5🔞

42.3K 1.7K 62
                                    

WARNING!🔞

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Zayyan merasa tak berdaya dengan sentuhan Sing, tadinya ia ingin memukul lelaki itu, namun sekarang Zayyan yang terbuai.

Sing menarik Jayan pergi, mencari tempat yang nyaman hingga mereka menemukan klinik kesehatan desa, dan tanpa pikir panjang langsung masuk ke sana.

Dokter klinik itu secara ajaib tertidur, Zayyan yakin Sing memantrainya lagi.

Sing mendorong Zayyan hingga jatuh terlentang ke atas brankar pasien. Zayyan melotot ketika bibir lembut Sing bertengger di bibirnya. Tak bergerak, seperti meminta persetujuan.

Zayyan menutup matanya, berharap ini hanya mimpi. Ciuman pertamanya diambil seorang lelaki.

Sing menggerakkan bibirnya, menggigit kecil bibir bawah Jayan, memberikan kecupan kecil, hingga bibir Jayan terbuka sedikit, dan Sing memasukkan lidahnya ke dalam mulut kecil itu.

Zayyan merasa aneh, apakah ini yang dinamakan berciuman? Sangat memabukkan dan rasanya manis.

Benda kenyal itu menari di dalam mulut Zayyan, mengabsen deretan giginya, mengajak lidah Zayyan beradu.

"Lidahmu, Jayan." Sing berbisik dengan suara rendah, masih menuntut lidah Jayan agar beradu dengannya.

Zayyan lemas, tangannya mencengkram kuat bahu Sing yang berlapis jubah putih itu. Lidah Zayyan dengan kaku mengimbangi permainan Sing.

Sing menghisap Lidah Jayan, matanya terpejam menikmati saliva Jayan yang terus menerus ditelan olehnya.

Zayyan mendesah di sela ciumannya, kepalanya berat dihujami napsu terus menerus.

Sing melepas ciumannya, melihat bibir Jayan sudah ranum seperti buah ceri dan sedikit membengkak.

Sing turun lagi menciumi leher Jayan, memberikan tanda kemerahan di beberapa titik.

"Ahh, Sing!"

Sing semakin bernafsu, Jayan melihatnya dengan tatapan sendu. Pipinya kemerahan, bibirnya yang membengkak, dan juga kancing bajunya yang terlepas membuat leher jenjangnya terekspos.

Sing menjilatnya semakin ke bawah, hingga puting kecil itu tak luput dari mulut panas Sing.

"Ahh!" Zayyan menahan gejolak yang terus menyerang, ia menarik rambut Sing sebagai pelampiasan.

Sing tersenyum miring disela jilatannya, ia senang Jayan sudah di bawah pengaruhnya.

Zayyan menahan tangan Sing yang membelai area bawahnya. Ia tidak punya tenaga lagi untuk berbicara.

Sing tersenyum. "Aku cuma mengelusnya."

Zayyan menegang ketika Sing mempercepat gerakan tanganya di bagian sensitif itu.

"Sing, Ahh!" Kepala Zayyan menengadah, mulutnya terbuka serta matanya yang terbuka lebar.

Sing kembali menyambar mulut Jayan yang terbuka, menghisap lidah Jayan yang candu. Zayyan merasa celananya sangat ketat, badan Zayyan terhentak menahan sengatan dari bagian intimnya.

Sing melepas ciumannya, benang saliva terhubung di antara mulut mereka. Sing kembali menghisap leher Jayan dengan tangan yang masih terus mengusap celana Jayan yang basah.

Hingga ledakkan puncak kenikmatan itu menghampiri Zayyan. Ia mendesah di telinga Sing yang masih asyik menjilat lehernya. "Sing, Ahh!"

Sing tersenyum puas, kemudian mengecup kedua mata Jayan yang terpejam.

***

Leo melirik Cassie yang sedang melamun. Ia ingin menyentuh tangan itu, ingin membuktikan apakah kekuatan Cassie masih ada.

"Cassie." Leo menggenggam pelan tangan wanita itu hingga ia tersentak. Cassie melihat Leo yang tersenyum.

"Apa kau tidak suka jalan-jalan denganku?"

"Tidak. Bukan begitu." Cassie menggeleng. Ia hanya tidak habis pikir dengan Jayan yang meninggalkannya bersama Sing, hingga Leo yang datang entah dari mana, dan Sing menyerahkannya seperti barang.

Cassie menarik tangannya pelan. "Bisakah kau mengantarku ke asrama?"

Leo diam, sepertinya kekuatan Cassie tidak sebanding dengan Jayan. Ia baru mengetahui Jayan punya kekuatan ketika tidak sengaja memegang lengan Jayan waktu itu.

Cassie menepuk pelan bahu Leo hingga lelaki itu kembali tersadar. "Baiklah, ayo kuantar."

Jika saja hari itu ia tidak mengetahui fakta bahwa Jayan punya kekuatan cahaya putih, mungkin hari ini Leo sudah melakukan aksi penculikannya.

Sepertinya ia akan merubah tergetnya. Leo menjilat bibir bawahnya, entahlah, perasaan asing mulai menyelinap ke hatinya.

***

Zayyan terbangun seperti bangkit dari kematian. Ia melotot mengingat kejadian tadi siang. Apa yang sudah ia lakukan?! Bahkan dengan seorang lelaki?!

Zayyan menampar wajahnya, berusaha melupakan itu. Namun, seseorang yang ingin ia lupakan malah berdiri di depannya.

Sing, melihat Jayan dengan panik ketika lelaki itu berusaha menampar wajahnya sendiri.

"Hei?! Apa yang kau lakukan?!" Sing mengunci lengan Zayyan, namun lelaki itu masih berteriak histeris.

"Aku yang seharusnya bertanya denganmu?! Apa yang sudah kau lakukan padaku?!"

Sing mencoba memeluk Jayan, menenangkan lelaki yang masih memberontak itu.

"Lepaskan aku, sialan!"

"Jayan aku minta maaf, baiklah ini salahku."

"Itu memang salahmu!" Zayyan menunjuk Sing dengan tatapan nyalang, "kau menggodaku!"

Sing mengangguk sambil terus berusaha menarik Jayan ke pelukannya. Ia sudah menduga ini akan terjadi.

Sing terkejut ketika Jayan membenturkan jidatnya ke hidung Sing. Sing merasa darah mengalir dari hidungnya.

Zayyan masih emosi. Ia menyadari sudah berada di dalam kamar asrama miliknya, entah bagaimana lelaki itu membawanya dalam keadaan pingsan. Entahlah, pingsan atau tidur Zayyan tidak tahu!

Zayyan meninggalkan Sing pergi ke kamar mandi begitu saja. Badannya terasa lengket, terutama bagian selangkangannya.

Sing tersenyum tipis. Ia menyapu darahnya menggunakan sapu tangan. Sing tidak marah, malah tingkah Jayan yang sulit ditebak itu seperti hiburan untuknya.

Kejadian tadi siang masih membekas di kepalanya. Bagaimana lelaki itu mendesah menyebutkan namanya membuat Sing menjilat bibir. Jika ia melakukannya lagi sudah dipastikan Jayan akan membunuhnya.

Zayyan keluar dari kamar mandi, aroma sabun membelai penciuman Sing. Sing tersenyum menahan diri.

"Aku membawa makanan, kau pasti lapar." Sing menyerahkan makanan dengan takut, melihat Jayan yang hanya diam.

Zayyan sibuk mengeringkan rambutnya, duduk membelakangi Sing yang masih setia memandangi.

"Keluar dari kamarku."

Sing berjalan menghampiri Jayan yang duduk di ranjang sebelah, sebelum lelaki itu memakinya, Sing mengambil alih handuk Jayan dan mulai mengeringkan rambut sebiru laut itu.

"Izinkan aku mengeringkannya, aku berjanji akan pergi setelah ini."

Zayyan pasrah, Sing terlalu keras kepala. Lebih baik ia menurut agar lelaki itu cepat pergi dari hadapannya.

Sing diam menikmati aktivitasnya, hingga dirasa sudah cukup kering, Sing berbisik tepat di sebelah Jayan yang melamun.

"Aku menyukaimu, Jayan."

Sing tersenyum tulus, meninggalkan Jayan yang terdiam membatu.



.
.
.
.
.
.
.
.

To be continued..........

Jayan or Zayyan✔️Onde histórias criam vida. Descubra agora