29

5.7K 470 50
                                    

Pipi itu penuh jejak air mata. Bulu matanya basah dihinggapi bulir bening rasa bersalah kepada Ibunya.

Leo menyentuh dada yang kian sesak. Setiap lembaran dibuka membuat hatinya remuk. Buku yang menjadi saksi hidup Ibunya, juga menjadi cerita yang tak pernah Leo ketahui semuanya tercatat di sana.

Duke Richard, manusia itu, tidak. Ia tidak pantas disebut manusia. Bagaimana bisa pria itu sangat tega menghancurkan impian sederhana seorang wanita?

Leo menghantamkan kepalan tangannya ke tembok hingga retakan batu berjatuhan. Dada lelaki itu naik turun. Matanya memerah bukan karena kesedihan, melainkan kemurkaan yang sudah menjalar ke seluruh tubuh.

"Aku akan membunuhnya, aku akan membunuhnya." Mulutnya terus bergumam. Lelaki itu segera berlari menuruni ribuan anak tangga yang menghadang.

Sampai ketika ia menemukan sebuah kuda terikat sendirian di pohon halaman akademi. Tanpa pikir panjang lelaki itu menungganginya menuju suatu tempat.

Tempat yang lumayan lama sudah tak ia kunjungi. Letak menara itu cukup jauh, masuk ke hutan belantara. Namun kuda yang ia tunggangi laju menapaki jalan kecil akses satu-satunya.

Leo sampai dengan cepat. Ia melangkah lebar menuju pintu utama tanpa seorang pun penjaga. Bajingan itu bahkan tidak memikirkan keselamatan Ibunya yang berada sendirian di tengah hutan.

Langkahnya sedikit kesulitan ketika menaiki tangga yang mulai keropos batunya. Pikiran lelaki itu seperti benang kusut sekarang. Leo tiba di depan pintu besi yang dingin.

Gembok menggantung di sana ia pukul menggunakan gagang pedang. Pintu besar berderit mengerikan ketika dibuka.

Pemandangan di hadapan Leo sekarang tak kalah mengerikan. Mengenaskan, menyesakkan.

Ibunya yang cantik jelita dengan pipi berisi kemerahan diingatannya, telah berganti dengan seseorang yang hampir tak bisa dikenali.

Wajahnya sangat tirus. Seperti tersisa hanya tulang dan kulit. Tubuhnya yang seputih susu kini berganti dengan debu hitam kotor.

Leo memperhatikan sepiring makanan basi berulat dan gelas kosong berdebu. Entah sudah berapa lama wanita ini tidak diingat keberadaannya.

Lelaki itu berjongkok, menyelami netra yang gelap dan dalam. Mata Leo beralih melihat kulit biru keunguan, akibat tekanan belenggu besi berat yang menjerat kedua kaki dan tangan.

"Ibu? Leo di sini."

Leo mendudukan tubuhnya di lantai kumuh. Berbicara dengan Ibunya sama saja seperti berbicara dengan sebuah tembok.

Beginilah kondisi sebenarnya Duchess Shiena. Wanita itu menjadi gila karena ulah suaminya.

Walaupun Leo dulu sangat dibenci Ibunya, ia tidak pernah menaruh rasa yang sama. Lelaki itu sangat menyayangi wanita ini.

Karena pelayan itu melahirkan duluan, Duchess Shiena tidak rela anaknya menjadi pilihan kedua. Di tambah Leo yang lemah, membuatnya kian membenci anak tak berdosa itu.

"Kapan terakhir kali Ibu makan? Maafkan aku karena ke sini tidak sempat membawa makanan." Leo menelan salivanya susah payah. Tenggorokan lelaki itu kering. "aku akan membawa pelayan baru untuk merawat Ibu." Rambut hitam yang kasar diusapnya perlahan.

Kembali Leo teringat cacatan harian Ibunya. Bagaimana rasa berdebar ketika ia dilamar seorang lelaki cinta pertamanya. Duke Richard.

Lady Shiena saat itu melupakan kebejatan Duke Richard. Ia dibutakan rupawannya wajah dan rayuan omong kosong pria itu, hingga mengabaikan fakta bahwa pernikahannya hanya untuk memperkuat pasukan militer keluarga Edmore.

Jayan or Zayyan✔️Where stories live. Discover now