37

2.9K 306 62
                                    

Perang telah berakhir ditandai dengan lebatnya hujan turun. Semesta membersihkan darah yang menggenang, menggantinya dengan air suci mewakili perasaan orang-orang yang berkorban.

Kemenangan masih berpihak pada yang baik. Para pasukan kerajaan menjunjung tinggi pedangnya ke langit dengan air mata yang berlinang.

Musuh yang masih hidup segera diamankan, menunggu hukuman mati ditetapkan.

Berbeda nasib dengan seseorang yang kini masih berdiam diri di tengah lebatnya hujan. Suara tangisnya tersamarkan, langit berbaik hati menutupi kelemahannya.

Bibirnya membiru, angin dingin menusuk hingga ke tulang.

Di tengah hiruk-pikuk kesibukan sekitar, langkah yang diseret dengan susah payah membuat bekas pada tanah yang basah.

Lelaki itu menekan luka di dadanya, membuat darah mengalir dari sela jari. Lukanya sangat perih dihujani air yang dingin.

Sing terdiam merasakan seseorang yang terduduk di samping. Suara tangis penyesalan itu sayup-sayup terdengar.

Kepalanya tertoleh ke samping akibat pukulan yang dilayangkan tiba-tiba. Tubuh Leo terhuyung memaksakan tenaganya yang tersisa.

"Brengsek! Ini tipu muslihat kalian?!"

Suaranya teredam suara hujan. Urat leher Leo timbul dengan wajah memerah. Lelaki itu melempar buku harian Ibunya, Sing hanya diam.

"Tidak, tidak!" Leo menggeleng, melihat tubuh kaku di pangkuan Sing membuatnya semakin menjerit.

"Aku membunuh Jayan."

Pukulan Sing sepertinya membuat pikiran Leo terbuka. Lelaki itu heran dengan Sing yang rela melakukan apa saja untuk Jayan, hingga sebuah pertanyaan untuk dirinya sendiri membuat Leo berpikir lama.

Dia dulu juga seperti itu. Tetapi semuanya berubah hanya setelah ia membaca beberapa kalimat di buku itu. Tanpa mencari tahu lebih jelas.

Kembali teringat saat Jayan memberi sapu tangan untuk menghiburnya, apakah lelaki sebaik itu anak dari wanita yang sudah merenggut kebahagiaan Ibunya?

Leo yang bersimbah darah menemui Ibunya, mencari kebenaran lewat kekuatan yang ingin ia gunakan untuk balas dendam.

Tangan lelaki itu bergetar di atas kepala Ibunya. Hanya kejahatan Duke Richard yang ada di sana, tak ada satu pun campur tangan Viscountess Leyla.

Leo bersimpuh, angin menderu-deru hingga ranting pohon bergerak semaunya. Suara Lelaki itu semakin serak, kesedihan serta penyesalan menyelimuti hatinya.

Sing mengepalkan tangan. Baru kali ini ia sedikit menyesal membuat Leo membenci Jayan.

Jika lelaki itu tidak menaruh rasa benci, pasti dia tidak akan membiarkan Jayan seperti ini.

Sampai ketika orang-orang di sekitar menarik diri, dan halaman istana mulai bersih dari noda darah, mereka hanya terdiam membisu menatap mayat itu.

Leo menggeleng kecil, menyeret tubuhnya susah payah untuk mendekati Jayan.

"Apa yang kau lakukan?!" Sing mendorong Leo yang menyusupkan tangannya di punggung Jayan, berniat menggendong lelaki itu.

"Aku akan membangkitkan Jayan." Bibirnya bergetar. Ia harus membuat Jayan hidup kembali bagaimanapun caranya.

Sing mencengkram pergelangan tangan Leo. "Berjanjilah setelah ini kau tidak akan muncul di depannya lagi."

"Bisakah singkirkan dulu sikap egoismu itu?! Tubuh Jayan akan membusuk!"

Sing mengangkat tubuh kaku itu, berjalan menjauhi Leo yang membuatnya berteriak keras.

"Aku akan menjauhinya, sialan! Aku tidak akan muncul di depannya lagi!"

Jayan or Zayyan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang