27

6.4K 495 35
                                    

Langit bergemuruh, bersahut-sahutan menembakkan kilat cahaya seperti memuntahkan seluruh isinya. Zayyan terbangun, merasa kehampaan di sekeliling.

Penerangan temaram dan suara hujan yang kian deras harusnya menjadi pengantar tidur untuknya. Tetapi perasaan tidak nyaman menjalar ke hati, membuatnya gelisah tanpa sebab.

Lelaki itu tersentak mendengar ketukan pintu. Bukan ketukan, lebih terdengar seperti pukulan.

Jantungnya berdegup kencang, takut sesuatu yang ia bayangkan ada di depan sana. Namun, panggilan seseorang dengan suara tak asing membuatnya lekas berdiri.

Dengan sedikit keyakinan ia membuka pintu. Mata Zayyan membulat sempurna. Viscount Lefan berdiri di depannya dalam keadaan basah kuyup. Tidak terlihat jelas, namun ia yakin mata pria itu memerah.

"Ayah?"

Tanpa banyak bicara, pria itu menarik lengan Jayan dengan kuat. Menyeret langkah kecil agar menyamakannya.

"Ayah? Apa yang terjadi?" Langkah Zayyan terseok-seok. Ia meringis saat genggaman Viscount Lefan semakin kencang.

"Ayah!"

Viscount Lefan berbalik ketika Jayan menghentakan tangannya kuat hingga cekalan itu terlepas. Mereka berhenti di tengah lorong asrama. Kilatan petir menyinari sebentar wajah pria itu, hingga Zayyan bisa melihat bagaimana tatapan murka di hadapannya.

"Kau tidak akan belajar di akademi lagi. Aku sudah bilang kepada Ketua akademi, kau akan belajar secara mandiri."

Zayyan mengkerutkan kening. "Apa? Kenapa sangat mendadak?"

Pria itu tak menjawab, malah menarik lagi lengan anaknya untuk berjalan lebih cepat.
"Semua barangmu sudah dikemas dengan rapi. Kau akan kukirim ke tempat para tetua agar bisa belajar lebih fokus."

"Tidak. Kenapa seperti itu? Apa alasannya?" Zayyan melepas sekali lagi cekalan tangan hingga hampir terpeleset di anak tangga.

Mereka menoleh ketika mendengar langkah kaki mendekat. Sing, lelaki itu muncul dari arah kamarnya.

"Ayah! Hentikan!"

Suara Zayyan bergetar saat melihat Viscount Lefan yang menghantamkan pukulan tepat di rahang Sing, sampai membuatnya jatuh tersungkur.

Tak puas, bagai sebuah samsak ia menendangi tubuh Sing yang tidak sempat lagi bangkit. Pria itu merenggut surai pirang dengan kuat, kepala Sing terangkat hingga pandangan mereka terkunci.

"Brengsek. Apa kau sudah mencuci otak anakku?!"

Zayyan mengguncang tubuh Viscount Lefan, memaksanya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sini.

"Jayan, Ayah dan Ibumu tidak pernah mengajarkan hal buruk. Kebohongan besar itu, katakan bahwa dia lah yang sudah mencemari hati bersihmu!" Viscount Lefan mencengkeram kuat bahu Jayan hingga ia meringis.

"Apa maksud Ayah?"

Pria itu tertawa sumbang. "Kau menganggap Ayahmu sebodoh itu sampai tidak menyadari hubungan kalian berdua?"

Petir bergemuruh luar biasa, mengiringi pasukan Ksatria Viscount Lefan yang baru saja tiba. Para pengisi kamar asmara yang tadinya ingin keluar melihat kebisingan, mengurungkan niat ketika Viscount Lefan menarik pedangnya.

Zayyan membatu. Lehernya tercekik kekecewaan seorang Ayah hingga menyesakkan dada.

Sing terhuyung saat mencoba bangkit berdiri. Darah yang keluar dari hidungnya ia usap menggunakan lengan baju.

"Kami saling mencintai, dan itu tidak bisa disalahkan."

"Ayah!" Zayyan memejamkan mata ketika Viscount Lefan mengayunkan pedang ke arah Sing.

Jayan or Zayyan✔️Where stories live. Discover now