31

5.6K 456 48
                                    

Duke Richard meremas cerutu yang masih menyala hingga hancur seperti bubuk. Mendengar berita simpang siur di Kekaisaran membuatnya naik pitam.

Kabar hilangnya pahlawan Kekaisaran, juga orang kepercayaan Kaisar Luden membuat pria itu berdecih. Bodoh sekali orang-orang yang percaya.

Sudah memenangkan pertarungan selama beberapa minggu, dan pria itu dinyatakan menghilang di medan perang.

Duke Richard yakin, kecil kemungkinan pria itu masih hidup. Sedikit orang bisa menyentuh Viscount Lefan. Pria itu ia akui kehebatannya.

"Sing." Rahang pria itu mengeras. Ia memang ingin membunuh Viscount Lefan, namun dengan tangannya sendiri.

Lelaki itu dengan beraninya mengambil mangsa yang sudah ia perhitungkan kematiannya.

"Bukankah justru bagus jika Sing melenyapkannya? Sekarang kau tinggal fokus kesatu tujuan."

Duke Richard melirik lelaki yang duduk santai di sofa ruang kerjanya. "Yang Mulia, saya sudah berburu rusa itu belasan tahun. Saya sudah membidiknya, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melepaskan anak panah. Dan sekarang, rusa itu telah direbut seseorang, bahkan dibunuh dengan cara yang tidak menyakitkan. Itu sangat mengecewakan."

Pangeran Andrew mengangguk paham. Hewan buruan direbut? Tentu saja menjengkelkan. "Kau masih bisa membidik anak rusa yang tersisa."

Duke Richard mengusap janggutnya, bersandar pada jendela yang tidak terbuka.

"Lagi pula, anakmu Leo sudah sepenuhnya di bawah kendali kita." Pangeran Andrew terkekeh. "mengingatnya datang padaku, memohon agar membantunya untuk melenyapkanmu, itu membuatku sedikit geli."

"Anda harus membantunya, Yang Mulia." Duke Richard tersenyum hingga matanya menyipit.

"Tentu saja. Aku sudah menyarankan hal gila untuknya. Mungkin, ia sudah mengikuti saran itu." Lelaki itu bersandar. Bibirnya menyunggingkan senyum miring. "apa kau tidak gelisah jika ia berhasil membunuhmu?"

Alis pria itu terangkat. Ia terkekeh kecil. "Jangan remehkan kekuatan jantung ini, Yang Mulia."

Pangeran Andrew bertepuk tangan. "Tapi tenang saja, aku akan mengendalikan Leo. Dia merasa punya utang budi yang besar padaku, juga mempercayai kisah bodoh di buku harian itu."

***

Kelambu tembus pandang itu tergantung, seakan menari ditiup angin yang masuk dari sela jendela tak rapat. Matanya berkedut, terganggu dengan sapuan lembut menjamah kulitnya.

Lelaki itu ingin mencari posisi nyaman, namun sesuatu yang berat dan besar melilit pinggangnya.

Zayyan baru sadar napas hangat teratur berhembus di ceruk leher. Ia menoleh sedikit, dan menemukan Sing yang terlelap nyaman.

Lelaki itu pelan-pelan keluar dari kukungan Sing. Hampir Zayyan bangkit berdiri, ia jatuh terduduk ke lantai sambil memegangi pinggangnya.

Suara yang lumayan keras itu mengusik Sing. Lelaki itu segera menghampiri Jayan yang menundukkan kepala.

"Apa yang terjadi?!" Sing dengan wajah paniknya berusaha menarik dagu itu agar menghadapnya.

"Apa kau binatang buas?" Aura Zayyan menggelap. Ia baru menyadari tidak memakai celana. Hanya kemeja putih Sing yang terlalu besar untuknya itu menutupi tubuh bawahnya.

Jangan lupakan rasa lengket di selangkangan yang membuatnya risih. Dan apa itu? Bekas memar juga sakit di bagian pinggang juga area bawahnya membuat ia lumpuh.

"Mungkin ini efek pertama kali pemurnian. Kekuatanmu terserap olehku hingga penyembuhannya sedikit melambat."

"Omong kosong!" Zayyan dengan tatapan murkanya sukses membuat Sing menahan tawa.

Jayan or Zayyan✔️Where stories live. Discover now