26

6.6K 497 43
                                    

"Tidak!" Zayyan terduduk. Sekian lama mimpi buruk menguasai alam bawah sadarnya. Dada lelaki itu naik turun. Ia menyentuh kening yang berkeringat.

Menoleh kiri kanan berharap ada Sing di samping tetapi hanya ada dirinya seorang. Zayyan meringkuk, menenggelamkan kepala di antara lutut.

Bayangan saat ia masih haus akan kasih sayang kepada orang tuanya dulu kembali terlintas di benak.

Bagaimana Zayyan kecil dipukuli dengan tongkat golf hanya karena meminta dibacakan buku dongeng. Lelaki itu tersenyum masam. Rasa sakit di sekujur kaki seperti masih terasa.

Menarik napas dalam mencoba menenangkan diri, Zayyan mengangkat pandangan ketika merasa rengkuhan seseorang.

"Kenapa kau lama sekali?"

Sing tak menjawab, malah mengangkat Jayan untuk duduk di pangkuannya. Menciumi leher lelaki itu hingga gelisah.

Zayyan bergerak tidak nyaman. Kakinya memeluk pinggang Sing erat. Mulutnya mendesis lemah saat lidah yang hangat menari di kulitnya.

Lelaki itu menjilati tanda di leher Jayan, memberi gigitan kecil sampai empunya melenguh merdu.

Usapan di punggungnya juga semakin ke bawah. Entah kapan Sing menyingkap bajunya hingga kulit mereka langsung bersentuhan. Zayyan terlonjak ketika lelaki itu membelai pinggulnya sampai terus menurun.

"Tidak." Zayyan menjauhkan wajah. Tidak ingin Sing menyentuh bagian belakangnya.

Sing tersenyum tipis. Mengecup sebentar bibir ranum yang mulai maju karena kesal akan tingkahnya. "Kenapa?"

Wajah Zayyan datar. Merasa pertanyaan itu tidak pantas dilontarkan. Ia tidak mau, ya, karena tidak mau!

"Aku ingin pulang."

Sing menggeleng, membuat lelaki itu meninggikan suara.

"Sing! Aku ingin menemui Ayahku!"

Sing menghela napas. Memegangi pundak Jayan agar berhadapan dengan benar. "Aku belum menangkap penculikmu, di sana kau tidak akan aman."

"Kau bisa melindungiku, Ayahku juga." Zayyan menatap balik netra yang terlihat jelas akan keraguan. Entah mengapa Zayyan merasa tatapan Sing yang berbeda.

Setelah tenggelam pada pikirannya sendiri, Sing beranjak untuk memasangkan Jayan jubahnya. Lelaki mungil itu tak bertanya banyak, yang pasti ia yakin Sing akan memulangkannya.

***

"Tuan, kami sudah menyelidiki perihal senjata penculik itu. Semua senjata yang digunakan ternyata diimpor langsung dari negeri kaum barbar."

Jemari Viscount Lefan semakin mengerat di depan wajah. Rahangnya mengeras. Jika sampai penculik itu bekerja sama dengan kaum barbar, ini bukan hanya menjadi penculikan biasa, tetapi sudah menjadi pemberontakan.

Entah siapa dalang dibalik kejahatan ini, dia harus dihukum sampai telah menjadi mayat sekalipun.

Pria itu mengangkat pandangan ketika mendengar langkah kaki tergesa-gesa menaiki anak tangga, seperti mencoba cepat ke tujuannya sekarang.

Ketukan pintu terdengar dari balik pintu kokoh. "Tuan, Tuan muda Jayan sudah kembali."

Pintu dibuka kasar. Viscount Lefan segera berlari menuju lantai bawah. Di sana, sudah ada anaknya yang sedang berdiri menunggu.

Zayyan terperangah saat pria di depan itu mendekap tubuhnya erat. Ia sampai terdorong ke belakang.

"Aku baik-baik saja, Ayah."

Viscount Lefan menelisik penampilan Jayan. Berharap matanya tidak melihat ada luka di sekujur tubuh putranya.

Sing yang berdiri di samping Jayan baru kali ini melihat ekspresi tak biasa itu. Kemudian matanya bertatapan dengan Viscount Lefan.

Jayan or Zayyan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang