya nenek! Saya bukan nenek kamu! Cucu saya hanya Alix dan Lexa."

Asri melanjutkan dengan nada geram, "Kamu baru pulang sekolah, malah enak-enakan nonton TV! Sana bantu-bantu di dapur! Contoh Lia, dia masih kecil sudah bisa membantu di dapur tanpa disuruh."

Zira memberikan penjelasan, "Maaf, tapi Zira sedang tidak enak badan. Zira juga sedang menunggu Ayah." Jujur saja, Zira merasa tubuhnya lemas dan matanya sangat perih.

"Alasan! Kamu itu memang pemalas," kesal Asri. 

Zira menghela napasnya pelan lalu beranjak berdiri. Lebih baik dia menurut saja daripada mendapat omelan terus. Sejujurnya Zira kesal dengan Asri, Asri cerewet dan seperti mak lampir.

Namun, hanya dalam beberapa langkah, Zira sudah tergeletak rentan di lantai. Kepalanya dipenuhi pusing yang tak terhingga, diperparah oleh keadaan lapar yang menyiksanya sejak pagi. Asri, tanpa belas kasihan, enggan memberinya sepotong pun makanan. Bahkan saat Gibran, dengan niat baik, memberikan uang kepadanya, Asri dengan cepat dan tegas merampas kembali harapan kecil itu.

"Zira!" Lirih Arga saat ingin menuruni anak tangga tak sengaja melihat Zira tidak sadarkan diri.

"Mah!" Arga menatap mamahnya.

"Jangan di pikirkan, dia hanya acting untuk menarik kamu. Sekarang kamu cepat pergi susul Adeeva sebelum dia diambil pria bernama Beni," ucap Asri.

Arga mengangguk lalu memeluk tubuh Asri dengan tiba-tiba. "Do'akan aku mah! Semoga semuanya berjalan sesuai harapan," ucap Arga.

Asri mengelus pundak Arga lalu mengangguk. "Pasti!"

Setelah itu Arga langsung pamit pergi, dia sempat melirik Zira. Ada rasa khawatir terlebih wajah bocah itu terlihat pucat.
_____________________

Setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya Arga tiba di tempat tujuannya. Bandung, kota kelahirang Adeeva.

"Sayang, aku akan perjuangkan kamu!" Arga meneteskan air matanya.

Dengan langkah pelan Arga mendekat kearah rumah sederhana milik Arya.

Sebelum mengetuk pintu, Arga menghela napasnya dengan perlahan untuk menghilangkan rasa gugup nya.

"Ayah yakin akan menerima lamaran Beni?" Tangan Arga terhenti saat akan mengetuk pintu rumah Arya saat tak sengaja dia mendengar ucapan Tia.

"Ayah sangat yakin Bun. Beni juga baik dia terlihat sayang Alix dan Lexa," ucap Arya.

"Dasar pria brengsek. Bahkan di kehamilan Eva yang kedua sampai melahirkan, pria itu tidak ada disampingnya."

Deg! Arga diam memantung. Kehamilan kedua?
_______________________

Aku up.

Aku bakal kasih flashback buat kalian. Agar tidak salah paham sama Gibran dan Dian😊

ARGANTARA|•| MENGULANG WAKTU (SELESAI)Where stories live. Discover now