BAB 1 | Born with it

93.8K 2.8K 40
                                    

Ardina berbaring diatas tempat tidurnya sambil mengelus perutnya yang semakin membesar sejak tujuh bulan belakangan ini. Sungging bibirnya merekah hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Kehamilannya kali ini butuh perjuangan untuk mempertahankannya.

Pintu kamar dibuka oleh suaminya yang bertubuh tinggi dan cukup berisi. Pria itu tak lepas mengenakan kacamata tebalnya. Ardina memandangnya suaminya sambil tersenyum. Gunawan masuk dan membalas senyum wanita yang sangat disayanginya. Setiap malam susu hangat khusus ibu hamil ia berikan untuk Ardina.

"Mas, Kemal sudah tidur?" Tanya Ardina berusaha menyandarkan tubuhnya pada peyangga kepala tempat tidur.

"Sudah, tadi aku lihat lampu kamarnya sudah gelap." Jawab Gunawan sambil memberikan gelas ditangannya.

Ardina menerima pemberian gelas itu, memegangnya dengan kedua tangan, meniupnya beberapa kali kemudian meneguknya.

Gunawan duduk disebelah istrinya sambil mengelus perut Ardina dengan penuh rasa kasih dan cinta nya. "Kerjaan kamu sudah selesai?" Tanyanya pada Ardina.

"Belum semuanya, besok aku mau sambung lagi disekolah." Jawab Ardina sambil meletakkan gelas diatas meja kecil disamping tempat tidurnya.

"Kamu jangan terlalu capek ya kerjanya. Ingat kata dokter, kalau kamu stres sekali lagi kasihan anak kita. Kandungan kamu sudah lemah." Pesan Gunawan.

"Iya mas, aku ingat." Wajah Ardina berubah cemberut. "Cukup dokter sama ibu saja yang ngomel. Kamu jangan ikutan. Nanti aku jadi beneran stres." Keluhnya.

"Kamu memang harus diomelin baru mengerti. Ingat, isi perut kamu itu ada dua nyawa bukan satu."

"Iya mas, aku ingat. Udah ah, pusing jadinya." Ardina menjadi kesal.

Gunawan tersenyum geli melihat istrinya yang mulai ngambek. Jemarinya mulai mengelus kepala wanita itu dengan lembut. Ardina membaringkan tubuhnya kembali dibantu suaminya. Pria itu menarik selimut istrinya dan mereka bersiap untuk tidur.

"Kigan dan Megan bagus." Celetuk Gunawan melirik wajah istrinya disamping.

Ardina menoleh dengan wajah kaget bahagia, "Namanya bagus, aku suka dengan nama itu." Ia diam sesaat. "nama panjangnya apa, Mas?"

Gunawan tampak memutar bola matanya, "Gimana kalau Gunadi?"

"Artinya?"

"Gunawan Ardina."

Ardina tersenyum lebar penuh suka cita sambil mengangguk tanda setuju. Gunawan memegang perut istrinya sekali lagi dan mengelusnya. Mereka sudah tidak sabar menanti kelahiran bayi kembar itu.

***

Minggu sore itu Ardina beserta keluarganya baru saja pulang dari Bogor untuk menghadiri pernikahan sepupu Gunawan. Sesampainya dirumah, Ardina bergegas menuju kamar mandi. Ia sudah menahannya sejak keluar dari pintu tol terakhir.

Gunawan mengikutinya dari belakang dengan risau sambil membawa Kemal, anak pertama mereka yang berumur tiga tahun. "Din, kamu gak apa-apa?" Tanyanya khawatir.

"Enggak mas, cuma kebelet." Pekik Ardina dengan jalan tertatih menuju kamar mandi.

Gunawan mengangguk paham lalu berbalik menuju ruang tengah. "Bu, kalau lelah istirahat dulu saja. Biar Kemal nanti Gunawan yang urus." Katanya pada wanita paruh bayar dan bertubuh kecil yang merupakan ibu kandungnya. Wanita tua itu sudah tinggal bersama mereka sejak awal pernikahan.

Kinan's Life Story (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang