15

11.7K 800 23
                                    

Zayyan keluar dari ruangan Kepala akademi memegang sepucuk surat di genggaman. Akhirnya balasan surat yang ia tunggu-tunggu dari Viscount Lefan sudah tiba.

Zayyan segera membuka surat itu, duduk di salah satu kursi yang berada disepinya lorong akademi.

Cahaya obor yang menempel di setiap tiang lorong menjadi pembantu penglihatan Zayyan saat ini.

Belum tengah malam, Zayyan dikejutkan dengan ketukan pintu di kamarnya. Asisten Kepala akademi memberitahu surat untuknya dikirim dengan mendesak.

Zayyan penasaran, ia segera membaca deretan kalimat itu dengan hati-hati, takut terlewat.

Zayyan menganga tak percaya ketika Viscount Lefan bilang, bahwa ia tidak tahu kenapa Jayan punya kekuatan Cahaya Putih. Mereka sudah pernah mencari tahu dulu, tetapi tidak menemukan jawaban.

Akhirnya, Viscount Lefan serta Istrinya menganggap itu adalah sebuah takdir dan keajaiban.

"Omong kosong!" Zayyan berteriak tertahan.

Di surat itu juga tertulis, jangan sampai ada yang mengetahui kekuatannya untuk keselamatan Jayan.

"Hah, sudah terlambat!" Zayyan tertawa hambar. Bagaimana ia bisa menyembunyikan jika orang Edmore itu dengan mudahnya bisa merasakan?!

Lelaki itu memijat pangkal hidung, suratnya tidak berhenti disitu saja, ternyata ada satu kertas lagi yang terselip.

Zayyan mengkerutkan keningnya, akan ada kompetisi di akademi dan Viscount Lefan menyuruh Jayan melindungi Pangeran pertama.

"Aku yang lemah begini bagaimana bisa melindunginya?"

Sepertinya Viscount Lefan sudah mengetahui pertanyaan anaknya itu. Di bagian bawah kertas, bertuliskan jawaban untuk Jayan.

"Cukup berdiri tak jauh darinya, kau sudah melindungi." Zayyan membaca deretan kata itu dengan alis yang terangkat. Apa Viscount Lefan menyuruhnya untuk mendekati Pangeran itu?

Zayyan menghela napas. Perintah ini mutlak harus dituruti. Baiklah, Zayyan hanya cukup berdiri tidak jauh dari tempatnya, bukan? Itu mudah saja.

***

Sing memperhatikan Jayan yang sedang terlelap dengan nyaman. Lelaki itu sepertinya punya kebiasaan tidur memakai celana pendek.

Sing menarik selimut Jayan yang sudah berada di ujung kaki. Ia menyelimuti lelaki itu dengan pelan tanpa membuat terusik.

Jayan pasti marah padanya, karena sudah berani memasuki kamar tanpa izin menggunakan sihir. Sing tidak peduli, selama ia tidak ketahuan.

Sing sudah merindukan lelaki itu, padahal siang tadi mereka menghabiskan waktu dengan bercumbu.

Tangannya merapikan poni Jayan yang menutupi mata indah itu. Sing rasanya ingin menyembunyikan Jayan di ruang waktunya yang tak berujung. Ia sudah menyediakan kebutuhan Jayan di sana, sangkar yang terbuat dari emas sudah siap dihuni Jayan.

Sing benar-benar ingin mengurung Jayan, supaya mata itu hanya menatapnya. Telinga itu hanya mendengar suaranya. Pikirannya hanya untuk Sing seorang.

Apakah jika memonopoli lelaki itu, senyum hangat yang selama ini Sing lihat masih sama?

Jayan mengerang kecil saat Sing mengusap rahang tegas bagai mahakarya yang sempurna. Bagaimana bisa ada orang seindah ini di mata Sing.

Biasanya Sing hanya melihat hal-hal mengerikan selama hidupnya, namun sekarang berbeda ketika Sing mengenal Jayan lebih jauh.

Sing menarik napas dalam. Ia menunduk untuk sekadar mengecup kening itu. Sing diam merasakan hangatnya kulit Jayan yang bersentuhan dengan bibirnya yang dingin.

Jayan or Zayyan✔️Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon