Extra Part III

3.4K 260 73
                                    

Selain sebuah senyuman, hal apalagi untuk mengungkapkan perasaan senang? Apakah melompat? Berteriak? Membakar gedung akademi?

Lelaki itu menunduk dalam. Bibirnya sudah berkedut ingin tersenyum lebar. Namun sangat sulit. Sing lebih memilih untuk bertarung dengan sepuluh orang, daripada menghadapi Zayyan sekarang.

Kaki Zayyan bergerak tak nyaman. Lelaki itu mengetuk-ngetuk sepatunya. Melihat reaksi Sing yang diam, ia malu sendiri.

"Sing?"

Sing berdeham. Menatap balik Zayyan. Rasanya ingin sekali menampar wajahnya sendiri.

"Aku hanya ingin membantumu." Zayyan memilin jemarinya gugup. "jika dijahit seperti itu, pasti meninggalkan bekas luka."

"Lalu ... kau tidak mau bekas luka itu ada di wajah tampanku?"

Zayyan berdecih. Wajahnya sudah merah menjalar sampai ke telinga. Sing menggodanya! Zayyan sedikit menyesal sudah menawarkan diri.

Tangan Sing bergerak menyentuh rahang Zayyan. Lelaki itu terpejam merasakan sentuhan Sing.

"Kau yakin? Bukannya kau membenci ini?"

Gelengan kecil lawan bicaranya semakin membuat Sing menggertakkan gigi. Ibu Jarinya berhenti di permukaan bibir tipis itu.

Padahal Sing sudah menahan diri. Menahan diri agar tidak menyentuh Zayyan sebelum cintanya diterima.

"Aku mencintaimu, Zayyan."

Kelopak matanya terbuka perlahan. Melihat bagaimana lelaki itu tengah menyatakan perasaannya untuk kedua kali.

"Aku tidak meminta jawabannya sekarang. Tapi tolong, biarkan aku menunjukkannya." Sing tersenyum. Senyuman tulus terpatri di wajahnya. Senyuman suci muncul pada dirinya yang berdosa.

Napas Zayyan memburu. Gejolak aneh di perutnya kembali datang. Ia tak salah lagi. Sing berhasil membangunkan kupu-kupu asmara itu.

Zayyan ingin memastikan. Memastikan apakah perasaannya sebuah delusi atau bukan. Lelaki itu berserah di depan Sing menunggu berbuat semaunya.

Sing memajukan wajah, matanya ikut tertutup. Mereka berdua sama-sama pasrah. Bahkan ketika Zayyan merasakan sedikit tekanan pada bibirnya, lelaki itu bisa mendengar debaran jantung mereka yang berpadu.

Lama bibir Sing diam di sana. Lama ia merasakan napas keduanya yang bertukar.

Sampai Sing memberanikan diri, kecupan kecil mulai menyerang bibir Zayyan. Gerakannya begitu lembut. Begitu penuh kehati-hatian. Tak ada nafsu di sana, hanya ada ciuman penuh kerinduan.

Zayyan merasa tak ada beban pada bibirnya lagi. Lelaki itu mencoba melihat apa yang terjadi. Mata Zayyan membulat sempurna seketika.

Sing menangis. Pipinya mengkilap ada jejak air mata. Lelaki itu menatapnya sendu. Seperti ada ribuan cerita yang tidak Zayyan ketahui di sana. Semakin menatapnya, maka semakin terlihat menyakitkan.

"Aku mencintaimu."

Zayyan merasa bersalah akibat tidak bisa memberikan jawaban. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya menghapus jejak air mata Sing. Lukanya mulai berhenti pendarahannya. Mulai tertutup perlahan dagingnya.

"Sudah tidak sakit?"

Sing mengangguk. Raut wajahnya sudah tidak lagi mendung. Angin sore yang masuk dari celah jendela meniup rambut keduanya.

Zayyan tak berkedip memandang Sing. Di belakang lelaki itu tepat berada sebuah jendela yang menampilkan langit jingga. Sing bersama langit jingga adalah sebuah mahakarya.

Jayan or Zayyan✔️Where stories live. Discover now