34

3.4K 292 19
                                    

"Beberapa dokumen yang menunggu stempel persetujuan ada sebanyak ini, Tuan muda."

Zayyan berusaha fokus membaca deretan kalimat yang terasa asing. Pekerjaan Viscount Lefan secara otomatis berpindah tangan padanya.

Untunglah para tetua mengizinkan Zayyan untuk ikut campur. Walaupun belum menyandang status sebagai penerus yang mutlak, ia sudah mendapat beberapa wewenang.

"Singkirkan dokumen yang tidak aku beri stempel. Itu tidak terlalu penting."

Hartzen Ellio, pengikut dan ajudan setia dari Viscount Lefan merasa prihatin dengan kondisi Tuan Mudanya sekarang.

Jayan sangat berbeda dari terakhir kali mereka bertemu. Rona kemerahan di pipi itu entah sejak kapan hilang.

Wajahnya menjadi tirus dan mata yang cekung itu menyiratkan kehampaan. Baru seminggu dia mengetahui kabar hilangnya Viscount Lefan, namun perubahan Jayan begitu besar.

"Tuan muda, pekerjaan ini akan saya rampungkan. Sekarang lebih baik Anda istirahat. Sebentar lagi ujian akademi tiba." Lelaki itu tersenyum. "bukankah Anda ingin membanggakan nilai itu pada Tuan besar?

Zayyan mengangguk. Itu benar. Sebentar lagi kelulusan akan tiba. Bisakah ia nanti lulus dengan nilai yang bagus? Menunjukkan betapa cerdas ia kepada Ayahnya?

Entah sejak kapan Zayyan mulai menganggap pria itu sebagai Ayahnya. Mungkin karena pertama kali mendapat kasih sayang setulus itu, Zayyan jadi serakah dengan tempatnya sekarang.

Zayyan berkedip memperjelas penglihatan yang mulai buram akibat air mata. Ditambah melihat sebuah lukisan yang tergantung di depannya sekarang, membuat dada semakin sesak.

Keluarga yang asing ini ialah impiannya sejak dulu.

"Kau bisa pergi. Aku akan tidur di sini." Baguslah di ruang kerja Viscount Lefan tersedia sofa bed. Sepertinya pria itu sering lembur.

Hartzen mengangguk. "Baiklah, Tuan."

Zayyan melamun sejenak ketika lelaki itu meninggalkan ruangan. Sampai saat dekapan hangat di bahunya terasa, membuat Zayyan terkejut.

"Apa kau tidak bisa lewat pintu?"

Gelengan di ceruk lehernya membuat Zayyan menghela napas. Lelaki itu beranjak meninggalkan Sing.

Zayyan merebahkan tubuhnya di sofa dengan lengan yang menutupi mata.

"Bagaimana dengan Ayahku?"

Sing bergerak mendekat. Ikut duduk di sofa sambil memainkan poni Jayan. "Aku belum menemukannya."

Zayyan menatap lamat manik merah itu. "Menurutmu, apakah Ayahku masih hidup?"

"Tentu saja. Siapa yang bisa membunuh orang sehebat itu?"

Zayyan menggigit bibirnya. Sedikit ada keraguan jika Viscount Lefan masih hidup. "Jika seperti itu, dia pasti bisa membebaskan diri."

Lelaki itu ikut berbaring, memeluk Jayan dari samping. "Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Tetapi aku yakin dia masih hidup." Sing mengecup sebentar bibir kering itu. "tidurlah. Pikiran tidak bisa jernih ketika kurang tidur."

Tentu saja ia akan terus berkata Viscount Lefan masih hidup. Jika Jayan tahu pria itu telah menjadi abu, pasti ikatan Jayan akan melonggar darinya.

"Tidurlah, Jayan."

***

Duke Richard menyalakan cerutunya, mengabaikan tatapan membunuh yang seakan menguliti.

Entah apa yang dilakukan Pangeran Andrew hingga bisa menjinakkan Leo. Ia sudah tahu bahwa lelaki itu telah menjadi penyihir hitam.

Jayan or Zayyan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang