38 END *࿐

5.3K 398 71
                                    

Di atas bukit ini, kakinya berdiri tegak tak ragu menanti detik-detik berakhir kehidupannya.

Dirinya sudah merubah takdir dari seseorang. Ditambah dengan memberikan jantungnya sebagai syarat menjadi penyihir hitam, sekarang Leo menjadikan nyawanya bayaran untuk membangkitkan seseorang.

Matahari di sebelah timur mulai menunjukkan keberadaanya. Leo memejamkan mata. Ia tidak menyesal sama sekali. Yang terpenting, Jayan sudah kembali hidup berkat dirinya.

Akhirnya ia bisa melakukan sesuatu untuk lelaki itu. Akhirnya ia berguna. Kematian tidak semenakutkan yang dikira. Leo tersenyum mengingat kecupan terakhirnya untuk Jayan tadi.

"Senang bisa menjadi gurumu walau sebentar."

Leo mengangguk kecil. Berbalik menghadap orang itu. Penyihir hitam yang ia temui waktu itu mengajarkannya banyak hal. Terutama mantra terlarang penyihir hitam.

"Kau langsung menggunakannya? Apa kau tidak sayang dengan nyawamu?"

Leo tersenyum tipis. "Aku lebih sayang dengan orang lain, daripada nyawaku sendiri."

Lelaki itu memberi nyawanya kepada Iblis. Rencana bodohnya dulu menukar jantungnya untuk mengganti dengan kekuatan Jayan. Makanya ia berani mengambil resiko.

Tetapi setelah sadar betapa berarti jayan untuknya, Leo tidak menyesal. Takdirnya yang menjadi penyihir hitam, membuatnya bahagia bisa berguna untuk Jayan.

Udara dingin yang keluar dari mulutnya membentuk asap samar. Leo merasa tubuhnya menjadi ringan.

Lelaki itu melihat telapak tangannya yang mulai tembus pandang. Bayangannya perlahan menghilang, melebur menjadi potongan kecil yang lenyap.

Leo menarik napas untuk yang terakhir kalinya. Sekarang lelaki itu akan kekal di neraka, bersama sihir hitam yang menjadi pendamping selamanya.

***

Zayyan tidak tahu berapa hari ia sudah dikurung. Yang pasti, sudah lama.

Mengingat dirinya berada di dalam ruang waktu yang tak teratur berganti siang dan malam, lelaki itu menghitung dari saat Sing mulai memberinya makan.

Dan sekarang, sudah tepat sebulan Zayyan menghitung. Bagaimana nasib kediamannya? Apakah orang-orang tahu ia sudah mati lalu hidup kembali? Ujian akademi, bisakah ia menghadirinya?

Sing melihat Jayan yang melamun. Padahal di sangkar itu sudah diletakkan karpet bulu dari beruang putih raksasa yang sudah ia kalahkan.

Dipastikan lelaki itu tidak akan merasa kedinginan. Lalu apa yang membuat wajahnya murung dan pandangan kosong itu?

"Jayan, buka mulutmu." Tangan yang memegangi sebuah anggur itu bertengger di depan mulut.

Zayyan membiarkan Sing menyuapinya. Harusnya anggur itu terasa manis, namun entah mengapa, indra pengecapnya tak berfungsi.

Sing terpejam. Jayan meludahi biji anggur itu ke wajahnya. Lelaki itu hanya tersenyum, mengusap pinggir bibir Jayan.

"Enyahlah! Aku tidak bernafsu melihatmu!"

Lelaki itu acuh tak acuh. Tangannya tetap mengarahkan sendok yang sudah terisi lauk kesukaan Jayan.

"Aku mau pulang! Aku tidak mau makan!"

Nampan berisi makanan itu terbang, membentur besi sangkar hingga jatuh berhamburan.

Dada Zayyan naik turun. Sudah lama ia memancing emosi lelaki itu, namun Sing tetap bersikap baik padanya. Dan Zayyan benci itu.

Sing menyeka celana Jayan yang terkena noda dengan sapu tangan. Ia mengusap perlahan kening Jayan yang mengkerut.

"Semuanya mengira kau telah bersemayam di bawah kuburan palsu itu. Semuanya telah mengira kau sudah tiada. Hanya aku di sini yang tahu kau masih hidup." Sing tersenyum. "hanya aku."

Jayan or Zayyan✔️Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora