17

9.7K 744 74
                                    

Di bawah redupnya penerangan kamar karena gorden yang belum disingkap, Sing membanting alat sihir perekam dengan kuat hingga hancur berkeping-keping.

Tanpa sepengetahuan Jayan, ia meletakkan alat perekam di kamar lelaki itu. Sing menarik rambutnya, melampiaskan amarah melihat Leo yang berani mendekati miliknya.

"Brengsek! Aku akan membunuhmu."

Napas Sing memburu. Niatnya untuk melihat wajah lucu Jayan ketika tidur terhempas sudah. Leo sama sekali tak mengindahkan peringatannya untuk tidak mendekati Jayan.

"Tidak apa-apa. Jayan menyukaiku, bukan dia." Sing tersenyum, kemudian wajahnya kembali cemas. "benar, kan? Jayan tidak mungkin membuangku. Tidak!"

Jantung Sing berdebar kencang. Ia melirik pecahan alat perekam tadi, mengambil yang paling besar, menggenggamnya di tangan kanan dengan kuat hingga darah kental menetes dari sela jari.

Sing membuang kaca itu ketika dirasa lukanya sudah cukup. Berjalan ke arah cermin untuk merapikan rambut. Ia harus tampil sempurna di depan Jayan.

Sing keluar kamar menuju tempat orang yang paling ia sayangi. Membiarkan darahnya menetes di sepanjang jalan.

"Jayan ...." Sing mengetuk pintu dengan suara rendah.

"Jayan? Kau sudah bangun?"

Pintu terbuka, menampilkan Jayan yang sedang menggosok pelan matanya.

"Aku izin sakit hari ini, apa kau lupa?" Zayyan mengira Sing menjemputnya sepagi ini untuk pergi bersama ke kelas.

Sing tersenyum, memperlihatkan tangannya yang terluka.

Zayyan melotot. "Apa ini? Apa yang terjadi? Siapa yang melukaimu?"

Zayyan terhuyung ke belakang menahan beban tubuh lelaki itu. Sing menutup pintu dengan kakinya hingga menimbulkan suara yang keras.

"Sing, ayo kita ke klink! Ini harus dijahit!"

"Tidak, aku hanya ingin memelukmu." Sing memeluk Jayan erat. Piyama lelaki itu sampai berlumuran darah Sing yang terus menetes.

"Kau akan kehabisan banyak darah!"

Zayyan terkejut, Sing menyatukan bibir mereka. Membawanya berbaring dengan posisi Sing yang mengukung.

Ciuman Sing menuntut, menggigit bibir bawah Jayan kuat hingga ia meringis. Zayyan merasakan perih dan asin di sela ciuman itu.

"Ini tandaku." Sing mengusap dengan ibu jarinya bibir Jayan yang terluka. "kau milikku, Jayan. Kau harus ingat itu."

Zayyan terdiam. Merasakan napas Sing yang memburu di ceruk lehernya.

"Apa yang terjadi?"

"Pembunuh bayaran menyerang. Aku lengah dan untung saja hanya luka kecil." Sing mengecup leher Jayan, menjilat kemudian hingga Jayan mendesah.

"Hentikan. Lukamu harus diobati dulu."

"Kau obatnya."

Zayyan menahan bibir Sing dengan tangannya. "Itu perlu jahitan. Minggirlah!" Ia menendang perut Sing hingga lelaki itu memberikan sedikit celah.

Zayyan berdiri. Memakai pakaian yang sedikit rapi untuk membawa Sing ke klinik. Ia menyeretnya, mengabaikan lelaki yang menggerutu di belakang tubuhnya.

"Padahal cukup bercinta saja luka ini akan membaik."

"Bercinta kepalamu!"

Zayyan kesal. Masih pagi ada saja masalah yang terjadi. Untunglah Dokter klinik sudah ada di tempat.

Jayan or Zayyan✔️Where stories live. Discover now