33

4.7K 407 82
                                    

Dari kelopak mata hingga belakang telinganya tak luput dari jamahan bibir hangat lelaki itu. Zayyan sedikit merinding saat embusan napas teratur seakan menyelimuti belakang lehernya.

"Berhenti, Sing! Aku sedang menulis!"

"Aku hanya menciumi lehermu, apa hubungannya?" Sing semakin gencar membubuhi kecupan di sana tanpa rasa bersalah.

Zayyan yang duduk di pangkuan tidak bisa melepaskan diri, akibat lilitan di pinggangnya.

Lelaki itu menarik napas lelah. Sekarang waktunya ia belajar, dan guru di depan sana tiba-tiba saja bergerak keluar ruangan tanpa memberikan penjelasan.

"Sing! Nanti ada yang masuk ke sini!"

"Aku sudah menyuruhnya pergi."

Zayyan sudah curiga saat Sing tiba-tiba saja masuk dan tanpa sopannya bertingkah seperti ini.

Sing menumpu dagu di meja, menatap Jayan memuja dari samping. "Untuk apa belajar dengan guru yang lemah itu? Sihirnya bahkan tidak lebih besar dariku."

Zayyan mendelik malas. Mencoba melepaskan jemari Sing yang mulai bergerak merayapi tubuhnya.

"Lebih baik belajar bersamaku."

Lelaki itu menoleh ke belakang. "Tidak aka–"

Zayyan melotot. Sing tiba-tiba saja menahan wajahnya. Lelaki itu berusaha mendorong tubuh Sing menjauh, mencoba merapatkan bibirnya yang diserang.

Merasa ciumannya tidak dibalas, Sing menggigit bibir itu hingga Jayan meringis, memberikan sedikit celah.

Sing terpejam, menekan kepala Jayan agar pagutan bibir mereka kian dalam. Tangan sebelahnya menyatukan kedua lengan Jayan agar tak bisa mengusik.

Zayyan tak bisa melepaskan diri. Lelaki itu melihat dari dekat, bulu mata lentik menggantung di kelopak mata Sing yang terpejam. Ia sedikit menikmati bagaimana cara Sing memanjakan bibirnya dengan lumatan lembut dan sapuan hangat lidah itu.

Sing tersenyum. Mencium bergantian sudut mata Jayan. Memeluk lelaki itu dengan hati-hati, seakan Jayannya mudah rapuh.

Lelaki itu mengkerutkan kening, melihat raut wajah Jayan yang berubah sendu. "Ada apa?"

"Sing, ini aneh sekali. Sudah lama Ayahku pergi, dan belum ada kabar kemenangannya. Apa dia baik-baik saja? Dia tidak mungkin kalah, kan?"

"Tidak mungkin. Dia sangat kuat. Aku masih ingat rasanya pukulan Ayahmu itu."

Zayyan meringis. Tangannya terangkat untuk mengusap rahang lelaki itu.

"Jika Ayahmu kembali dan memisahkan kita lagi, apa yang akan kau lakukan?"

Pemuda itu menunduk. Memilin jemarinya dengan sedikit gelisah. "Aku tidak tahu. Aku mencintaimu, tapi aku juga tidak punya kekuatan untuk melawannya."

Sing tersenyum menenangkan. Keputusan tepat telah membunuh Viscount Lefan. Miliknya itu tidak kesusahan lagi dalam memilih. "Aku akan berusaha berbicara dengannya nanti."

"Apa di Kekaisaran tidak ada kabar kemenangan apa pun?" Zayyan menegakkan tubuh. Menatap lurus Sing dengan penuh harap.

Sing terlihat berpikir, kemudian menggeleng kecil. "Selama ini aku hanya ke luar masuk akademi dan mansion ini. Di sekitaran akademi pun, tidak ada yang membahas tentang peperangan."

Kegelisahan semakin menyerangnya. Zayyan tak sadar menggigit kuku, membuat Sing lekas menariknya. "Jangan lakukan itu. Tenanglah."

Dekapan hangat membuatnya terpejam. Zayyan menyembunyikan wajahnya di bahu Sing, membiarkan usapan hangat di punggungnya menenangkan.

Jayan or Zayyan✔️Où les histoires vivent. Découvrez maintenant