A-MW. 35

32K 1.5K 45
                                    

"Ayah, Zira sayang Ayah! Zira pengen Ayah kayak dulu lagi," Zira menatap sang Ayah yang tengah tertidur pulas. Pria itu tampak kelelahan karena selain bekerja dia sibuk mencari keberadaan Adeeva dan Alix.

Di tengah-tengah ketegangan dan kegelisahan, Zira nekat memasuki kamar Arga, merasa lega ketika menemukan pintu tidak terkunci.

Dengan semangat penuh, Zira menyelimuti tubuh Arga. "Ayah nanti kedinginan," gumam Zira.

Langkah ringan membawa Zira menuju sofa, duduk di sana sambil merenung. Meski jarum jam telah melangkah ke pukul 12 malam, kelelahan belum menjemput mata Zira untuk istirahat. Bocah itu tetap terjaga, terpaku pada wajah Ayahnya yang terlelap. Setiap detail di wajah itu menjadi sumber kegembiraan bagi Zira.

Meski malam telah larut, Zira tak merasa ngantuk. Senyum tipis terukir di bibirnya ketika memandangi Ayahnya. Sebuah kebahagiaan sederhana mengalir dalam hati Zira, menginginkan kembali momen-momen indah saat Ayahnya memeluknya, menceritakan dongeng-dongeng ajaib, atau bahkan hanya saat Ayah membuatkan segelas susu hangat. Keinginan Zira untuk selalu merasakan kasih dan perhatian dari Arga seperti dulu terasa begitu mendalam, menciptakan rindu yang semakin memenuhi malam yang sunyi.

Sinar pagi menyapa, membangunkan Arga dari tidurnya yang dalam. Pria itu mengerjap, terkejut ketika matanya secara tak sengaja menatap sosok anak kecil yang tertidur pulas di sofa.

Arga menghela napasnya dengan kasar, langkahnyamenuju tempat Zira berada. "Bangun!" desis Arga sambil menepuk-nepuk pipi Zira.

Zira merespons dengan meleguh, mengerjapkan matanya perlahan. "A-ayah," gumam Zira dengan suara lembut.

"Keluar dari kamar saya!" tegur Arga dengan nada tegas. Zira, dengan raut wajah yang mencerminkan kebingungan mendongak menatap Arga yang tampak kesal.

"Ayah," panggil Zira. Zira sangat berharap sang Ayah membalas seperti dulu ketika dia sering memanggilnya. Iya sayang, ingin sesuatu?

Arga tidak membalas dia masih menatap Zira dengan tatapan dinginnya membuat bocah itu semakin sedih. "Ayah hiks dada Zira sakit! Zira kangen Ayah! Zira tidak tau salah Zira apa, Ayah marah, jangan marah Ayah! Zira janji tidak akan nakal," tangis Zira pecah. Zira tidak tau, tapi hatinya sakit luar biasa melihat sikap sang Ayah yang tidak seperti dulu lagi.

'Zira gak salah, kau sendiri yang membuat dia ketergantungan dengan dirimu! Dia masih kecil, tidak tau apa yang terjadi dengan kamu dan Monic. Yang dia tau kau Ayah nya!'

'Aku pikir dia anakku, Pah! Tidak sepenuhnya ini salah aku!' Jawab Arga.

Arga menghela napasnya kasar. Dia berjongkok menyamakan tubuhnya dan Zira.

"Saya bukan Ayah kamu, Zira!" Ucap Arga tangannya mencengkram erat pundak kecil Zira.

"Ayah kamu Hito! Dia sudah dibawah tanah bersama Bunda kamu," lanjut Arga, sebut saja dia jahat karena berbicara seperti itu pada anak di bawah umur yang jelas-jelas tidak di mengerti oleh Zira.

"Saya Papi nya Alix, saya hanya memiliki satu putra!"

"Zira, panggil saya Om mulai sekarang!" Pinta Arga sembari menatap Zira tepat di matanya.

Zira menggeleng ribut. "Enggak! Ayah jahat!"

"Kenapa Ayah tega bilang gitu? Ayah ya Ayah aku! Aku gak punya Ayah lain selain Ayah," Zira langsung memeluk leher Arga erat.

"Ayah, tolong sayang aku! Aku mau Ayah! Ayah hikss," Arga mengusap air matanya merasa iba. Tapi dia harus tegas, ada perasaan Adeeva dan Alix yang harus dia jaga.

Arga melepaskan pelukan Zira dengan pelan lalu dia beranjak berdiri dan pergi meninggalkan bocah itu dengan tangisan pilu nya.

Rasa sayangnya pada Zira memang sudah pudar.

'Tunggu aku, Eva!'

__________________

Gea menepuk pelan pundak sang kakak. Gadis itu memang baru tiba seminggu lalu di negara sang kakak tinggali sekarang.

"Kak, masih terus memikirkannya?" Gea bertanya dengan penuh kepedulian, menyadari bahwa Adeeva mungkin masih membawa beban perasaan dari masa lalu.

Adeeva menggeleng lemah, mencoba menyembunyikan perasaannya di balik senyumnya. "Tidak, Gea," Adeeva menanggapi, namun matanya mengisyaratkan bahwa kenangan tersebut masih meresap di benaknya, meskipun dia berusaha keras untuk melupakan.

"Kak, lupakan pria bajingan itu. Sekarang kakak fokus ke masa depan!" Ucap Gea lalu duduk disebelah sang kakak.

Adeeva mengangguk. "Iya Gea! Lagian dia pasti sudah bahagia bersama Monic," lirih Adeeva.

"Pria itu memang sudah bahagia bersama selingkuhannya, bahkan Monic tengah mengandung. Aku pernah melihatnya saat di Mall!" Ucap Gea.

'Maafkan aku kak!'

Hati Adeeva semakin hancur mendengar ucapan Gea. Sial, air matanya tiba-tiba turun.

"Tapi kenapa dia--"

"Jangan di pikirin kak, itu biar urusan aku! Sekarang kakak fokus sama Alix dan dede bayi," ucap Gea memotong ucapan Adeeva.

Adeeva mengangguk lesu.
___________________

Aku up lagi🔥

Maaf aku unpub semalam.

Aku kn bikin cerita ini tidak mengandung agama apapun, intinya tidak ada pembahasan agama. Nah, aku jadi bingung pas ada scene perceraian.

Aku takut bangett salah tolong kasih tau yahh.

Jadi Arga dan Adeeva itu non muslim.

Aku baca2 di google kalau ngajuin gugatan cerai pada suami, tp istrinya lagi hamil gpp, bisa. Tapi kalau ada kesalahan tolong kasih tau🙏🏻🙏🏻

KASIH TAU AKU KALAU KALIAN TAU🙏🏻

ARGANTARA|•| MENGULANG WAKTU (SELESAI)Where stories live. Discover now