30

5.4K 484 88
                                    

Pria itu tersentak ketika kudanya menendang bebatuan. Tumben sekali pikirannya bercabang saat menjalankan tugas.

Penyelidikan kematian seluruh keluarga Karan tempo hari lalu sedikit janggal. Walaupun semua bukti murni mengarah kepada bencana alam, namun entah mengapa, hatinya selalu berkata lain.

Sudah hampir dua minggu ia berpamitan dengan anaknya, Jayan. Sekarang pasukan miliknya telah menuju puncak kemenangan.

Kuda hitamnya yang gagah dengan balutan baju besi bergerak paling depan memimpin formasi seperti sayap Elang.

Viscount Lefan memimpin seluruh pasukan di posisi tengah, merentangkan kedua tangan yang menggenggam masing-masing pedang tajam.

Pedangnya bergerak cepat dan lincah menebas siapa saja yang menghalangi kemenangannya. Anak panah melesat secepat angin ditangkapnya, ketika mencoba menerobos helm besi yang menutup hampir seluruh wajah pria itu.

Tanah sekeliling menjadi basah akibat tergenang darah para musuh, maupun pasukannya yang akan menjadi pahlawan dikenang dalam kehormatan nanti.

Di depan sana, lewat segaris celah tempat satu-satunya mata tajam pria itu memandang, terlihat target penentu berakhirnya perang bersimbah darah ini.

Komandan pasukan kaum barbar dengan kepala Singa yang digunakan sebagai topeng itu menyadari, dirinya yang sekarang menjadi target.

Viscount Lefan melompat turun dari kuda. Sepatu besi berat itu mampu membuat tanah berbekas dalam. Terdengar gesekan besi ketika ia berjalan. Seluruh tubuhnya yang berbalut baju zirah berat tak membuat langkahnya lamban.

Pria itu melempar helmnya begitu saja. Pedang yang dipenuhi bercak darah dengan lihainya menangkis semua serangan pasukan lawan yang melindungi Tuan besar mereka.

Setelah semua halangan itu sirna, kedua bilah benda tajam itu berhantaman hingga menimbulkan bunyi yang membuat ngilu.

Viscount Lefan tak paham bahasa yang diucapkan musuh di depan. Yang pasti, ia menganggap bahwa itu adalah kalimat terakhir.

"Aku akan mengabulkannya." Viscount Lefan menyeringai. Sekali tebasan, pedang tajam miliknya mengoyak memanjang kulit dada pria itu.

Sorakan pasukan berjaya menggema hingga menggetarkan tanah yang dipijak. Sangkakala kemenangan ditiup mengarah ke langit hingga burung-burung terbang melarikan diri.

Pasukan musuh yang tersisa bersimpuh ketakutan. Nasib malang menjerat mereka, menjadi budak seumur hidup.

Di tengah pedang-pedang kebanggaan yang menjulang ke langit, Viscount Lefan menyipitkan mata. Pria itu dengan langkah lebar mengikuti seseorang yang tak asing.

Tidak sadar kakinya memasuki hutan. "Berhenti!" Viscount Lefan menarik bahu orang itu hingga tudung jubahnya turun.

"Kau?!"

Mata pria itu seakan melompat keluar ketika melihat Sing berada di medan perang ini. Tak berhenti sampai di situ keterkejutannya, reaksi lelaki di depan ini membuatnya tambah heran.

Sing tertawa melihat wajah bingung Viscount Lefan. "Apa kau senang setelah berhasil memenangkan wilayah ini?" Tidak sia-sia ia membuat rencana sehebat ini agar bisa memisahkan Ayah dan anak itu.

"Aku juga senang karena kau masuk ke dalam perangkapku." Setelah mengatakan dengan suara rendahnya, lelaki itu membangun sebuah perisai yang mengelilingi. Sekarang, tak ada yang akan bisa melihat atau menyadari keberadaan mereka.

Viscount Lefan menarik sudut bibir. "Akhirnya kau membuka topeng di depanku?"

Sing memainkan jari telunjuknya di kening, menatap pria itu dengan senyum yang membuat lesung pipinya tercetak jelas. "Tadinya aku ingin memakai topeng itu selamanya." Sedetik kemudian, manik merahnya berubah kelam. "tapi kau ini sangat mengganggu."

Jayan or Zayyan✔️Where stories live. Discover now